BAB 2. Tamu VVIP

“ Kamu siapa?” Suara pria yang terdengar berat itu mengagetkannya. Jia pun berbalik dan betapa terkejutnya ia melihat seorang pria berdiri tegak menatapnya. Pria bertelanjang dada itu sukses membuat Jia menelan ludah karena penampakan yang terlihat tak biasa itu. Dada yang bidang dengan roti sobek yang menghiasi tubuhnya itu membuat Jia terpana. “ Apa sudah selesai memandangnya,” celetuk pria itu. Jia pun memalingkan wajahnya karena malu.

“ Saya pengganti dari pelayan di sini,” ujar Jia mengalihkan pembicaraan.

“ Oh, jadi kamu orangnya.”

“ I-iya.”

“ Lanjutkan saja pekerjaanmu.”

“ Ba-baik.”

Pria itu pun kembali masuk ke dalam kamarnya. Jia sangat lega karena terbebas dari pertanyaan yang mungkin tidak akan bisa di jawabnya.

“ Argh! Jia!” Jia mengutuk dirinya sendiri. “ Bisa-bisanya malah terpesona. Dia pasti mikir kalau kamu ini wanita mesum. Dasar bodoh.” Jia memukul-mukul pelan dahinya. “ Tapi... tadinya aku pikir dia seorang yang sudah berumur, ternyata masih muda. Dia juga sangat tampan.” Jia terdiam sesaat. “ Ah! Sadarlah Jia!” Lagi-lagi ia teringat dengan momen seksi itu.

...****************...

Dari luar pintu, terdengar suara bel berbunyi. Sang pria menyuruh Jia untuk membukakan pintu karena di sana sudah ada pelayan yang membawa sarapannya.

“ Terima kasih,” ucap Jia begitu mengambil pesanannya itu. Ia pun membawa makanan yang berisi roti panggang, telur mata sapi setengah matang, daging asap dan sosis. Segelas kopi dan beberapa potong buah segar sebagai pelengkap. Jia menahan air ludahnya begitu melihat makanan itu.

“ Nama kamu siapa?” tanyanya sesaat ia duduk di atas sofa berwarna putih itu.

“ Saya, Ji-.” Jia terdiam sejenak. “ Jana.”

“ Jana?” Ia mengucapkan nama Jia sekali lagi untuk memastikan.

“ Iya, Tuan,” ucap Jia tanpa ragu. Ia harus berbohong tentang namanya karena tidak mungkin ia memberikan nama aslinya.

" Kamu masih sekolah atau sedang kuliah?"

" Saya hanya tamat SMA, Tuan."

" Oh begitu. Jadi kamu ini tulang punggung keluarga?"

" Bisa dikatakan begitu, Tuan."

Ia mengangguk-anggukkan kepalanya.

Setiap pertanyaan yang dilontarkannya selalu di jawab asal oleh Jia. Tak ada satu pun jawaban Jia yang benar adanya.

“ Jana, setelah saya selesai sarapan, saya akan keluar. Kamu, setelah membersihkan tempat ini, boleh kembali ke rumah.”

“ Baik, Tuan. Saya mengerti.”

“ Baguslah.”

Sekali lagi, Jia memandang Pria yang menjadi majikannya ini. Pria ini, entah bagaimana mendeskripsikannya. Memiliki tubuh atletis dengan tinggi kira-kira 182 cm. Wajahnya juga tampan. Usianya mungkin berkisar 29 tahun. Dia memang tipe ideal para wanita.

“ Keren,” celetuk Jia. Ia langsung menutup mulutnya begitu menyadari ucapannya itu.

“ Kamu bilang apa tadi?” Entah mengapa pria ini memiliki pendengaran yang sangat tajam. Jia langsung menggelengkan kepalanya. “ Maaf, Tuan. Tidak ada apa-apa.” Jia pun jadi salah tingkah.

“ Oh.” Pria ini melanjutkan sarapannya dan Jia kembali dengan kegiatannya.

“ Erlan.” Seorang pria tiba-tiba menerobos masuk. Jia agak terkejut, tapi dari reaksinya yang tenang saja sepertinya mereka memang sangat dekat. “ Sejak tadi aku menghubungimu, aku pikir kamu sudah pergi.”

“ Memangnya ada apa?”

“ Rapat kali ini sepertinya pak Broto dan sekutunya akan datang. Sepertinya mereka akan melancarkan aksinya untuk menghalangi proyek ini berhasil.”

“ Bukankah itu memang pekerjaan mereka. Kenapa kamu malah panik, Hans. Ini bukan pertama kalinya' kan.”

“ Aku tahu, tapi proyek ini sudah kita kerjakan selama dua tahun. Rasanya kalau mereka tiba-tiba merusak, aku tidak bisa terima.”

“ Tidak ada yang bisa merusak rencana ini. Mereka bisa berbuat apa pun, kenapa kita tidak!” Erlan menatap tajam Hans. Hanya sebuah tatapan saja Hans langsung mengerti apa yang di maksud olehnya.

“ Baiklah. Aku mengerti,” ucapnya tersenyum tipis. “ Oh ya, wanita itu siapa?” Erlan menoleh begitu Hans menanyakan tentang Jia.

“ Dia pengganti pelayan yang membersihkan tempat ini.”

“ Oh. Terlihat dia masih muda.” Erlan mengangguk sebagai jawaban. “ Namanya?”

“ Kenapa kamu penasaran dengannya?”

“ Hanya bertanya, seperti tidak asing melihatnya.”

“ Bukannya kamu selalu bilang begitu setiap melihat seorang wanita.”

Hans mendengus. “ Kali ini aku serius.”

Erlan menolehkan wajahnya ke arah Jia. “ Mungkin hanya perasaanmu saja.”

Hans sekali lagi memandang Jia, memastikan apa ia pernah melihatnya atau tidak. “ Bisa jadi,” ujarnya.

“ Kita berangkat.” Erlan mengambil jas yang di letakkan di atas bahu sofa, lalu memakainya. “ Jana, jangan lupa membersihkan ini semua.”

“ Baik, Tuan,” sahut Jia. Erlan dan Hans pun pergi meninggalkan Jia.

Jia menghembus napas lega karena si empunya ruangan sudah pergi. Ia pun bebas untuk membersihkan tempat ini agar cepat selesai dan bisa menikmati liburannya.

...****************...

“ Aku sudah selesai. Kamu di mana?” tanya Jia menelepon Namira.

“ Aku sudah di jalan,” jawab Namira. “ Apa kamu tidak balik ke vila dulu untuk berganti pakaian?”

“ Aku sudah berganti pakaian.”

“ Kamu bawa pakaian?”

“ Tentu saja.”

“ Kalau begitu tunggu saja di tempat biasa,” usulnya dan Jia menyetujuinya. “ Oh ya, tadi tante menghubungiku. Dia menanyakanmu.”

“ Ha! Mama menghubungi kamu?”

“ Iya. Tante itu khawatir sama kamu karena sudah memblokir akses keuanganmu. Dia takut kalau kamu kesusahan di sini, makanya tante menyuruhku untuk menjagamu.”

“ Gengsi terus si mama. Buat anaknya susah, tapi ketar-ketir juga memikirkan anaknya.”

“ Namanya juga seorang ibu, Ji. Sekalipun dia mengucapkan hal yang menyakitkan, tapi hatinya pasti sakit dan tidak tega.”

“ Dasar nyonya Linda,” gerutu Jia. “ Kalau mama telepon lagi, katakan aku baik-baik saja dan akan menuruti permintaannya yang kemarin.”

“ Ok,” jawab Namira. “ Aku sudah mau sampai. Aku tutup dulu.”

“ Ok.”

Jia yang sudah dari tadi menunggu Namira, akhirnya bertemu juga. Jia pun masuk ke dalam mobil. “ Kita kemana?” tanya Namira.

“ Kemana saja,” jawab Jia. “ Pokoknya tempat yang bikin happy.”

“ Tempat yang bikin happy? Sepertinya tante berhasil membuatmu stres tingkat tinggi.”

“ Bukan hanya itu, hari pertama bekerja, aku malah membuat malu. “

“ Ha? Maksudnya?”

Jia membetulkan posisi duduknya. “ Namira, kamu tahu tidak, orang yang menjadi tamu penting di hotel om Rahmat?”

“ Memang kenapa?”

“ Dia sangat tampan.”

“ Kamu sempat melihatnya?” tanyanya, lalu Jia mengangguk. “ Aku bahkan tidak pernah melihatnya, Ji.”

“ Kamu tidak tahu?”

“ Iya, aku tidak tahu dan tidak kenal orangnya. Yang aku tahu kalau dia pemilik perusahaan yang cukup terkenal. Dia juga masih muda dan sangat terkenal di kalangan wanita. Itu sih yang aku dengar.”

“ Memang benar, dia itu masih muda,” sambung Jia, “ Di luar ekspektasi yang awalnya aku pikir dia itu sudah berumur. Malah aku melihat dia itu seperti aktor atau model.”

“ Berarti tidak salah rumor yang kudengar itu.”

“ Tapi, aku jadi malu karena aku malah terbodoh menatap tubuhnya. Itu salah dia' kan. Kenapa harus bertelanjang dada, aku jadinya salah fokus.”

“ Itu sih alasanmu saja, padahal kamu menikmatinya juga.”

Jia menghela napas panjang. " Dia pasti pikir aku ini wanita mesum. Waktuku masih ada dua hari lagi. Aku harus bagaimana.”

“ Biasa juga kamu bodoh amat sama yang begitu, kenapa sekarang jadi mikir keras. Dia juga tidak tahu siapa kamu sebenarnya' kan.”

“ Memangnya dia tidak tanya siapa dan bagaimana orang yang akan membersihkan kamarnya karena kamu bilang dia tidak suka orang lain masuk ke dalam kamarnya' kan."

" Sepertinya tidak karena dia juga tidak minta berkas atau menanyakan apa pun. Dia sangat percaya dengan om Rahmat."

" Syukurlah, tapi-"

“ Sudahlah.” Namira memotong. “ Sekarang nikmati saja liburanmu. Bukankah itu memang tujuanmu datang ke sini.”

“ Benar juga. Entah kapan lagi aku bisa ke sini.”

“ Itu baru benar.”

“ Mari kita bersenang-senang,” teriak Jia memacu semangatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!