Hanna Dan Empat Keturunan Agung Surya
"Hanna Maira." Suara yang bisa kudengar saat ini tanpa bisa aku menjawab dengan baik.
"Silakan kamu maju dan jawab beberapa pertanyaan," ibu guru itu berucap sangat lebut bahkan aku merasa nyaman karena sikapnya tak terlalu jijik denganku.
"Makasih bu." Kataku dengan gerakan bibir tanpa suara dengan bahasa isyarat gerakan tangan.
Menulis beberapa rumusan dan sampai ke hasil nya lalu memberikan spidol itu pada guru lagi.
Melangkah ke kursi untuk kembali duduk.
Sebuah kaki menghalangi langkahku aku melihatnya. Menoleh kebelakang melihat guru sedang fokus memeriksa Jawabku.
"Kenapa? Gak bisa lewat lo?" Suara itu dari anak laki-laki yang gak akan pernah menyukaiku, ya namanya Firman dia selalu seperti itu menggangguku saat aku sedang nyaman atau diam.
Aku melangkah melewatinya. Sesuatu terangkat menghalangi kaki satunya lalu jatuh lutut lebih dulu membentur lantai sigap kedua tangan tepatnya telapak tangan menahan tubuhku.
Aku berdiri lagi setelah jatuh semua melihatku. Lalu Guru yang tadi memintaku maju menghampiri dan menjewar telinga Firman.
"Kamu itu bisa apa Firman, dia ini memang kekurangan, gak sepatutnya kamu seperti itu sama Hanna, Jika kamu di posisi dia apa kamu mau di ganggu terus!" Menekan dengan tegas. Melihat ekspresi Firman tak terima marah dan juga malu.
Firman berdecak kesal ia marah sambil melirikku, Aku melihat dan memperhatikannya yang sinis itu.
"Gak usah liatin gue!" Sentaknya membuatku kaget
"Firman!"
"Ibu lagi ngomong nak."Bu Lulu menatap marah Firman dengan nada di tahan tinggi.
"Bu." Panggilku dengan tepukan di lengan bu guru itu.
Bu lulu menoleh.
"Jangan di marahin gak papa kasian dia malu sama teman-teman nya." Kataku dengan bahasa isyarat gerakan tangan dan gerakan bibir tanpa suara.
"Liat Firman, Siapa yang bela kamu, Temen kamu? Orang yang kamu ganggu."
Suara bel terdengar.
Satu kelas yang tegang seketika mencair perlahan.
"Baiklah nak, sampai disini saja, ibu akhir.."
Setelah salam penutup lalu semua keluar kelas dari semuanya yang ada di kelas Firman duduk sendirian di kursi dekat jendela sebelahku dan dan dia meletakkan kepalanya diatas meja kepala samping dan telinga di alasi lengan kananya menghadap kiri.
"Gak usah meratiin gu, Gue minta maaf. Seneng lo gue dimarahin?"
Aku menunduk dan membuka bekal melihat ada dua roti isi seketika aku mendengar suara keroncongan perut orang lain.
Hanya ada aku dan Firman.
"Apa!" Katanya kesal saat aku menoel bahunya dan memebrikan bagian Roti isi ku padanya.
Seketika itu suara itu muncul lagi aku tersenyum.
Ia malah berdecak dan kembali tidur dengan kepala diatas meja dan tubuh duduk di kursi di tutup buku.
Baiklah, ia tak mau.
Sepulang sekolah Aku keluar lebih dulu sebelum Firman meletakkan sebungkus riti isi di atas mejanya.
Aku keluar mengintip dari jendela.
"Waah apaan nih.. Eh?" Ia sadar itu rotiku.
"Punya si bisu, Ogah ah...!" Ia tak mau mengambilnya.
Suara keroncongannya kembali terdengar.
Aku tersenyum melihat ekspresi malu-malu nya dan memakan iatu dengan pelan.
Lalu aku masuk dan memberikan segelas Air mineral siap minum dan pergi ganpa menatapnya.
Aku tahu ia memanggilku 'Hey..!'
Biarlah aku ikhlas memberikannya.
Antara Rumah dan sekolah jarak tak terlalu jauh aku tingga dekat sini dan hanya dengan jalan kaki aku akan cepat sampai.
Dari kejauhan aku melihat motor metik dengan warna hitam bertulis Biit itu melewatiku.
Aku tahu itu Firman.
Sampai di rumah sederhana ini aku masuk dan mengistirahatkan tubuh.
Sangat sederhana dan tak perlu banyak hal untuk bahagia tapi, temanku semua yang ada di kelas yang tak menganggapku ada mengatakan bahagia kalo punya sesuatu yang bagus, bahagia kalo punya orang tersayang tercinta bahgia kalo punya uang dan kekayaan berlimpah.
Tapi, bahagiaku adalah Aku lebih suka menyendiri tanpa teman, bagiku teman adalah sosok sempurna dan terbaik dan tak pantas dengan sosok yang tidak sempurna seperti diriku itu akan menyulitkan temanku dalam segala hal aku tak mau sampai menyusahkan orang lain makannya aku harus bisa mandiri.
Smpku di mulai di Smp negeri 104, disana hanya akus eorang yang memiliki label tak bisa bicara dan menggunakan alat bantu dengar, hanya aku seorang yang menggunakan bahasa isyarat. Dengan keterbatasan diri yang aku punya aku harus percaya diri walau kadang rasa ingin menyerah besar dalam hatiku.
Masuk pagi pulang terakhir.
Aku mengerjakan tugas kelompok secara individu.
Teman-temannya disana pun cuek tak ada yang menganggapku ada, baguslah aku pikir begitu jadi, tinggal belajar sekolah dan lulus.
Hari ini aku masuk sekolah dengan pakaian olah raga dan aku akan ikut olah raga juga tapi, di lapangan.
Pak guru mapel Penjas dan olahraga melarangku karena Asma yang aku punya.
Melihat mereka bermain basket membuatku ingin juga.
Ada bola mengelinding di sampingku.
Firman tiba-tiba datang menghampiri mengambil bola sambil menatapku tajam.
Aku takut, mengalihkan saja pandangan ku dari mata dan wajahnya.
"Man, lo main gih sama si bisu... pak Reto nyuruh lo aja, kita mau ambil matras."
Aku dengar itu.
Tatapanku menatap ounggung firman dari balutan kaos olah raga berwarna biru lis hitam lengan hitam pendek ada lis biru dongker pada celana panjang hitam gelap.
"Lo, main?"
Aku berdiri dari kursi tribun dan turun kebawah.
Tiba-tiba tangan Firman memegang tanganku menjaga agar aku tak jatuh.
Aku tersenyum tipis malu.
Seketika ia melempar bolanya.
Terkejut dan langsung menangkapnya.
"Fokus lo, sebentar aja, jangan kecapean lo."
Tersenyum lebar mengangguki ucapannya.
Saat aku bermain sudah lama dengan Firman Pak guru datang.
"Hanna kamu ujian praktek nanti sepulang sekolah ya sebentar aja. Firman temankan dia nanti sepulang sekolah."
"Lah.. kok saya pak!"
"Ngabantah teros.. nurut aja sekali bangga saya sama kamu, Ketua kelas ketua osis.. buat saya pening aja."
Omelan banyak lagi yang mendiri Firman.
Pak Reto memang galak, Aku saja takut Firman sebenarnya anak bandel dan ia tak takut makannya bisa mengelak langsung.
"Hanna kamu sama firman temuin saya sepulang sekolah."
Kami berdua mengangguk saja.
Hari-hari berlalu sejak kejadian kejahilan dan pertama kali di tegur bu Lulu sampai setiap ujian praktek olah raga aku selalu di minta dengan Firman mau tak mau.
Firman malah sering mengajakku pulang sekarang.
" Ciee pacaran ama Bisu.. langgeng ya," ejek salah salah satu temannya.
Aku malu mundur dan menoleh tak enak pada Firman yang memasang wajah kesal dan cueknya.
"Bodo amat, Dia pinter gue juga untung deket ama dia nilai gue lebih bagus."
Aku sedikit kaget, firman membelaku, walaupun terdengar seperti pemanfaatan.
Setelah diantar sampai depan rumah aku turun dan mengatakan terimakasih dengan menulisnya di buku kecil yang aku buat. Ya, sekarangs etelah aku dekat dengan Firman ia memintaku menggunakan tulisan Firman tak seberapa paham dengan bahasa isyaratku.
"Iyaa sama-sama."
"Masuk gih lo sana, Gue langsung balik kek biasa oiya, Lo tinggal sendiri emang?"
Firman tiba-tiba menanyakan hal itu aku menatap kanan kiri dan menulis agak banyak disana Firman juga melihatku menunggu apa yang aku tulis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments