Semua orang terbangun dari tidurnya, mereka berhambur keluar dari kamar. Siti dan suaminya geleng-geleng kepala sambil menutupi mata buah hatinya agar tak melihat pemandangan yang ada di hadapan mereka.
Rama tengah memeluk Diska dengan erat dalam tidurnya yang pulas. Diska tengah berusaha keluar dari lingkaran tangan Rama.
Melihat Diska yang tengah bersusah payah melepaskan diri dari adiknya, Siti memukul bahu Rama.
“Rama, bangun!” teriak Siti penuh emosi, dia kesal melihat sikap konyol adiknya.
Rama mengerjapkan matanya yang terasa masih berat karena dia benar-benar lelah.
“Ada apa sih, Kak?” tanya Rama tanpa bersalah.
“Lihat, apa yang sedang kau lakukan?” bentak Siti menunjuk ke arah Diska yang sangat marah pada Rama.
“Aaaaaa,” teriak Rama setelah dia menyadari apa yang dia lakukan terhadap wanita yang kini sedang berjuang melepaskan diri dari pelukkannya.
Rama sontak membuka lingkaran tangannya dari pinggang Diska. Dia merasa malu dan bersalah pada wanita yang tanpa disengaja telah dijadikannya sebuah guling, Diska langsung bangun dan berpindah menjauhi Rama.
Seketika suasana menjadi canggung, suami Siti bingung melihat Rama dan gadis yang berada di rumahnya, dia mengangkat alisnya melirik ke arah istrinya mempertanyakan siapa gadis yang bersama Rama.
Siti merasa tidak enak hati pada Diska, dia memilih untuk meninggalkan Rama dan Diska di luar. Siti menarik tangan suami dan anak-anaknya untuk kembali masuk ke dalam kamar.
Saat ini tinggallah Rama dan Diska di luar. Diska tak berani lagi merebahkan tubuhnya di samping Rama. Dia takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkannya. Akhirnya dia memilih duduk bersandar dekat jendela.
“Maafkan aku,”lirih Rama menundukkan kepala.
Dia menyadari kesalahannya yang berani memeluk gadis yang baru satu hari dikenalnya.
Diska hanya diam, dia sangat marah pada Rama. Seketika rasa kantuk mereka hilang begitu saja. Mereka pun berdiam diri hingga pagi datang.
Kukuruyuuuukkk...
Terdengar jelas di telinga mereka, ayam jantan telah berkokok menandakan pagi telah datang.
Siti keluar dari kamarnya untuk melakukan aktifitasnya di pagi hari. Dia mendapati Rama dan Diska mematung di tempat mereka masing-masing.
Siti menghampiri adiknya, “Rama, udah pagi sana sholat!” perintah Siti pada adiknya.
Rama pun langsung beranjak berdiri, dia melangkah keluar rumah. Sedangkan Diska masih diam menatap ke luar jendela.
“Diska, kamu mau shalat?” tanya Siti pada Diska.
“Hah? Shalat?” tanya Diska bingung.
Selama ini Diska tidak pernah tahu tentang shalat karena kedua orang tuanya tidak pernah mengajarinya untuk shalat.
“Maaf, apa kamu muslim?” tanya Siti hati-hati pada Diska.
“Iya, kak. Aku muslim.” Diska tampak tertegun, dia menatap kosong ke depan.
“Sebagai seorang muslim, kita wajib menunaikan ibadah shalat,” ujar Siti menasehati Diska.
“Iya, Kak.” Diska mengangguk paham.
“Yuk, ikut aku. Kita berwudhu dulu!” ajak Siti kepada Diska.
Kemudian, Diska pun mengikuti langkah Siti keluar dari rumahnya. Mereka melangkah ke sebuah kali kecil yang terdapat tidak jauh dari rumah Siti.
Di kali itu terdapat air sungai yang sangat jernih, para penduduk biasa menggunakan air kali untuk kehidupan mereka sehari-hari. Siti turun masuk ke dalam kali untuk berwudhu’.
“Ayo, sini!” Siti melambaikan tangannya untuk menyuruh Diska turun ke dalam kali.
Diska mencoba masuk ke dalam kali, walau sebenarnya dia masih canggung untuk melakukan hal itu. Dia mengikuti apa yang dilakukan oleh Siti. Paling tidak hal itu tidak membuat dia malu menjadi tontonan dua orang penduduk yang juga tengah berada di kali itu.
Mereka pun kembali ke rumah Siti setelah selesai berwudhu’. Di rumah Siti, Rama baru saja selesai shalat. Siti masuk ke dalam kamarnya, dia mengambil mukena dan sajadah untuk dikenakan oleh Diska.
Diska memakai mukena yang diberikan Siti, lalu dia mengikuti Siti shalat subuh. Ini adalah kali pertamanya dia menunaikan ibadah shalat seumur hidupnya kecuali shalat hari raya.
Setelah shalat subuh, Siti sibuk memasak dan mengurus kedua buah hatinya. Rama ikut membantu kakaknya. Sedangkan Diska hanya duduk sambil memainkan ponselnya. Dia tak tahu harus melakukan apa karena dia sendiri tidak mengerti dengan kondisi di rumah Siti.
Pada pukul 08.00 pagi kedua buah hati Siti sudah pergi ke sekolah, begitu juga dengan suaminya telah pergi ke kebun untuk bekerja. Rama dan Diska pun bersiap-siap untuk berangkat ke desa Tanjung, desa yang masih terbilang jauh dari desa Silaping.
Desa Tanjung merupakan, salah satu desa terpencil dan tertinggal di kabupaten Pasaman Barat propinsi Sumatera Barat.
Dari Desa Silaping masih membutuhkan perjalanan sekitar 25 km menuju desa Tanjung, Rama dan Diska akan berangkat menggunakan sepeda motor milik Rama.
Sebelum mereka berangkat, Rama telah menitipkan barang-barang Diska pada sahabatnya yang sengaja dimintanya datang untuk membawakan barang-barang Diska.
“Kak, marangkat ami jolo, (Kak, kami berangkat dulu, ya),” ujar Rama pada kakaknya.
“Olo, denggan maho di dalan, (hati-hati di jalan),” ujar Siti.
“Kak, aku pamit. Terima kasih atas jamuannya,” ucap Diska sopan.
“ Iya, jangan kapok kesini, ya!” sahut Siti.
“Kalau ada waktu, kamu main sama Rama ke sini,” ujar Siti senang.
Diska hanya melirik ke arah Rama, sedangkan yang dilirik malah salah tingkah.
“Ayo!” Rama melambaikan tangannya menyuruh Diska untuk naik ke atas sepeda motornya.
Diska menyalami Siti, lalu dia naik ke atas sepeda motor Rama. Lalu Rama pun melajukan sepeda motornya dengan kecepatan sedang. Di sepanjang perjalanan, Diska hanya diam. Dia tak tertarik untuk mengeluarkan suara emasnya.
Beberapa kali Rama mencoba meminta maaf atas kesalahannya, namun Diska tak menghiraukanya sedikit pun.
Setelah perjalanan mereka sekitar 5 kilometer dengan jalan yang masih bagus, Rama membelokkan sepeda motornya ke arah kiri. Dari simpang ini mulailah jalanan kerikil dan tanjakan yang tajam. Diska berusaha memegangi besi bagian belakang sepeda motor untuk bertahan agar tidak jatuh dengan medan yang mulai mengerikan.
Bagian kanan jalan terdapat perbukitan, dan bagian kiri jalan terdapat jurang yang dalam. Jantung Diska berdetak dengan kencang. Saat ini dia merasakan tengah naik rollercoaster tanpa menggunakan pengaman sedikit pun.
“Hei, kamu pegangan sama aku!” teriak Rama khawatir Diska terjatuh dari sepeda motornya.
Diska masih bersikeras untuk tetap memegangi besi bagian belakang sepeda motor. Dia enggan untuk memegang pinggang Rama, terlebih jika dia mengingat kejadian semalam.
Rama dengan susah payah mengendarai sepeda motornya, bukan dia tak mampu mengendarai sepeda motornya di jalanan kerikil bercampur tanah liat ini, medan yang dilewatinya saat ini telah rutin di laluinya setiap ada urusan desa yang di selesaikannya, tapi dia takut Diska terjatuh karena Diska tak mau sama sekali berpegangan pada pinggangnya.
Dengan penuh kehati-hatian, Rama melajukan sepeda motornya. Mendaki dan menurun mereka lalui. Namun di saat berada di pendakian yang di pinggir jalan terdapat sebuah sungai berarus deras, roda sepeda motor menggiling sebuah batu membuat Rama kehilangan kendali.
Mereka terjatuh dari sepeda motor, karena jalanan yang licin setelah hujan, Diska terpental ke arah sungai.
“Diska!” teriak Rama cemas.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Cahyaning Fitri
Pasaman Barat itu mana sih???
2022-09-07
2
Vee 11 Ang❤️
kok kaya bahasa Batak ya kak?
tadinya aku kira bahasa Minang.. hihi
2022-07-30
5
Kak Yuniah
keras kepala bgttt
2022-07-19
4