Sore harinya.
Jelita melihat Pak Budi telah sampai di rumah, diapun bergegas menemui beliau untuk meminjam sesuatu.
"Pak Budi tunggu sebentar," ucap Jelita mencegah Pak Budi masuk ke dalam rumahnya.
"Iya ada apa Jelita?" tanya Pak Budi.
Jelita menjawab pertanyaan Pak Budi dan meminta ijin, "Maaf Pak Budi, apa boleh Jelita pinjam sepeda Bapak?"
"Boleh, untuk apa Nak?" tanya Pak Budi.
"Jelita mau pergi ke rumah seseorang untuk mengembalikan barangnya yang terjatuh di kampus kemarin Pak," balas Jelita.
Pak Budi langsung mengingat pemuda tadi. "Oh kartu mahasiswa ya?"
Jelita mengangguk. "Iya Pak. Bagaimana Bapak bisa tahu?" tanya Jelita merasa bingung.
"Oh ternyata kartu pemuda itu ada sama kamu ya, syukurlah. Tadi orangnya datang nyariin kartu itu, dia bilang jatuh di daerah sana tapi tidak ketemu. Ya sudah ini Bapak pinjamkan dan cepat kembalikan kartu itu," balas Pak Budi lalu menyerahkan sepedanya kepada Jelita.
Jelita menyambut sepeda itu kemudian berkata, "Oh begitu Pak, baik terima kasih."
Pak Budi mengangguk pelan dan bertanya kembali, "Memangnya kamu tahu dimana alamatnya?"
"Tahu Pak. Alamat dia ada di kartu ini," balas Jelita lalu mengambil kartu tersebut dari dalam tas dan menunjukkannya kepada Pak Budi.
Beliau mengambil kartu yang diperlihatkan oleh Jelita lalu melihat dengan seksama dan seketika itu pula dirinya dibuat terkejut saat mengetahui nama besar pemuda tersebut.
"C-chandra Putra!" Pak Budi menelan ludah dan membelalakkan matanya.
Jelita yang melihat Pak Budi terkejut segera bertanya, "Kenapa Pak Budi, apa Bapak kenal orang ini?"
Pak Budi mengangguk dan menjawab. "Keluarga Chandra Putra adalah keluarga terkaya dan terhormat di Negeri ini, mereka sangat baik terutama Nyonya dan Tuan besar keluarga tersebut."
Rasa penasaran dari ketakutan Pak Budi membuat dirinya bertanya kembali, "Lalu kenapa Bapak seperti ketakutan ketika melihat nama besar keluarga mereka?"
Pak Budi menghela nafas. "Mereka memang keluarga baik hati, tetapi banyak orang berbahaya juga di sekeliling mereka. Jelita, lebih baik kita tidak banyak berurusan dengan keluarga kaya itu."
"Baik Pak Budi." Jelita mengangguk menuruti saran dari Pak Budi, walau dirinya tidak tahu seberapa banyak tentang keluarga tersebut.
"Bagus Nak. Ya sudah sekarang pergi lah, mengenai Ibu mu biar Bapak dan Bi Sumi yang menjaganya," ucap Pak Budi.
"Terima kasih Pak, secepatnya Jelita akan kembali. Jelita pamit dulu," balas Jelita lalu menaiki sepeda tua itu.
"Hati-hati!" balas Pak Budi menatap Jelita yang berlalu pergi.
…………………………………………………………………………
20 menit kemudian.
Jelita telah sampai di sebuah Mansion dimana alamatnya tertera di dalam kartu tersebut.
"Akhirnya sampai juga." Jelita lalu turun dari sepeda, kemudian menuntun sepeda tersebut hingga ke pintu gerbang utama masuk mansion.
"Tinggi sekali, gerbang rumahnya saja sudah besar begini, bagaimana dengan isi di dalamnya," gumam Jelita terheran-heran.
Jelita kemudian meraih sesuatu dan menekan sebuah Bel yang berada di dinding kokoh dekat pintu gerbang.
"Ting tong! ... Ting tong!"
Bel tersebut berbunyi dan tak butuh lama pintu gerbang besi itu terbuka perlahan menampilkan sesuatu yang membuat Jelita mematung seketika.
Jelita lantas kebingungan dengan apa yang dilihat oleh matanya sendiri. Dengan terus melihat sekeliling dia bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, "D-dimana rumahnya? kenapa cuma hanya ada halaman berumput hijau dengan luas seukuran dua kali lapangan sepak bola dan jalan untuk mobil saja."
Dirinya termangu dan tidak berani masuk ke dalam hingga akhirnya seorang petugas keamanan datang menghampiri Jelita dan bertanya, "Maaf Neng, cari siapa, apa ada janji sama Tuan dan Nyonya sebelumnya?"
"M-maaf Pak, saya hanya mencari seseorang. Apa benar T-tuan Michael tinggal disini?" tanya Jelita terbata-bata karena takut.
Petugas keamanan itu memandangi Jelita dari ujung kepala hingga ujung kaki, melihat penampilan Jelita yang tidak seperti tamu-tamu terhormat lainnya membuat petugas ini tidak mengijinkan Jelita untuk masuk ke dalam.
"Benar, ini rumah Tuan Michael. Tapi maaf jika tidak ada kepentingan lebih baik cepat pergi dari rumah ini," ucap Petugas itu ingin menutup pintu gerbangnya.
Jelita yang melihat petugas itu mencurigainya dengan segera dia berkata, "T-tapi Pak, saya cuma mau mengembalikan sesuatu miliknya yang hilang."
Jelita berusaha membuat Pria itu percaya, tetapi sebelum Jelita menjelaskan maksud kedatangannya kesana, Petugas tersebut malah berkata, "Maaf Neng, kalau memang butuh sumbangan bilang saja langsung tidak perlu basa basi, segala pakai alasan mau melihat Tuan muda."
Jelita pun gusar mendengar perkataan petugas tersebut lalu menegaskan dengan lantang. "Maaf Pak, tapi saya bukan pengemis!"
Petugas itu berhenti menutup pintu lalu bertanya, "Apa sudah punya janji dengan Tuan Muda sebelumnya?"
Jelita menggeleng. "Saya memang tidak ada janji dengan Tuan Muda anda, saya kesini hanya ingin mengembalikan kartu mahasiswanya yang hilang di kampus hanya itu saja."
Petugas itu tetap tidak mempercayai Jelita, dengan memasang wajah kesal petugas itu mengucapkan sesuatu yang membuat Jelita menyadari kemiskinannya.
"Apa tidak berkaca diri? semua tamu yang datang kesini adalah orang yang berpenampilan rapi dan terhormat. Jika kamu datang bukan untuk meminta sumbangan, lalu mau apa lagi. Orang seperti kamu sudah sering datang kesini, dengan alasan yang sama memakai nama keluarga ini agar bisa mendapatkan uang. Sudahlah jangan mengganggu tugas saya, lebih baik kamu pergi dari sini sebelum saya pakai kekerasan!" ucap petugas keamanan itu lalu menutup pintu gerbang dengan cepat.
Namun sebelum pintu tersebut tertutup rapat, tangan Jelita mencegahnya lalu menyerahkan kartu itu ke petugas keamanan dan berkata, "Berikan kartu ini kepadanya, dengan begitu saya bisa pulang dengan tenang." Jelita lalu pergi tanpa berkata-kata lagi.
Petugas tersebut membaca kartu tersebut dan dengan segera dia menyadari kesalahannya, "Ternyata gadis itu benar-benar menyerahkan milik Tuan tanpa minta uang sepeserpun."
Pintu dengan cepat dia buka kembali namun orang yang dia cari telah pergi entah kemana. Dengan tangan menggaruk kepala bukan karena gatal, petugas tersebut malah takut bila dimarahi Nyonya besarnya nanti.
"Gawat jika Nyonya besar tahu saya memarahi orang baik, bisa di marahi habis-habisan saya."
***
Sementara itu Jelita mengayuh sepeda tua dengan segera meninggalkan sebuah mansion mewah dibelakangnya. Hatinya merasa sakit saat seseorang hanya memandang dirinya sebelah mata.
"Aku memang lah miskin, tapi aku bukan lah seorang pengemis. Dia tidak berhak memarahiku dan tidak pantas juga baginya mengucapkan kata-kata yang menyakitkan hati dengan seenak mulutnya. Lagi pula apa salah dengan ku yang hanya orang miskin, itu juga bukan kemauan ku terlahir dari keluarga miskin."
Jelita nenggerutu selama di perjalanan pulang dalam hatinya menangis sambil meratapi nasib, namun mengingat sakit yang di derita sang Ibu membuatnya tidak lemah begitu saja.
"Aku berjanji akan mencari uang yang banyak untuk mengobatimu Ibu dan berusaha mengangkat derajat kita agar tidak ada lagi yang memandang orang miskin ini sebelah mata."
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Eny Hidayati
Ya ampun ... kacung saja galaknya ngalahin tuan majikan ...
2024-03-13
1
neng ade
sabar ya Jelita .. orang itu pasti akan kena marah nyonya besar nya .. kelewatan emang mulut nya itu
2024-03-06
0
Maya●●●
1 mawar untukmu jelita.
semangatt
2022-12-17
1