Bab 3

Rama berlari kembali menyusuri jalan yang dilewatinya tadi, dia berharap dapat menemukan Diska.

Rasa khawatir kini menyelinap di hatinya. Rama merutuki dirinya sendiri yang telah ceroboh menjaga Diska.

Sikap yang ditunjukkan Diska padanya membuat Rama memilih untuk tidak banyak bicara dengan gadis itu.

Namun sikapnya itu menjadi boomerang untuk dirinya sendiri, wanita itu merupakan tanggung jawabnya hingga mereka sampai di desa.

Rama terus menelusuri jalan gang perumahan warga, hingga akhirnya Rama melihat Diska sedang duduk di sebuah batu besar di pinggir jalan sambil memijat-mijat kakinya yang terasa sangat pegal.

“Hei, apa yang kau lakukan di sini?” tanya Rama kesal dengan nada sedikit meninggi.

Diska tersentak, dia menatap tajam ke arah Rama. Tak berapa lama dia mengalihkan tatapannya, dia kembali fokus memijat kakinya.

Diska tak mengacuhkan Rama yang kini sedang kesal pada dirinya.

“Hei, kamu dengar aku, enggak?” bentak Rama mulai kesal dengan sikap Diska.

Diska masih saja diam, dia juga merasa kesal pada Rama yang tak peduli padanya.

“Hei, apakah kau tak bisa memberitahuku untuk berhenti sejenak?” bentak Rama kesal dengan tingkah Diska.

Diska kaget, dia menatap tajam ke arah Rama tak terima dirinya dibentak.

“Kau tahu, perbuatanmu benar-benar ceroboh!” sahut Rama dengan nada yang mulai merendah.

“Seandainya kamu nyasar di kota ini bagaimana? Hah?” Rama terus mengeluarkan kata-kata kekesalannya pada Diska yang telah membuat dirinya panik dan khawatir.

Saat ini, keselamatan Diska adalah tanggung jawabnya hingga mereka sampai di desa. Dia tak ingin terjadi apa-apa pada Diska.

Diska hanya diam, dia tak lagi menatap tajam ke arah Rama, karena saat ini Diska menyadari kesalahannya tidak memberitahu Rama saat dia ingin beristirahat sejenak.

Melihat reaksi Diska yang hanya diam terpaku, Rama pun memilih duduk di samping Diska. Dia mulai merasa bersalah telah membentak Diska.

Hal itu dilakukannya hanya karena dia benar-benar mengkhawatirkan keadaan Diska.

“Maaf,” lirih Rama.

Diska masih saja diam, dia sendiri bingung harus bagaimana, dalam situasi seperti ini seharusnya dialah yang meminta maaf, namun egonya menolak untuk melakukan itu.

Rama menghela napasnya panjang. Dia menarik kaki Diska lalu membantu Diska memijat kakinya yang masih terasa pegal.

Diska masih saja diam menerima perlakuan Rama.

“Apa kamu masih kuat untuk berjalan?” tanya Rama memastikan kaki Diska baik-baik saja.

Kali ini Diska menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan Rama.

“Yuk, kita harus cepat sampai loket karena sebentar lagi bis akan berangkat,” ujar Rama.

Rama berdiri lalu menoleh pada Diska yang kini berusaha untuk berdiri dari duduknya. Dia membantu Diska untuk berdiri.

Setelah itu mereka berjalan beriringan menuju loket bis.

Di depan loket bus, terlihat sebuah bus telah terparkir di sana.

Bus telah berisikan beberapa penumpang yang duduk di bangku sesuai karcis yang mereka pesan.

Rama memberikan barang-barang Diska pada kernet bus untuk di letakkan di atap bus.

Diska hanya bisa terpaku saat melihat bus itu, sebuah bus lama yang berpenampilan lusuh.

Diska merasa jijik melihat bus yang berada di hadapannya saat ini. Namun, dia tak bisa berbuat apa-apa, mau tak mau dia terpaksa menaiki bus yang kini telah berada di hadapannya.

“Yuk, kita naik!” ajak Rama pada Diska setelah dia memastikan barang-barang Diska telah naik ke atas bus.

Rama terlebih dulu masuk ke dalam bus, dia terpaksa berhenti saat berada di pintu bus karena melihat Diska masih saja diam di tempatnya.

“Kamu mau ikut gak?” tanya Rama dengan nada yang mulai meninggi. Kesabarannya benar-benar di uji saat berjumpa dengan dokter muda yang berasal dari kota.

Diska tersentak, dia pun mulai melangkah mengikuti Rama, Rama telah memilih bangku yang berada di belakang sopir, agar Diska merasa nyaman saat perjalanan.

Jika dia mengambil bangku bagian tengah, sudah bisa dipastikan mereka akan berdesakkan dengan penumpang lainnya yang naik di tengah jalan.

“Duduklah!” titah Rama sopan menunjukkan bangku mereka, Rama menyuruh Diska duduk di samping kaca.

Diska pun menuruti ucapan Rama, karena tak ada alasan baginya untuk menolak.

Setelah Diska duduk di tempatnya, Rama duduk tepat di samping Diska. Bus mulai berjalan setelah kernet bus memastikan semua penumpang sudah naik.

Bus ini adalah satu-satunya angkutan yang mengantarkan penumpang ke desa Silaping dari kota Padang.

Bus berangkat di pagi hari ke kota Padang dan kembali jam 4 sore ke desa, diperkirakan mereka akan sampai di desa pada jam 10 malam jika tak ada kendala di perjalanan.

Di sepanjang perjalanan, Diska dan Rama tak banyak bersuara.

Rama memilih untuk memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa kesalnya pada gadis yang kini berada di sampingnya.

Sedangkan Diska memilih untuk memperhatikan pemandangan di sepanjang jalan hingga matanya mulai berat dan dia pun tertidur.

Tanpa di sadarinya, Diska merebahkan kepalanya di pundak kekar milik Rama, Rama menyadari hal itu. Dia tersenyum, dia membiarkan sang gadis meminjam pundaknya sebagai bantalan untuk tidur.

Bus berhenti setelah menempuh setengah perjalanan untuk beristirahat sejenak dan makan malam.

Para penumpang turun dari bus, Rama menoleh ke arah Diska yang masih terpejam di pundaknya.

Rama kasihan untuk membangunkannya tapi jika mereka tidak ikut turun maka mereka akan menahan perut kosong hingga sampai di tempat tujuan.

“Hei, bangun!” seru Rama berusaha membangunkan Diska.

Diska mengerjapkan matanya, dia mengangkat kepalanya dari pundak Rama.

Wajahnya seketika memerah malu saat menyadari dia telah tertidur di pundak Rama. Dia menatap ke sekelilingnya, dia mendapati di dalam bus sudah tak ada penumpang.

“Kita udah sampai, ya?” tanya Diska canggung karena rasa malunya.

“Belum, bus berhenti untuk istirahat dan makan malam. Yuk, kita turun!” ajak Rama pada Diska.

Rama berdiri dari duduknya, dia menunggu Diska untuk berdiri lalu mereka pun keluar dari bus.

Diska melihat ke sekelilingnya, banyak penumpang yang menyebar di depan sebuah rumah makan. Terlihat ada beberapa yang duduk di teras pondok-pondok yang tersedia di sekitar rumah makan sambil memakan bekal yang mereka bawa.

“Kamu mau makan apa?” tanya Rama pada Diska sambil menunjuk ke beberapa warung yang berjualan di pekarangan rumah makan.

Di sana terlihat warung yang menjual sate dan nasi soto. Diska hanya menatap sekelilingnya.

Dia benar-benar tak berselera melihat kondisi rumah makan yang menurut Diska jauh dari kata higienis.

Rama menyadari ekspresi Diska.

"Jika kita tidak makan malam di sini, kita akan kelaparan hingga sampai di tujuan,” ujar Rama memberikan saran kepada Diska agar tak banyak berulah.

Diska masih saja diam, dia belum merespon ucapan Rama.

“Baiklah, jika kamu tak ingin makan. Aku akan makan sendiri dan jangan mengeluh jika kau merasa lapar nanti.” Rama mencoba mengancam Diska, dia melangkah masuk ke dalam rumah makan.

Melihat Rama semakin menjauh darinya, Diska pun berlari kecil mengejar langkah Rama.

“Tunggu!” seru Diska membuat Rama menghentikan langkahnya.

Rama tersenyum, dia berhenti tepat di pintu masuk rumah makan menunggu Diska, mereka pun mencari tempat duduk yang menurut Diska paling bersih dari tempat lainya.

Rama lebih memilih makan nasi dari pada makan sate atau yang lainnya karena sudah terbiasa mengisi perutnya dengan nasi dari pada makanan lainnya.

Tiba-tiba...

“Oek ... oek ...,”

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Sri Handayani

Sri Handayani

peran didka tidak mencerminkan sebagai seorang dokter

2023-06-06

0

Rinjani

Rinjani

dokter anak org kaya hahahah gmn klu pasin2nya pada bau hahah

2023-01-16

0

Kenyang

Kenyang

lnjut . 👍

2023-01-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!