Let'S Get Married

Let'S Get Married

BAB 1. Welcome

“ Jia!!!” Panggilan yang begitu keras menyambut kedatangannya. Jia langsung bereaksi melambaikan tangannya begitu mendengar namanya dipanggil. “ Welcome to Bali, ” sambutnya memeluk Jia. Wanita yang memeluknya ini bernama Namira, sahabat Jia sejak bangku SMA. Saat memasuki awal kuliah, keluarga Namira pindah ke Bali, namun ia tetap berada di kota kelahirannya untuk meneruskan pendidikannya. Jadilah Namira harus bolak-balik Bali. Kebetulan saat ini mereka sedang liburan selama seminggu, makanya Jia mengambil kesempatan untuk ke sana.

“ Kamu sudah mempersiapkan apa yang aku minta sebelum ke sini' kan?” tanyanya meminta jawaban yang pasti dari Namira.

“ Kenapa? Kenapa kamu meminta permintaan aneh seperti itu? Apa keluargamu sekarang bangkrut?” Jia langsung membelalakkan matanya karena Namira yang asal bicara. “ Aku hanya bertanya. Kenapa kamu malah memandang tajam padaku.”

“ Keluargaku tidak bangkrut, Namira. Aku sedang kesusahan karena segala akses keuanganku sudah diblokir oleh nyonya Linda yang terhormat.”

“ Diblokir?" Namira menegaskan ucapan Jia. " Tante tidak mungkin melakukan hal itu kalau kamu tidak melakukan sesuatu yang salah. Aku benar' kan?”

“ Aku hanya…" Jia mengatur napasnya agar teratur. " Tidak bilang kalau akan ke sini. Jadi, mama marah dan melarangku pergi, tapi aku tidak mau. Aku sudah membeli tiket dan penginapan. Aku tidak mau rugi.”

“ Dasar kamu ini!” Namira tampak kesal. Sahabatnya ini benar-benar nekat dan tidak berpikir panjang. “ Aku sudah meminta pekerjaan kepada om Rahmat di hotelnya. Kebetulan orang yang selalu membersihkan kamarnya sedang cuti selama tiga hari. Dia itu tamu VVIP dan prioritas. Dia selalu menginap di hotel itu setiap ke Bali."

“ Benarkah.” Jia begitu semringah mendengar berita baik itu. “ Thank You.” Jia mengecup pipi Namira sangkin senangnya ia.

“ Tapi, kamu harus ingat, jadilah wanita normal. Aku tahu betul kamu ini seperti apa. Jangan berbuat yang aneh-aneh, ini mempertaruhkan nama hotel. Orang yang kamu layani ini adalah orang yang sangat penting. Dia tidak suka ada orang asing yang masuk ke dalam kamarnya. Makanya hanya ada satu orang dan orang itu pun di pilih langsung olehnya. Tapi, khusus untuk tiga hari ini, orang itu bisa menerima orang yang ditunjuk oleh om.”

“ Aku mengerti, tidak perlu khawatir.” Jia mencoba mendapatkan kepercayaan sang sahabat.

“ Kamu yang berkata seperti ini malah membuatku semakin waswas.”

“ Tenang saja. Serahkan pada ahlinya,” ujar Jia merangkul pundak sahabat kesayangannya ini.

“ Ok.” Jawaban yang sangat terpaksa keluar dari bibir Namira. “ Datanglah ke hotel besok pagi.” Jia mengangguk-angguk. “ Ini kartunya.” Namira menyerahkan sebuah kartu sebagai akses masuk ke dalam kamar hotel itu.

“ Thank’s sayangku.”

...****************...

Namira pun mengantarkan Jia ke vila tempatnya menginap. Melepaskan penat setelah perjalanan yang cukup melelahkan. Vila yang cukup mewah dengan kolam pribadi di dalamnya. Alasan itulah yang membuatnya rela bertengkar dengan ibunya. Kedatangannya kali ini terbilang sangat ekstrem, berbekal uang tunai seadanya, ia pun memutuskan untuk berlibur selama tiga hari.

Kekesalan ibunya merupakan imbas dari minimnya dana yang ia miliki saat ini. Latar belakang masalah ini karena Jia yang diam-diam memesan tiket di saat ada pertemuan penting dengan keluarga sahabat orang tuanya. Pertengkaran pun tak bisa dielakkan di antara ibu dan anak itu. Jia yang keras kepala tetap ingin pergi dan sang ibu yang memberikan pelajaran dengan menyita segala akses keuangannya, sekalipun itu uang Jia sendiri. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan oleh nyonya Linda.

Tapi, bukan Jia namanya kalau tidak punya jalan keluar. Selalu ada jalan pintas menuju Roma. Sebuah pepatah yang sedikit dipelesetkan olehnya. Apa pun itu asalkan halal, walaupun ia harus menjadi seorang pelayan, Jia rela saja.

“ Biarkan hari ini menikmati waktu sebagai ratu, lalu besok kembali ke kehidupan sebenarnya menjadi seorang babu. Hidup memang selucu itu.” Satu seruputan dari segelas kopi menemani sorenya ini. Dari vila tempatnya menginap terpampang luasnya pantai yang begitu indah. Apalagi di temani dengan langit sore yang berwarna merah menambah cantiknya ciptaan Tuhan.

Dering telepon terus berbunyi. Jia segera memeriksa siapa gerangan yang menghubunginya ini. Terpampang jelas dilayar ponselnya sebuah nama yang mau tak mau harus diterimanya juga.

“ Halo, Ma.”

“ Jia!!!!” Jia menjauhkan telepon itu dari telinganya karena teriakan ibunya yang sangat memekakkan telinga. “ Iya, Ma,” sahutnya.

“ Kamu ini benar-benar tidak mau mendengarkan mama lagi dan pergi begitu saja. Apa sekarang kamu sudah menjadi anak durhaka, ha!”

“ Ma, Jia bukan Malin Kundang yang durhaka sama Mama. Jia cuma liburan, Ma, liburan.”

“ Liburan-liburan.” Sang ibu benar-benar murka. “ Baiklah, kali ini mama biarkan kamu. Sekarang katakan, kapan kamu akan pulang, ha!”

“ Jia ada di Bali selama tiga hari. Memangnya kenapa, Ma?”

“ Tidak ada penambahan hari. Pulang setelah tiga hari. Kamu mengerti!”

“ Bukannya kita sedang bertengkar, Ma. Kenapa Mama malah seenaknya saja.”

“ Memangnya kalau sedang bertengkar, kita bukan keluarga lagi atau kamu mau langsung keluar dari Kartu Keluarga.”

“ Ma.”

“ Masih bisa memanggil mama.”

“ Apa papa tahu tentang ini.”

“ Papa sehati dengan mama. Kamu pikir papa akan membelamu, jangan bermimpi Jia.”

“ Wah…” Jia tidak percaya dengan ucapan ibunya barusan. “ Kalau begitu Jia keluar saja dari Kartu Keluarga.”

“ Kalau begitu lakukan, mama tunggu namamu terhapus dari sana.”

“ Ma.” Jia merengek.

“ Pulang dalam tiga hari!” Ibunya pun mematikan ponselnya. Jia tidak mengerti kenapa ibunya begitu keras padanya soal itu. Apa pertemuan itu sangat penting hingga ia harus mendapatkan hukuman langsung dari orang tuanya itu.

“ Arghhh!!!!” Jia mengacak-acak rambutnya. Ia memang sangat kesal karena sudah kalah berargumen dengan ibunya. Padahal ia sudah tahu tidak ada orang yang bisa mengalahkan ibunya itu. “ Ma!!!” teriaknya tak tahan lagi.

...****************...

Keesokan harinya, Jia harus bangun pagi-pagi sekali. Waktu masih menunjukkan pukul 5 pagi. Dengan mata yang masih mengantuk dan nyawa belum terkumpul, ia pun harus turun dari tempat tidurnya yang empuk itu. Kalau bukan karena membutuhkan uang, ia tidak akan melakukan hal ini.

Jia menghidupkan air hangat agar memenuhi bak mandi. Ritual paginya kali ini harus dilakukan di pagi nan dingin ini. Ia membasuh satu persatu bagian tubuhnya. Hangatnya air yang menyentuh kulit tubuhnya membuatnya ingin berlama-lama. Tapi, apa boleh buat, ia tidak boleh terlambat di hari pertamanya bekerja. Bisa-bisa ia langsung di pecat karena melakukan kesalahan.

Sebuah kemeja berwarna coklat dan celana panjang hitam menjadi seragamnya kali ini. Rambut panjang yang sebahu itu ia sanggul serapi mungkin. Riasan di wajahnya pun hanya bermodalkan bedak, lipstik berwarna nude dan sebuah kacamata dengan frame bulat. “ Perfect.” Jia memuji dirinya di kaca yang terpampang di depannya.

“ Oke, semangat Jia.”

Dengan semangat kemerdekaan, ia pun bergegas menuju hotel tempat ia bekerja. Tempat itu tidak begitu jauh dari vila tempat Jia menginap. Hanya perlu waktu setengah jam untuk sampai di sana. Sebuah hotel mewah dan tinggi menjulang ini akan menjadi saksi kehidupannya tiga hari ke depan.

Begitu Jia sampai di dalam, ia menemui resepsionis yang ada di sana. Jia mengatakan maksud kedatangannya ini dan ia pun langsung mengerti karena memang sudah diberitahu sebelumnya. Jia pun langsung dibawa seseorang yang memakai seragam sama dengannya untuk menemaninya ke tempat di mana ia akan bertugas.

Sampailah Jia di depan kamar. Orang yang mengantarkannya itu langsung berpamitan karena harus melakukan pekerjaannya yang lain. Jia pun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepadanya.

Kamar dengan nomor 156. Tidak tahu siapa pemilik kamar ini yang katanya orang yang sangat penting. Jia membayangkan kalau orang itu pastilah orang yang sangat berumur karena orang yang seperti itu pastilah orang yang sangat di hormati.

Memasuki kamar ini membuatnya sedikit tercengang. Kamar yang begitu besar dan mewah, entah berapa banyak uang yang dikeluarkannya untuk kemewahannya ini. Orang ini memang bukan orang yang biasa.

“ Tapi, dia ada dimana. Kenapa kamar ini kosong. Apa dia sedang keluar.” Jia berbicara sendiri karena mendapati kamar ini kosong melompong. “ Sudahlah. Mari mulai bekerja.” Jia mengambil lap yang ada di ember untuk membersihkan kaca dan meja. Sambil bersenandung ia melakukan pekerjaan itu. Jia mengira kalau ia hanya sendiri di tempat ini, tapi sebenarnya ia salah besar. Ia tak sadar kalau ada seseorang tengah menatapnya tajam.

“ Kamu siapa?”

Terpopuler

Comments

Nur Abidah Mukti

Nur Abidah Mukti

jangan hilang thorrrr😂😂😂

2023-01-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!