(Pov Hanna Maira)
Sepulang sekolah aku kembali bersama dengan Daven dan kami saling bicara tak banyak sih wakaupun hanya menjelaskan dan menanyakan beberapa hal.
Aku yang mendengarkan Daven bercerita menjelaskan sedikit. Aku juga merasa senang dan kagum.
Bagimana tidak kagum jika Davendra begitu baik dalam menjelaskan beberapa pertanyaan.
"Dan kuping lo, dah baik?" Dia bertanya atas kejadian kemarin sekarang.
Kurasa ini membaik, ucapku dalam hati sambil memegang telinga yang kemarin agak sakit.
"Baik aja lumayan," tulisku di buku kecil dan memperlihatkan langsung pada Davendra.
"Lo bisa pake bahasa isyarat?"
Aku mengangguk dengan cepat.
"Bahasa isyarat aja gue mau lo gak apa-apa cape nulis, atau lo punya hp."
Obrolan kami berhenti dan di kejutkan dengan suara kelakson yang tiba-tiba.
Tiiin.
Aku kaget bersamaan dengan Davendra yang kangsung menoleh ke asal suara, didepan ternyata sebuah mobil mersedes mewah dan Suv itu terparkir menghalangi kami berdua untuk keluar gerbang.
Seolah aku memanggil penumpangnya bagian kursi belakang tiba-tiba kaca jendelanya di turunkan.
"Masuk Lo pulang kerumah di suruh Mami." Suara itu aku kenal.
Aku diam.
Aku menatap seseorang dari jendela mobil itu yang seketika itu tatapan mata kami bertemu.
Dan aku melihat wajahnya dengan kata-kata dalam hati yang hanya bisa ku bilang, Firman?
Tatapan kami sempat bertemu dan dia menutup lagi kaca mobilnya. Dengan cepat ia menutupnya seolah memang tak perduli dan tak kenal.
Aku berkhayal sekarang tapi, gak mungkin itu Firman. Ya, mungkin saja mereka hanya kebetulan mirip.
"Dia anak dari orang yang gak tahu terimakasih," ucap Davendra menjelaskan padaku tentang orang yang mirip Firman itu. Aku langsung mengangguk pelan tersenyum paksa seolah mengiyakan saja.
"Lo bisa balik sendirian? Gue mau ada urusan." Menjelaskan dan bertanya padaku seolah itu perlu dan apa yang bisa ku jawab.
Anggukkan pelan dan senyuman tipis.
Seketika itu ia membalas senyumanku.
Davendra tersenyum, sekejap aku seperti tersihir hingga senyum itu hilang dengan cepat berganti.
Hanya menganggukkan kepala saja dan Daven masuk ke dalam mobilnya meninggalkanku seolah tak kenal aku menatap mobil itu menjauh dan aku berjalan ke arah berlawanan.
Langkah kaki yang setiap langkah kupijak dengan pasti, kini ku pijak dengan rasa hampa dan rasanya ada yang kurang.
Ayolah terbiasa Hanna biasanya kan cuman sendiri.
Firman lalu Davendra gak masalah mereka juga pasti punya jalan hidup yang harus mereka lewati tanpa kamu dan mereka juga gak harus sama kamu terus.
Kata-kataku dalam hati menasehati diri sendiri.
Kembali pulang sendirian tak masalah.
Hari berlalu bangku ku kosong di tempat biasa Davendra duduk dan saat mulai kelas Davendra juga tak kembali.
Kemana Davendra ya, apa urusannya sesibuk itu dan apa ia juga bukan orang sembarangan.
Sudahlah.
Bel istirahat terdengar semua temans atu kelas keluar kelas dan Istirahat di kantin.
Hari ini dan sebelumnya aku akan tetap memilih di kelas diam saja, tetap di kelas untuk tidak keluar dan kekantin dan setiap istirahat aku juga di kelas, ya kan.
Saat ini mungkin tidak jajan dulu, aku tidak sarapan dan uang bulanan menipis butuh tambahan uang tapi, hasil menulis onlineku lewat hp hadiah Firman belum cair dan aku harus hemat.
"Han.." Suara asing menghampiri laku memberikan roti dan sebotol air minum.
"Lo pasti laper, kita gak tega!"
"Yoga beli roti gue beli airnya, makan minum lo, jangan bilang ke anak-anak." Kata Erlangga.
Ya, Erlangga dan Yoga mereka baik tapi, mereka akan malu dan marah kalo ketahuan yang lain. Mereka juga sering mengajakku ngobrol saat kelas sepi dan saat Davendra tak ada. Ya sama seperti sekarang.
"Makasih." Kataku dengan bahasa isyarat.
Erlangga membalasnya dengan anggukkan dan begitu juga yoga. Mereka mengerti, aku terkejut dan agak senang.
"Lo deket banget ama Daven? ada hubungan apaan lo?" Tanya Yoga tiba-tiba.
"Iyaa, Han.. Daven sering bener meratiin lo tiap jam pulang sekolah," ucapan Erlangga terdengar aneh.
Enggak mungkin kalo Davendra memperhatikan ku mungkin dia lagi memperhatikan orang lain dan gak boleh bawa perasaan dalam pertemanan ini, Ayolah Hanna.
Aku gak bisa seneng dulu mungkin, apa yang Firman doakan memang jadi kenyataan.
Aku menggeleng langsung sebagai jawaban.
Erlangga mengangguk dan duduk membuka ponsel.
Mereka tak pergi dan duduk di kursi depanku.
Yoga seketika menatapku.
"lo gak punya hp Han?"
Aku mengeluarkan nya.
Mereka menganggukkan kepala dan aku kembali memasukkannya.
"Masalahnya gue perhatiin lo lebih sering pake buku kecil ama pena kalo ngobrol sama Davendra, asal lo tahu kita sama Yorna itu, yang pernah ngbuli lo sampe kuping lo berdarah trus lo di bawah Daven ke uks itu kita satu smp."
Aku mulai serius mendengarkan dengan kedua tangan diatas meja dan menatap keduanya.
"Davendra dulu itu pendiam." Kata Yoga.
"Dia juga gak pernah mau sosialisasi sama temen sekelas."
"Yaa, Erlan sering ngajak dia Tapi, jawabannya, enggak ogah gue males atau kadang lo berdua aja!"
Aku tersenyum.
Pembicaraan mereka menceritakan Davendra sepertinya mereka ingin kembali dekat dengan Davendra melalui aku dan mereka tanpa sadar sering bilang kalo mereka itu sering memperhatikanku bicara dengan Davendra hanya menggunakan buku kecil dan pena.
Aku diam saja saat keduanya antusias.
Tiba-tiba datang Yorna dan dua teman lainnya.
Mereka hanya menatap Erlangga yang pura-pura bicara dengan Yoga dan tak mengurusiku.
Aku paham kode itu untuk pura-pura tak kenal.
"Aduh.. bisu tanpa pawang jadi apa gaees...!"
"Lo sendirian butuh temen?"
"Kita bisa bantu."
Kata mereka saling melempar kalimat padaku.
Aku menatap yang paling cantik dan menonjol wajahnya dengan kulit putih cerahnya.
"Lo bisa gak, ngejauh dikit dari Davendra keknya dia alergi dan sakit makannya dia dah beberapa hari gak masuk itu karena Lo, bisu!"
Seketika aku diam menatap ketiganya dan tiba-tiba yang paling cantik di antara mereka berdiri dan membanting buku tulis catatanku didepan tanganku yang terlipat diatas meja.
"Dah lah gak asik gue gak mood pergi aja kah, dia juga gak lagi menarik kita gangguin."
Seketika ketiga nya berlalu pergi.
Berhenti mereka tiba-tiba didepan kelas.
"Kalian berdua ngapain, ngobrol ama bisu? Gila kalian!" Katanya yang terlihat sering mengemut permen gagang.
Lalu tertawa seperti itu sangat lucu.
Aku menunduk kembali meletakkan kepala diatas meja dan kelas pun kembali di mulai.
Setiap jam pelajaran aku dengan fokus memperhatikan tapi, kenapa aku merasa harus menoleh ke sebelah kiri terus ya.
Sudahlah.
Lama-lama aku frustasi juga belum tentu aku bertanya bagaimana Davendra dalam hati. Davendra juga akan bertanya bagaimana kabarku dalam hatinya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments