Tak menunggu lama, Rama langsung membawa Diska masuk ke dalam rumah makan ‘Sederhana’. Tanpa perlawanan kali ini Diska mengikuti Rama, mereka duduk di meja paling pojok. Rumah makan ini terlihat sangat bersih dan lebih berkelas dari pada rumah makan serba 10.000 yang tadi mereka kunjungi.
Tak berapa lama mereka duduk, dua orang pelayan membawakan beberapa lauk pauk serta dua porsi nasi di dalam dua piring dan menghidangnya di atas meja.
Setelah mereka selesai menghidang mereka meninggalkan pelanggannya menikmati makanan yang mereka sukai.
Begitulah pelayanan rumah makan padang yang menyebar dimana saja, Diska sudah mengetahui pelayanan ini semenjak dia kuliah.
“Yuk, silahkan dimakan!” Rama mempersilahkan Diska dengan sopan.
Sebenarnya, Rama merasa canggung mengajak Diska untuk mengobrol, karena dia terlihat sangat pendiam dan Rama juga dapat merasakan bahwa Diska tak menyukai dirinya.
Diska tak menggubris ucapan Rama, dia langsung mengambil makanan yang disukainya, lalu dia melahap makanan yang sudah ada di dalam piringnya.
Rama menatap lucu ke arah Diska yang tengah melahap makanannya tanpa memperdulikan pria tampan yang menatap kagum padanya.
Saat makanan Diska tinggal sedikit lagi, Diska menyadari tatapan dari Rama.
“Ngapain kamu liatin aku?” tanya Diska ketus.
Rama menggeleng sambil tersenyum, “Kamu lucu ya,” ujar Rama berhasil membuat Diska menghentikan kegiatan makannya.
Dia memutar bola matanya, jengah.
“Maksud kamu?” Diska menautkan kedua alisnya bingung tak terima di katakan lucu.
“Hehe, kamu itu lucu makannya. Tadi kayak orang gak yang berselera sama sekali. Ternyata kamu kelaparan juga ya ... hahaha.” Rama tertawa lepas.
Diska menghentikan makannya, bukan karena dia marah pada Rama, tapi dia benar-benar sudah kenyang.
“Kok udahan, sih?” tanya Rama heran.
“Udah kenyang!” ketus Diska.
Rama kembali tersenyum, lalu dia pun melanjutkan aksi makannya. Sekarang gantian Diska yang menatap Rama makan, Rama memakan makanannya dengan sopan dan estetika yang tepat.
Terlihat dia menikmati makanan yang ada di hadapannya.
Diam-diam Diska mulai kagum dengan Rama yang berpenampilan seadanya tapi dia memilki etika di setiap tindakannya.
“Kenapa liatin aku? Nanti naksir lho!” Rama menggoda Diska dengan penuh percaya diri.
“Ish, siapa juga yang mau sama kamu?” cicit Diska pelan, yang masih jelas didengar oleh Rama.
Hanya senyuman yang terukir di wajah tampan Rama. Dia kembali fokus dengan makanan yang ada di dalam piringnya. Tak berapa lama, Rama membasuh tangannya, lalu menenggak segelas air putih.
“Kak, billnya!” seru Rama sambil mengangkat tangannya memanggil seorang pelayan.
Pelayan itu bergegas ke kasir untuk mengambil bill tagihan makan Rama dan Diska, lalu menghampiri mereka.
“Ini, Bang,” ujar si pelayan menyodorkan selembar kertas.
Rama melirik tagihannya lalu dia mengeluarkan uang dari dompetnya, Rama memberikan selembar uang seratus ribu pada si pelayan.
“Tunggu sebentar ya, Bang. Saya ambil kembaliannya dulu,” Ujar pelayan pada Rama yang di jawab anggukkan ramah dari pria tampan yang berpenampilan sederhana itu.
“Habis ini kamu mau ke mana?” tanya Rama pada Diska karena saat ini jam masih menunjukkan pukul setengah dua, itu artinya mereka masih punya waktu sekitar 2 jam lagi.
Diska hanya mengangkat bahunya tidak tahu mau kemana, karena dia sendiri tidak tahu tentang kota Padang. Rama berfikir sejenak, dia sendiri juga gak tahu mau ke mana, tapi seingatnya dia pernah ke pantai Pasir Jambak yang dekat dari posisi mereka saat ini.
“Ya udah, gimana kalau kita pergi shalat dulu, setelah itu main ke ke pantai?” Rama memberi tawaran.
“Terserah,” sahut Diska yang sebenarnya dia setuju dengan ajakan Rama.
Mereka pun keluar dari rumah makan, lalu Rama membawa Diska ke sebuah mesjid yang tidak jauh dari tempat mereka berada.
Usai shalat dzuhur mereka kembali melangkahkan kaki menelusuri jalan gang yang tidak jauh dari rumah makan tersebut.
Rama ingat pernah diajak temannya ke pantai Pasir Jambak dengan berjalan kaki.
“Masih jauh ya?” tanya Diska karena dia sudah merasa lelah berjalan.
“Nggak kok,” jawab Rama santai.
Tak berapa lama mereka pun sampai di sebuah pantai yang sepi, pantai yang tak terjamah oleh keramaian masyarakat.
Pantai yang berpasir putih nan indah ini terlihat tidak terawat, karena pemerintah kota Padang tidak begitu tertarik untuk menjadikan lokasi pantai ini sebagai tempat wisata.
“Wow! Indah banget!” seru Diska kagum melihat keindahan pemandangan alam yang di ciptakan sang penguasa.
“Pantai ini sangat indah tapi sayangnya tak terawat,” ujar Rama memberikan pendapat.
Diska melirik ke arah Rama, di dalam benaknya, Rama merupakan seseorang yang memiliki banyak pengalaman hidup.
Diska hanya diam, dia terus melangkah menuju sebuah rebahan pohon kelapa yang tumbang. Diska mulai mengeluarkan ponselnya. Dia mengabadikan semua pemandangan yang dirasakannya perlu.
“Butuh bantuan buat selfie?” tanya Rama menawarkan diri, karena dilihatnya Diska belum memotret dirinya sendiri.
Diska hanya diam dengan lirikan yang tak dapat diartikan, sedari tadi hanya Rama yang banyak berbicara. Diska akan menjawab pertanyaan Rama apabila dirasa perlu.
Merasa dicuekkin oleh wanita yang baru saja di kenalnya, Rama memutuskan untuk duduk di rebahan pohon kelapa tadi. Dia menunggu keseruan Diska yang sibuk dengan ponselnya.
Drrrttt...drrrttt...drrrttt...
Ponsel Rama berdering, Rama mengambil sebuah ponsel butut dari saku celananya, ponsel keluaran no**a tipe 1100.
Walau ponselnya tergolong jadul tapi buat Rama ponselnya ini sangatlah berarti.
“Halo!” ucap Rama saat panggilannya sudah tersambung.
“Kamu udah di mana, Rama?” tanya pak kepala desa.
“Masih di kota Padang pak, kami lagi menunggu bis yang berangkat jam 4 sore nanti,” jawab Rama.
“ Ya sudah, nanti kalau kamu udah sampai di desa Silaping, lebih baik kamu menginap di sana. Saya khawatir kamu bawa sepeda motor di malam hari, soalnya di sini baru hujan dan dapat dipastikan bahwa jalanan sangat licin.” Pak kepala desa memberitahukan kondisi jalan menuju desa mereka saat ini.
“Baik pak, biar aku nanti nginap di rumah kakak aja,” ujar Rama menanggapi ucapan pak kepala desa.
“Hati-hati ya!” pesan pak kepala desa.
Rama mengangguk paham, walau sudah bisa dipastikan sang kepala desa tak dapat melihat anggukan Rama.
Rama mematikan ponselnya, lalu dia memasukkan benda pipih itu kembali ke saku celananya.
Rama masih memperhatikan Diska yang masih asik mengabadikan keindahan ciptaan Sang Maha Indah.
“Sudah fotonya?” tanya Rama memulai pembicaraan saat Diska duduk tepat di samping pria tampan itu.
“Udah!” jawab Diska singkat.
Tampaknya Diska tak berniat banyak bicara dengan Rama, mungkin Diska masih menganggap Rama sebagai orang asing yang wajib diwaspadai.
Rama menghela nafasnya pelan, dia mencoba memahami gadis yang super cuek itu.
“Ya sudah, yuk kita balik ke loket! Udah jam tengah empat,” ujar Rama sambil melihat jam tangannya.
Diska hanya mengangguk, Rama langsung berdiri dan melangkah menelusuri jalan perumahan warga sedangkan Diska terus mengikuti langkah Rama dari belakang dengan menggerutu di hatinya. Pasalnya, mereka sudah terlalu jauh berjalan kaki, saat ini Diska benar-benar merasakan pegal di kakinya.
Diska memutuskan untuk berhenti di sebuah batu besar yang terdapat di pinggir jalan, Diska tak lagi memperdulikan Rama yang terus berjalan meninggalkan dirinya.
Setelah Rama sampai di loket bis, Rama baru menyadari Diska tak berada di belakangnya.
“Diska!”panggil Rama panik, dia takut Diska nyasar di kota yang baru saja di kunjunginya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Rinjani
wah Rama2 Diska ketinggalan piye to dia gak tahu kota padang lo cari
2023-01-16
0
Cahyaning Fitri
Dizka kemana?
2022-09-07
1
Elviza mela
lagian bukannya nyuruh diska jalan duluan atau jalan beriringan.. ini malah jalan duluan..
2022-08-07
1