Cinta Sang Pemuda Desa
Seorang gadis yang cantik, tubuhnya yang langsing dengan rambut terurai indah baru saja menuruni anak tangga pesawat yang baru saja mendarat.
Dia membuka kaca mata yang dikenakannya. Menatap langit lalu bersorak.
“Welcome, Ranah minang!” teriak Diska saat baru saja turun dari pesawat.
Hari ini Diska menginjakkan kakinya di tanah Minang, bagi orang Minang semua kawasan yang mencakup Sumatera Barat adalah Ranah Minang.
Diska seorang sarjana Fakultas Kedokteran di Universitas ternama di kota asalnya yaitu Bandung.
Saat ini Diska harus mengabdikan diri di salah satu daerah terpencil di propinsi Sumatera Barat.
Diska dan teman-temannya yang mengikuti program pengabdian dokter di daerah terpencil.
Mereka semua datang dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka tengah mengikuti program pengabdian daerah Terdepan Terpencil dan Tertinggal (3T), program ini sengaja diadakan oleh pemerintah yang bekerja sama dengan Universitas ternama di seluruh Indonesia.
Setiap Universitas akan mengirimkan dokter terbaik mereka untuk mengabdi di beberapa daerah terpencil yang terdapat di Indonesia. Diska mendapatkan tugas pengabdian di propinsi Sumatera Barat.
Mulai hari ini, Diska harus membiasakan diri beradaptasi dengan masyarakat Minang si pecinta makanan pedas.
“Kalian sudah siap?” tanya seorang mentor dari dinas kesehatan.
“Siap, Pak,” jawab para dokter muda.
“Baiklah kalau begitu, kita langsung lanjutkan bimbingan dan arahan di gedung serba guna,” ujar sang mentor.
“Baik, Pak!” seru para dokter muda serentak dengan penuh semangat.
Beberapa dokter muda yang siap mengabdi di daerah terpencil, kini tengah berada di Bandara Internasional Minangkabau (BIM).
Semua dokter muda kini telah berada di sebuah gedung yang terdapat di bandara begitu juga beberapa orang utusan desa yang akan menjemput para dokter muda.
“Baiklah, para dokter muda yang kami hormati. Hari ini kita telah sampai di daerah tempat kita akan mengabdikan diri, para utusan dari daerah-daerah terpencil di Sumatera Barat ini telah siap membawa kalian menuju desa mereka,” salah satu mentor memulai membuka acara.
Sang mentor memberikan arahan kepada para dokter muda mengenai peraturan yang harus mereka patuhi selama berada di daerah tempat mereka mengabdi.
Setelah acara usai, para utusan desa mencari dokter muda yang bertugas di daerah mereka masing-masing. Mentor telah membagi lokasi tugas pada setiap dokter muda, Rama sebagai utusan desanya menghampiri dokter muda cantik yang akan bertugas di desa Tanjung.
“Hai, kenalkan aku Rama,” sapa seorang pemuda yang datang menghampiri Diska sambil mengulurkan tangannya.
Diska menatap sinis pria tampan yang kini berada di hadapannya, di antara para utusan daerah pria ini adalah pria termuda yang datang menjemput dokter muda yang akan mengabdi di desanya masing-masing.
Wajah tampan sang pria sirna di mata Diska karena pakaian sederhana yang dikenakannya. Baju kaos nan lusuh dan celana jeans yang warnanya tampak memudar karena telah sering digunakan.
“Aku, utusan dari desa Tanjung tempat kamu bertugas nanti,” ujar pria yang bernama Rama.
Rama tersenyum ramah pada Diska.
Diska masih menatap sinis dan tidak suka pada si pemuda meskipun sang pemuda sudah melebarkan senyuman yang menawan miliknya.
“Aku Diska,” ujar Diska cuek tak menghiraukan uluran tangan Rama yang menggantung di udara.
Rama masih tersenyum manis, dia tak menyangka tugas yang diberikan kepala desa membuatnya berjumpa dengan seorang bidadari nan cantik. Walaupun sang bidadari tampak cuek pada dirinya.
“Yuk, berangkat!” ajak Rama.
Diska mengangguk pelan sambil mengambil barang-barang yang dibawanya.
“Sini, aku bantuin.” Rama menawarkan diri untuk membawa barang-barang milik Diska.
Diska ragu sambil menatap sinis ke arah Rama, akhirnya dia membiarkan Rama membantunya membawa beberapa barang bawaannya setelah Rama membujuknya, mereka keluar dari kawasan bandara. Rama menunggu sebuah taksi untuk mengantarkannya menuju loket bis yang akan membawa mereka ke desa Tanjung. Tak berapa lama sebuah taksi menghampiri mereka.
“Mau ke mana, Bang?” tanya sang sopir taksi.
“Ke loket bis Bintang Pasaman,” jawab Rama.
“Mari saya antar!” tawar sang sopir taksi.
Rama mengangguk, sopir taksi keluar dari mobilnya, dia membantu Rama memasukkan barang bawaan Diska ke dalam bagasi mobilnya.
Rama dan Diska masuk ke dalam taksi, Rama memilih duduk di belakang sopir mengikuti Diska.
“Kamu ngapain duduk di sini?” tanya Diska sinis, dia merasa enggan duduk di samping Rama.
Rama tersenyum menerima tatapan tajam dari gadis kota itu.
“Trus, aku duduk di mana?” tanya Rama balik, ada rasa kesal dengan mode penolakan yang ditunjukkan oleh Diska.
Dia masih tetap memperlihatkan sopan santun dan keramahannya pada Diska.
“Tuh, di depan masih kosong,” jawab Diska cuek sambil menunjuk ke ban.
Mau tak mau Rama memilih untuk mengalah, dia berpindah ke bangku depan di samping sopir taksi. Setelah memastikan Rama dan Diska duduk dengan nyaman, si sopir taksi melajukan mobilnya menuju loket bis.
Para sopir taksi sudah sangat hafal dengan beberapa loket yang ada di daerah kota Padang, karena telah terbiasa mengantarkan para penumpang ke berbagai tujuan.
Setelah 30 menit, mobil taksi pun berhenti di sebuah loket bis, di depan loket tertulis PO. Bintang Pasaman.
“Sudah sampai, Bang,” ujar sang sopir taksi memberitahukan bahwa mereka sudah sampai di tempat tujuan.
“Oh iya.” Rama turun dari mobil yang diikuti oleh Diska.
Sopir taksi mengeluarkan barang-barang yang ada di mobilnya, lalu meletakkan barang-barang Diska tepat di bangku tunggu yang terdapat di loket tersebut.
“Makasih, Pak,” ucap Rama sambil menyodorkan selembar uang seratus ribu pembayar ongkos mereka.
Sopir taksi mengambil uang tersebut, lalu dia pun pergi meninggalkan Rama dan Diska.
Diska masih diam, sedari tadi dia tak mengeluarkan kata-kata sama sekali. Dia merasa malas harus berbicara dengan pria asing yang kini duduk di sampingnya tepat di depan loket.
Rama melirik jam di tangannya yang hampir menunjukkan pukul 1 siang, dia menoleh pada gadis cantik yang sedari tadi tak ingin mengeluarkan suara emasnya dan bersikap dingin padanya.
“Diska, sudah waktunya makan siang ... kita cari makanan dulu yuk!” ajak Rama pada Diska.
Cacing-cacing nakal di perut Rama sudah tak sabar lagi untuk diberi makan. Bukannya memberi jawaban, Diska menatap aneh pada Rama, yang dilihat justru tersenyum lucu.
“Kenapa kamu liatin aku seperti itu?” tanya Rama heran melihat ekspresi Diska.
“Kamu nggak takut ketinggalan bis?” tanya Diska khawatir ketinggalan bis.
“Hehe,” Rama terkekeh mendengar pertanyan Diska.
“Mobil ke desa adanya nanti jam 4 sore,” ujar Rama masih dengan kekehan di bibirnya.
“Apa? Jam empat sore? Trus apa yang akan kita lakukan disini?” tanya Diska terlihat kesal.
“Makanya kita makan dulu yuk! Sekalian shalat,” ajak Rama santai.
Diska tampak berfikir, dia masih enggan untuk menerima tawaran Rama.
“Ya sudah, kalau nggak mau ikut. Aku pergi makan sendiri aja,” Rama melangkah meninggalkan Diska.
Diska menatapi Rama yang semakin menjauh darinya.
“Hei, tunggu!” teriak Diska mulai mengejar Rama.
Mereka melangkah ke sebuah rumah makan yang tak jauh dari loket bis.
“Kita mau makan disini?” tanya Diska memastikan, melihat kondisi rumah makan yang kebersihannya tak terjaga dan kotor, di etalasenya tertulis ‘serba 10.000’, seketika nafsu makan Diska mendadak hilang.
Dia hanya terpaku berdiri di depan rumah makan tersebut sambil memandang jijik ke sekeliling rumah makan. Rama mengernyitkan dahinya, dia bingung melihat sikap Diska.
“Kenapa? Apakah ada masalah?” tanya Rama sopan.
“Kamu serius ngajakin aku makan disini?” Diska menjawab pertanyaan Rama dengan sebuah pertanyaan juga.
Rama memperhatikan wajah cantik Diska yang menatap jijik ke arah tempat makan itu. Dia menyadari, bahwa Diska tak mau makan di rumah makan tersebut. Dia menghela nafasnya.
“Kamu mau makan di mana?” tanya Rama pada Diska.
Diska hanya mengangkat bahunya, yang pasti dia tak ingin makan di rumah makan serba 10.000, tempat yang di tunjuk Rama tadi.
Tak berapa jauh dari tempat mereka berada, Rama melihat sebuah papan rumah makan ‘Sederhana’, dia tersenyum.
“Ya udah, kita makan di sana yuk!” ajak Rama sambil menarik tangan Diska.
Diska tersentak saat tangan kekar itu menggenggam erat tangannya. Ingin rasanya Diska menarik tangannya namun eratnya genggaman Rama membuat Diska tak berkutik. Diska terus mengikuti langkah Rama hingga kini mereka berada di depan sebuah rumah makan Padang yang terjamin masakannya sangat lezat, karena Rama tahu betul kualitas rumah makan Sederhana ini.
“Disini, makanannya enak lho,” ujar Rama.
Rama telah berkali-kali makan di rumah makan sederhana saat berbagai acara desa yang di ikutinya, yang mengharuskannya dia pulang balik kota padang dan desa Tanjung.
“Emangnya kamu pernah makan di sini?” tanya Diska tak percaya.
Rama merupakan ketua pemuda yang ada di desa Tanjung, kepala desa selalu mempercayakan dirinya untuk menghadiri berbagai acara desa yang diadakan oleh pemerintah, bahkan kepala desa sangat senang Rama selalu aktif dengan kegiatan desa.
Oleh sebab itu Rama diutus kepala desa untuk menjemput dokter muda yang akan mengabdi di desanya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Kenyang
biasa pertama jual murah nnti ujung ujungnya jual mahal trus lngkt kyak permn karet😂😂🤭
2023-01-15
0
Senja Kelabu
Cahyaning Mampir Thor...
2022-09-07
1
Elviza mela
emg di pdg ada yg serba 10rb.. kok baru tau ya 😅😅😅
2022-08-07
1