"Hanna Maira." Suara yang bisa kudengar saat ini tanpa bisa aku menjawab dengan baik.
"Silakan kamu maju dan jawab beberapa pertanyaan," ibu guru itu berucap sangat lebut bahkan aku merasa nyaman karena sikapnya tak terlalu jijik denganku.
"Makasih bu." Kataku dengan gerakan bibir tanpa suara dengan bahasa isyarat gerakan tangan.
Menulis beberapa rumusan dan sampai ke hasil nya lalu memberikan spidol itu pada guru lagi.
Melangkah ke kursi untuk kembali duduk.
Sebuah kaki menghalangi langkahku aku melihatnya. Menoleh kebelakang melihat guru sedang fokus memeriksa Jawabku.
"Kenapa? Gak bisa lewat lo?" Suara itu dari anak laki-laki yang gak akan pernah menyukaiku, ya namanya Firman dia selalu seperti itu menggangguku saat aku sedang nyaman atau diam.
Aku melangkah melewatinya. Sesuatu terangkat menghalangi kaki satunya lalu jatuh lutut lebih dulu membentur lantai sigap kedua tangan tepatnya telapak tangan menahan tubuhku.
Aku berdiri lagi setelah jatuh semua melihatku. Lalu Guru yang tadi memintaku maju menghampiri dan menjewar telinga Firman.
"Kamu itu bisa apa Firman, dia ini memang kekurangan, gak sepatutnya kamu seperti itu sama Hanna, Jika kamu di posisi dia apa kamu mau di ganggu terus!" Menekan dengan tegas. Melihat ekspresi Firman tak terima marah dan juga malu.
Firman berdecak kesal ia marah sambil melirikku, Aku melihat dan memperhatikannya yang sinis itu.
"Gak usah liatin gue!" Sentaknya membuatku kaget
"Firman!"
"Ibu lagi ngomong nak."Bu Lulu menatap marah Firman dengan nada di tahan tinggi.
"Bu." Panggilku dengan tepukan di lengan bu guru itu.
Bu lulu menoleh.
"Jangan di marahin gak papa kasian dia malu sama teman-teman nya." Kataku dengan bahasa isyarat gerakan tangan dan gerakan bibir tanpa suara.
"Liat Firman, Siapa yang bela kamu, Temen kamu? Orang yang kamu ganggu."
Suara bel terdengar.
Satu kelas yang tegang seketika mencair perlahan.
"Baiklah nak, sampai disini saja, ibu akhir.."
Setelah salam penutup lalu semua keluar kelas dari semuanya yang ada di kelas Firman duduk sendirian di kursi dekat jendela sebelahku dan dan dia meletakkan kepalanya diatas meja kepala samping dan telinga di alasi lengan kananya menghadap kiri.
"Gak usah meratiin gu, Gue minta maaf. Seneng lo gue dimarahin?"
Aku menunduk dan membuka bekal melihat ada dua roti isi seketika aku mendengar suara keroncongan perut orang lain.
Hanya ada aku dan Firman.
"Apa!" Katanya kesal saat aku menoel bahunya dan memebrikan bagian Roti isi ku padanya.
Seketika itu suara itu muncul lagi aku tersenyum.
Ia malah berdecak dan kembali tidur dengan kepala diatas meja dan tubuh duduk di kursi di tutup buku.
Baiklah, ia tak mau.
Sepulang sekolah Aku keluar lebih dulu sebelum Firman meletakkan sebungkus riti isi di atas mejanya.
Aku keluar mengintip dari jendela.
"Waah apaan nih.. Eh?" Ia sadar itu rotiku.
"Punya si bisu, Ogah ah...!" Ia tak mau mengambilnya.
Suara keroncongannya kembali terdengar.
Aku tersenyum melihat ekspresi malu-malu nya dan memakan iatu dengan pelan.
Lalu aku masuk dan memberikan segelas Air mineral siap minum dan pergi ganpa menatapnya.
Aku tahu ia memanggilku 'Hey..!'
Biarlah aku ikhlas memberikannya.
Antara Rumah dan sekolah jarak tak terlalu jauh aku tingga dekat sini dan hanya dengan jalan kaki aku akan cepat sampai.
Dari kejauhan aku melihat motor metik dengan warna hitam bertulis Biit itu melewatiku.
Aku tahu itu Firman.
Sampai di rumah sederhana ini aku masuk dan mengistirahatkan tubuh.
Sangat sederhana dan tak perlu banyak hal untuk bahagia tapi, temanku semua yang ada di kelas yang tak menganggapku ada mengatakan bahagia kalo punya sesuatu yang bagus, bahagia kalo punya orang tersayang tercinta bahgia kalo punya uang dan kekayaan berlimpah.
Tapi, bahagiaku adalah Aku lebih suka menyendiri tanpa teman, bagiku teman adalah sosok sempurna dan terbaik dan tak pantas dengan sosok yang tidak sempurna seperti diriku itu akan menyulitkan temanku dalam segala hal aku tak mau sampai menyusahkan orang lain makannya aku harus bisa mandiri.
Smpku di mulai di Smp negeri 104, disana hanya akus eorang yang memiliki label tak bisa bicara dan menggunakan alat bantu dengar, hanya aku seorang yang menggunakan bahasa isyarat. Dengan keterbatasan diri yang aku punya aku harus percaya diri walau kadang rasa ingin menyerah besar dalam hatiku.
Masuk pagi pulang terakhir.
Aku mengerjakan tugas kelompok secara individu.
Teman-temannya disana pun cuek tak ada yang menganggapku ada, baguslah aku pikir begitu jadi, tinggal belajar sekolah dan lulus.
Hari ini aku masuk sekolah dengan pakaian olah raga dan aku akan ikut olah raga juga tapi, di lapangan.
Pak guru mapel Penjas dan olahraga melarangku karena Asma yang aku punya.
Melihat mereka bermain basket membuatku ingin juga.
Ada bola mengelinding di sampingku.
Firman tiba-tiba datang menghampiri mengambil bola sambil menatapku tajam.
Aku takut, mengalihkan saja pandangan ku dari mata dan wajahnya.
"Man, lo main gih sama si bisu... pak Reto nyuruh lo aja, kita mau ambil matras."
Aku dengar itu.
Tatapanku menatap ounggung firman dari balutan kaos olah raga berwarna biru lis hitam lengan hitam pendek ada lis biru dongker pada celana panjang hitam gelap.
"Lo, main?"
Aku berdiri dari kursi tribun dan turun kebawah.
Tiba-tiba tangan Firman memegang tanganku menjaga agar aku tak jatuh.
Aku tersenyum tipis malu.
Seketika ia melempar bolanya.
Terkejut dan langsung menangkapnya.
"Fokus lo, sebentar aja, jangan kecapean lo."
Tersenyum lebar mengangguki ucapannya.
Saat aku bermain sudah lama dengan Firman Pak guru datang.
"Hanna kamu ujian praktek nanti sepulang sekolah ya sebentar aja. Firman temankan dia nanti sepulang sekolah."
"Lah.. kok saya pak!"
"Ngabantah teros.. nurut aja sekali bangga saya sama kamu, Ketua kelas ketua osis.. buat saya pening aja."
Omelan banyak lagi yang mendiri Firman.
Pak Reto memang galak, Aku saja takut Firman sebenarnya anak bandel dan ia tak takut makannya bisa mengelak langsung.
"Hanna kamu sama firman temuin saya sepulang sekolah."
Kami berdua mengangguk saja.
Hari-hari berlalu sejak kejadian kejahilan dan pertama kali di tegur bu Lulu sampai setiap ujian praktek olah raga aku selalu di minta dengan Firman mau tak mau.
Firman malah sering mengajakku pulang sekarang.
" Ciee pacaran ama Bisu.. langgeng ya," ejek salah salah satu temannya.
Aku malu mundur dan menoleh tak enak pada Firman yang memasang wajah kesal dan cueknya.
"Bodo amat, Dia pinter gue juga untung deket ama dia nilai gue lebih bagus."
Aku sedikit kaget, firman membelaku, walaupun terdengar seperti pemanfaatan.
Setelah diantar sampai depan rumah aku turun dan mengatakan terimakasih dengan menulisnya di buku kecil yang aku buat. Ya, sekarangs etelah aku dekat dengan Firman ia memintaku menggunakan tulisan Firman tak seberapa paham dengan bahasa isyaratku.
"Iyaa sama-sama."
"Masuk gih lo sana, Gue langsung balik kek biasa oiya, Lo tinggal sendiri emang?"
Firman tiba-tiba menanyakan hal itu aku menatap kanan kiri dan menulis agak banyak disana Firman juga melihatku menunggu apa yang aku tulis.
Firman menatapku serius sejak awal pelajaran sampai akhirnya jam pelajaran berkahir.
Lalu sampai pulang sekolah Firman selalu menatapku dengan mata tajam mengawasi.
Aku biasa saja, toh itu tak terlalu mengganggu jika aku tak menhanggapnya.
Aku melihat kanan kiri saat akan menyebrang, entah kenapa aku sangat ingin makan jeruk dan di sebrang sana ada mobil bak mengangkut banyak macam buah.
Sebuah tangan besar dingin bau parfum yang aku kenal, dia bersiri di sampingku.
Firman?
Kenapa dia?
Kupikir dia akan akan menjauhiku setelah tahu aku siapa.
"Lo gak bisa sendirian terus sorry gue gak peka, Kita bisa lebih deket, teman juga gue mau sama lo gak masalah."
Tiba-tiba tangannya menarikku untuk menyebrang. Sampai di sebrang aku berdiam diri melihat Firman memilih mencium bau buah-buahan nya.
"Lo mau buah apa?"
Aku langsung melangkah ke jeruk berwarna segar itu dan masih di bukus pelastik warna hijau seperti mentah tapi, aku pernah makan itu manis dan segar.
"Berapa?"
Aku mengacungkan buku kecil yang lama tak ku buka karena Fiman yang tak mengajakku sering-sering.
"Satu kilo aja."
"Bang beli Satu kilo, Apelnya setengah buah naga nya dua biji aja, Suka semangka gak?" Aku mengerjap.
Eh kok banyak banget.
Menepuk tangannya.
Firman menoleh.
"Gak papa ini buat lo jatah lo kalo lo suka, Mangga? Manggis?"
Ya ampun, Firman dia buat aku malu. Ada banyak buah yang dia beli dan abangnya sampai membawa kotak kardus untuk itu.
"Banyak mas mau acara apa?"
"Gak papa bang, biasa temen saya ini jarang makan buah dia lagi suka jadi bisa nanti dianter aja ke alamat ini taro deket bangku diatas meja bilang ke tetangga kalo itu buahnya Hanna Maira."
"Oh iyaa siap mas, makasih mas.. tapi, masnya pulang jam berapa kalo gak pas barengan masnya keluar sekolah aja saya agak takut buahnya kenapa-kenapa karena kami gak pernah ngirim..."
"Iyaa gak papa Bang."
Setelah pulang sekolah Firman memembantu Hanna merapikan buah didalam kulkas kecilnya.
"Liat penuh!" Menunjuk dengan mata kesal kearah Firman tanpa suara.
Firman terkekeh.
"Gak papa buat lo, Dan secara lo sebulan sekali gak pernah di tengok mereka, Mereka buang lo atau lo?"
Aku menggeleng.
Firman duduk disampingku.
"Lo beruntung hidup lo bisa tenang dan mungkin ada gak enaknya sedikit tapi, gue gak akan pernah mudah ngejalanin hidup gue walaupun gue sendiri, setiap saat gue mau menyerah..."
Firman menceritakan tentang dirinya yang terlilit hutang hingga salah satu orang tuanya harus bunuh diri lalu ibunya bekerja sebagai wanita malam mendapatkan uang dan membayar hutang, saat hutang lunas ibunya bunuh diri ia sendirian bersama adiknya tapi, setelah ia setahun di tinggal ibunya setahun saja ia bersama adiknya. Saat ia kembali pulang dari sekolah adiknya di culik lalu di temukan sehari setelahnya dengan dengan tubuh kaku tanpa organ penting hati jantung dan ginjal hilang bahkan beberapa kulit nya juga hilang.
Aku sangat tak bisa bayangkan betapa sedih dan terpuruknya Firman selama ini.
Setelah kejadian dalam hidupnya seseorang menawarkan diri menjadi walinya sekarang Firman masih bisa sekolah karena orang baik itu.
"Maaf aku gak bisa bantu dan temenin kamu saat itu..."
"Hah.. ya gak masalah kali Han, Lo dah sama aja dengerin cerita panjang gue dari awals ampe akhir dan ya, Lo mau sma dimana kita temen lama lo masih malu dan takut ama gue."
Iya benar, kita teman berbagi pengalaman hidup tidak sama rasa.
Aku yakin siapapun perempuannya nanti Hanna pasti yakin ia yang akan menjadi orang paling bahagia bagi Firman.
"SMA Garuda." Tulisku pada buku kecil dan senyuman di wajah.
"Oh.. Gue kayaknya balik kekampung halaman sekolah disana dan ya, Lo bisa simpen ini dari gue?" Memberikan sesuatu dan membuatku terdiam.
"Ini gak seberapa tapi, orang yang jadi wali gue kenal sama lo dan dia kasih inj ke gue minta pake nama gue aja ngasihnya."
"Awalnya gue gak mau gak enak tapi, ya gue juga harus mau sih..."
Aku menerimanya dan mengangguk.
Sampai jam sembilan malam Firman baru pulang dari rumahku dan ia juga sempat mengatakan salam padaku agar harus punya teman lagi satu saja.
Aku mengangguk saja.
Memang hitungan hari kelulusan kita di Smp, gak di sangka waktu cepat sekali berlalunya sudah hampir ujian kelulusan didepan mata lalu berpisah dan sekolah di sekolahan baru lagi.
Saat ini ujian kelulusan akan segera berlangsung sedikit gugup tapi, tiga hari akan mudah, aku percaya.
Sampai tiga hari itu terlewati dan aku juga tak melihat Firman ya mungkin dia di kelas lain karena kita duduk di urutan absen dan jarak ku dengan absen nama Firman jauh belum nama F lainnya di atasku.
Di hari kedelapan setelah ujian kelulusan memang hari bebas tanpa pelajaran dan bisa saja berangkat hanya cek kehadiran.
Aku yang sedang berjalan didepan dekat lapangan basket melihat Firman dengan berlari menggunakan kaos biasa.
Lalu masuk kedalam lapangan indor dan mengambil bola.
Aku sendirian disini ia tak sadar.
"Broo.. lo deketin anak itu, nilai lo lumayan, gimana Lo juga pacarin dia?"
"Iyaa.. lumayan lah dia manis masih gadis dan ya walaupun bisa cantik." Kata Firman menyahuti ucapan temannya.
"Buset gak jauh itu, Lo kalo maen ama dia di jarak aman dong jangan nafsu," ucapnya teman lainnya.
"Masih Smp lo pada mikirin apa hem!" Kata Firman sambil melirik kearahku tiba-tiba.
Yaa walaupun Smp dan masih kelas tiga dan akan lulus kami semua angkatanku tak ada yang terlihat anak-anak lagi beberapa tinggi beberapa tampan cantik bahkan bentuk tubuh nya pun terlihat.
"Maen gak..." Ajak teman Firman lainnya.
Aku diam saja di sudut tribun sampai aku mengantuk dan tertidur di bangku tanpa sadar.
"Bangun lo mau sampe jam berapa disini?"
Perlahan mataku terbuka.
Suara berat yang terdengar asing tapi, ia Firman wajahnya keringat dan kusam kulit Firman itu sawo matang potongan rambutnya under cut dan tipis bagian atas.
"Lo suka gue kalo kelamaan ngeliatin gue."
"Han... Lo serius mau Sma di Garuda?"
Aku menganggukkan kepala.
"Kenapa sebanyaknya Sma di jakarta lo milihnya Garuda dia kan di jakarta pusat dan kebun jeruk ke jakarta pusat itu gak sama cara bertahan hidupnya..."
"Gak papa Firman disana aku dah daftar dan keterima aku masuk pake nilai, kalo di jakarta pusat jarakku ke priuk deket." Memperlihatkan tulisan yang yang aku tulis sebelum Firman menyelesaikan ucapannya.
Firman menatapku seketika menunduk berdiri dan menjauh begitu saja.
Aku sekarang sendirian di tribun lapangan dalam.
Hari pertamaku masuk sekolah SMA.
Beberapa hari sebelumnya aku sempat mencari dulu rumah untuk kost dan kebetulan dapat kost campur. Tak masalah ibu kosnya juga lumayan baik walau penghuninya yang lain tidak seperti itu.
Aku yang terlihat berbeda di mata mereka, itu hal biasa buatku pelan-pelan aku bisa lebih biasa lagi.
Aku yang sudah siap akan berangkat sekolah menatap diri di cermin.
Aku sebenarnya tak berniat sekolah SMA disana tapi, karena keberuntungan dan kebetulan aku bisa masuk SMA Garuda.
Maka jalani saja, mungkin ini akan sama seperti Smp, tatapan benci aneh tak suka jijik heran penasaran atau tatapan dua muka.
Firman waktu itu gak lagi mendatangi, bicara atau mengajakku pulang bersama.
Sudah aku lepaskan dia untuk pergi, mungkin pertemanan kita cuman sampai SMP saja.
Pagiku di mulai hari ini saat langkah kaki keluar dari pintu rumah aku berjalan dengan riang dalam hati tentunya tak aku tunjukkan.
Baru saja keluar mengunci pintu Tiga perempuan dengan seragam sama berdiri di sana menatapku yang mengenakan seragam SMA Garuda.
Aku mengangguk tersenyum lalu berjalan pergi.
Sampai sekolah aku langsung bisa melihat barisan murid baru yang berkumpul di lapangan dengan seragam dan atribut sama denganku beda dengan yang senior.
Kami menggunakan selayer biru sebagai penanda kami murid baru dan ya, beberapa di gunakan tidak di lengan atas melainkan di ikat pinggang di pergelagan tangan, atau menjadi bandana.
Aku berjalan kaki menuju halaman sekolahan yang banyak berbaris anak. Bersama anak baru yang mengajakku.
Akhirnya sampai dalam barusana mendengarkan pengumuman mulai dari osisnya lalu suara seorang kepala sekolah yang bicara dengan nada sedikit medok jawanya.
Awalnya emang ada Mosnya tapi, kepala sekolah malah bilang sekolah Sma Garuda tak mengatakan ada Mos ini mirip seperti sekolahan lain melainkan seperti Mos yang hanya mendengarkan pengumuman dan menjalan beberapa tata tertib sekolah selama seminggu dan tidak ada pelajaran selama seminggu melainkan perkenalan diri atau kelompok individu lalu di lanjut pengenalan sekolah dan bermain bersama anggota osisi yang sudah menyusun agendanya .
Dari banyak penjelasan kepala sekolah aku tak mendengarkan semua dan mengingat semuanya.
Mungkin beberapa ingat tak lama lalu hilang.
Nama di sebut kan sesuai kelasnya aku masuk kelas yang sama dengan anak baru yang menyapa dan mengajakku.
Seketika tatapan mataku tak sengaja melihat nya, Laki-laki dengan tinggi badan melebihiku rambut hitam dan warna mata sedikit kuning emas lalu wajah sangat tampan rahangnya begitu tegas hidung mancung. Waah ini pasti orang mengira di bukan anak SMA.
Tatapan mataku langsung kualihkan ketika matanya semakin tajam menatapku, aku baru sadar dari lamunan, huh memalukan.
Suara bel berbunyi aku mulai bersiap. Tak lama semua teman-teman kelasku masuk dan duduk di kursi yang mereka mau.
Saat satu kursi di sebelahku kosong aku senang apa aku akan duduk sendirian lagi.
Tapi, tas yang tiba-tiba di letakkan kasar dan seorang lelaki duduk dengan kasar. Di sampingku.
Tidak jadi sendirian!
Kelas dimulai.
"Baiklah Anak-anak kita mulai hari pertama kita dengan berkenalan sekarang kenalkan nama kalian masing-masing dengan maju satu persatu ke depan kelas."
Semua di mulai dari kursi kanan paling depan dan seterusnya sampai giliran aku yang maju semua menatapku. Mengatakan mereka tak pernah melihat atau mengenalku. Bahkan membicarakan artis influencer atau artis dari sosial media yang terkenal atau muncul di televisi bahkan membicarakan fisik ku.
Aku tetap tenang melangkah dan memberikan tulisan agak besar di papan tulis. Tak lupa mengatakan lewat bahasa isyarat pada guru didepan juga semua teman.
"Oh iya.. silakan Hanna," ucapnya dengan sangat ramah.
"Namaku Hanna Maira."
Tulisan itu ku biarkan dan menulis lagi bawah dari mana Sekolah menengah pertama dan juga dimana aku tinggal sekarang lalu hobi dan juga warna kesukaan, hitam. Tak lupa bahasa isyarat.
Seketika teman sebangku menatapku tajam dan semua teman sekelas yang melihatku saling berbisik dan saling melirik.
Apa aku mengenal mata tajam itu, Ya ampun aku lupa dia yang sama menatapku tajam saat aku di lapangan tak sengaja menatapnya.
Aku tahu kesan pertama orang melihatku akan seperti ini tapi, anak laki-laki itu berbeda.
"Anak-anak! Hanna Maira ini tinggal sendirian dia sangat mandiri, dia pernah Smp di Smp 104, Hanna anak yang pintar karena dari Smp 104 hanya Hanna yang bisa masuk kemari, Semoga kalian bisa berteman dengannya, Hanna silakan duduk," ucap guru perempuan itu dengan sangat baik dan ramah ia tahu suasana depan kelas di tatapan sedemikian tak membuatku nyaman.
Aku melangkahkan kaki untuk berjalan mendatangi bangku ku dan saat sampai di bangku aku duduk dengan pelan bahkan tanpa suara, seperti aku takut mereka di sebelahku terganggu.
Sekarang gantian teman sebangku sebelahku.
Aku memperhatikannya.
"Davendra Aditiya Prabu, Sekian terimakasih," ucapnya sangat kaku dan langsung tanpa basa basi, kembali duduk di sampingku.
"Huuh.. Anak yang punya Sekolah," ucap seorang siswa sangat heboh.
Davendra namanya, Aku tak tahu jika nama itu di pakai orang biasa dan seperti yang ku tahu jika biasanya di pakai oleh orang tertentu.
Sudahlah untuk apa aku menanggapi lebih, biarkan saja.
Kelas berlangsung saat pembagian kelompok mereka semua mendatangi mejaku dan mendorongku menyingkir.
Jatuh!
Kembali berdiri sendiri da, sebuah kesunyian datang aku menepuk tangan dan rok hingga mengangkat wajahku.
"Lo satu kelompok ama Daven!" Kata seorang perempuan dengan wajah cukup manis.
Aku mengerjap.
Yang menjadi kelompok ku malah diam duduk tegap sekilas menoleh kearahku.
Aku kembali duduk.
Ia menggeser buku dengan tulisan yang ia tulis barusan sepertinya.
"Lo bawa apa yang gak gue tandain jangan lupa!"
Aku mengangguk dan menggeser bukunya.
Di esok harinya aku membawa apa yang kemaren Davendra bilang suruh aku bawa apa yang harus ku bawa hari ini.
Datang dan duduk lalu memperlihatkan pada Davendra yang bermain ponsel.
Dia menoleh padaku saat melihat semua barang atribut semacam barang bekas bisa daur ulang tali dan bola.
Daven seketika menyimpan ponselnya mengambil sesuatu di tasnya dan mulai membuat sesuatu.
Dan hasilnya adalah karya yang begitu unik.
Apa anak ini sangat-sangat cerdas ya.
Kelas dimulai.
Semua masuk kelas membawa barang mereka yang sudah jadi aku yang baru saja membuang sampah dari hasil kerja keras Daven.
"Waah.. apa ini? Daven kamu mengerjakannya di sekolah."
Semua menatap kearah kami. Saat itu Daven melirikku.
"Ini kerja kelompok pak bukan kerjaan saya, Hanna juga ada."
Pak guru utu meringis melihat hasil karya Devan unik dan beda dari lainnya.
Bisik mulai terdengar mengatakan kalo Aku tak bisa melakukan apapun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!