Part 3

Selepas kepergian Rendi, Melodi terpaku di tempat. Perlahan air matanya mulai keluar. Membasahi rok yang ia kenakan. Ia terisak. Tak pernah terbayangkan kalau Rendi begitu tega padanya. Gema yang cepat tanggap situasi langsung memeluk Melodi. Mengusap punggung Melodi dengan lembut, menyalurkan ketenangan. Melodi menangis di bahu Gema. Tak peduli dengan orang-orang sekitar yang memperhatikannya.

"Kak Mel nggak apa-apa?" Tanya Beno seraya memegang tangan Melodi.

"Kakak baik-baik aja kok." Melodi menghapus air matanya, sebisa mungkin ia mengukir senyuman, berharap Beno tidak khawatir. Lalu melepas pelukannya dari Gema.

"Dari kapan dia berbuat gitu sama lo?" Tanya Gema. Melodi bisa melihat kilatan dari mata hitam cowok itu. Antara cemas dan marah, Melodi tak bisa mengidentifikasinya.

"Udahlah. Nggak usah dibahas."

"Lo salah Mel. Masalah kayak gini itu harusnya nggak lo pendam sendiri. Ayo cerita sama gue. Kali aja gue bisa kasih solusinya."

Sambil membereskan dagangan, Melodi berkata, "Bukan karena lo udah nolongin gue, gue bisa seenaknya cerita sama lo. Gue juga nggak yakin kalau lo orang yang bisa dipercaya. Kita baru kenal tadi Gema.."

"Emang, kita baru kenal. Tapi asal lo tahu, gue nggak seburuk yang lo lihat. Lagian, orang juga bisa saling suka dalam waktu beberapa jam."

Melodi melirik cowok di sampingnya, "Ini bukan soal jatuh cinta atau sejenisnya. Lebih tepatnya, gue nggak mau lo ikut campur ke dalam hubungan gue. Lo nggak sadar ya, kalau lo malah bikin tambah rumit segalanya." Melodi dan Beno hendak pergi, namun tiba-tiba Melodi merasa kepalanya pening. Ia hampir saja terjatuh kalau tidak ada tangan seseorang yang menangkapnya--lagi.

"Biar gue antar lo. It's okay kalau lo nggak mau cerita masalah lo apa."

"Nggak usah, gue bisa pulang sendiri." Tolak Melodi.

"Gue janji nggak akan nanya apapun lagi. Lo bisa anggap gue bukan Gema, tapi taksi online yang lo pesan. Gimana?" Gema sedikit berteriak, karena Melodi sudah terlampau jauh darinya.

Sebenarnya Melodi ingin menolaknya kembali, namun karena tubuhnya sudah terlalu lemas dan tak sanggup untuk melangkah ia terpaksa memenuhi permintaan Gema. Kebetulan Gema membawa mobil hari ini, sehingga Gema bisa mengantar Melodi dan Beno. Perkataan yang Gema lontarkan saat di alun-alun tadi rupanya benar. Gema tidak mengajak Melodi berbincang, hanya alunan musik aliran barat saja yang memecah keheningan di antara mereka. Jujur, Melodi tak mengerti dengan jalan pikiran Gema. Mengapa Gema bisa begitu baik padanya padahal Melodi tak pernah memberikan respon positif?

"Gue turun disini aja." Ucap Melodi setelah mobil Mitsubishi Xpander tiba di depan gerbang panti.

Gema hanya menganggukkan kepala. Kemudian melambaikan tangan pada Melodi. Tak ada kata apapun yang terucap dari mulutnya. Gema yang Melodi tahu banyak bicara ternyata bisa membungkam demi dirinya. Berbeda dengan Rendi yang selalu terus menerus bertanya di tengah Melodi sedang mengalami masalah. Bukannya memberikan solusi, melainkan memarahi Melodi. Mungkin memang benar, kalau pertemuan pertamanya buruk, maka kelanjutan hubungannya juga buruk. Begitulah menurut buku percintaan yang pernah Melodi baca.

Melodi masih ingat jelas, bagaimana ia bisa bertemu dengan Rendi dan menjalin hubungan sampai saat ini. Kala itu, Melodi hendak berjalan menuju apotik, namun tiba-tiba saja dompetnya dicopet.

"Copeeet, tolong copeeet.." Teriak Melodi.

Dari arah selatan, muncul seorang cowok yang masih mengenakan seragam SMAnya, berhenti tepat di samping Melodi berdiri.

"Ada apa mbak?" Tanya Rendi.

"Itu mas, dompet saya dicopet." Ucap Melodi dengan segala kepanikannya. Bukan apa-apa. Di dalam dompet itu ada lima lembar uang seratus ribu. Maka Melodi tak rela kalau uang itu hangus begitu saja.

Tanpa basa-basi, Rendi langsung mengejar pencopet tadi dengan motor ninjanya. Sementara Melodi mengucap doa supaya dompetnya bisa kembali ke tangannya.

Beberapa menit kemudian, Rendi kembali. Ia lekas turun dari motor dan menyerahkan dompet Melodi.

"Makasih ya!" Sahut Melodi kegirangan.

Bukannya membalas ucapan terimakasih Melodi, Rendi malah mengulurkan tangan, "Gue Rendi Permana, panggil aja Rendi."

"Gue Melodi Senja, panggil aja Melodi."

"Nama lo bagus, sesuai sama orangnya."

"Maksudnya?" Tanya Melodi kebingungan.

"Iya, lo itu cantik." Rendi mengembangkan senyum. Pipi tirus Melodi mendadak blushing, malu karena pujian Rendi.

"Oh ya, lo mau kemana? Biar gue anterin."

Melodi menggelengkan kepala, "Nggak usah, gue cuma mau ke apotik disana doang kok." Tunjuk Melodi ke gedung yang terletak di seberang jalan.

"Ya udah, biar gue anterin. Gue nggak bisa lihat cewek kesusahan. Apalagi cewek kayak lo." Rendi mengedipkan mata, membuat Melodi menjadi salah tingkah karena perbuatannya.

Akhirnya, Melodi menuruti keinginan Rendi. Selepas membeli obat, Rendi mengantar Melodi pulang. Tak ada respon negatif sama sekali saat Rendi tahu bahwa Melodi tinggal di panti asuhan.

"Mau mampir?" Tanya Melodi ketika dirinya sudah menapakkan kaki di gerbang panti.

"Lain kali aja deh. Soalnya gue ada jadwal latihan basket." Rendi memutar balik motornya. "Oh ya, jangan lupa cek isi dompet lo."

Melodi menautkan alis, sementara bibirnya sudah melengkungkan senyuman sedari tadi. Setelah memberikan obat yang Nilam suruh beli, Melodi kembali ke kamarnya. Ia penasaran dengan ucapan terakhir Rendi. Melodi membuka dompetnya, mengecek isi-isi di dalamnya. Uangnya masih utuh. KTP dan ATM juga masih ada. Foto yang ia pasang juga ada.

"Maksud Rendi apa ya?" Tanyanya dalam hati.

Karena rasa penasaran yang semakin melanda, Melodi memutuskan mengeluarkan semua isi dompet. Dari benda-benda yang ia lihat, matanya tertuju pada sebuah kertas seukuran ktp. Melodi lekas mengambil benda itu. Rupanya, itu adalah duplikat tanda pengenal milik Rendi. Disana tertulis nama lengkapnya, statusnya, beserta nomor ponselnya. Sekelebat muncul pertanyaan di benak Melodi.

"Apa Rendi minta gue buat ngehubungin dia?"

Melodi bimbang. Pasalnya, ia belum pernah menghubungi cowok duluan. Ia terlalu sering dihubungi oleh para cowok. Namun, biar bagaimanapun, Rendi sudah menolongnya.

"Apa gue telepon aja ya?" Melodi berjalan mondar mandir, persis seperti setrika pakaian. Ponsel yang ia pegang layarnya masih menampilkan nomor ponsel Rendi. Tanpa sengaja, jarinya menekan tombol memanggil. Tak lama, terdengar suara sahutan dari seberang sana.

"Loh? Bodoh. Bodoh. Lo gimana sih Melodi?" Melodi merutuki dirinya.

Sementara, orang yang dipanggil terus menyahut menyebutkan kata halo berkali-kali. Dengan segala keberanian yang Melodi kumpulkan, ia menempelkan ponsel itu di telinganya.

"Iya halo." Ucap Melodi dengan ragu.

Seakan sudah hapal dengan suara Melodi, Rendi menjawab, "Oh Melodi ya. Ada apa?"

"Kok lo bisa tahu kalau gue Melodi?"

"Ya jelaslah. Cowok mana yang nggak ingat suara indah milik Melodi."

Melodi diam sesaat. Jujur saja, jantung Melodi sudah hilang entah kemana karena pujian Rendi.

"Halo Mel, besok gue.." Sambungan telepon terputus begitu saja karena mendadak ponsel Melodi mati.

"Ah! Sial! Ini hp nggak bisa lihat orang senang apa ya?"

***

Sepulang sekolah, Melodi diberi kejutan spesial. Lebih spesial dari martabak yang selalu Melodi dan Nisa beli di alun-alun kota. Rendi berkunjung ke panti. Kata Nilam, ia memberi donasi untuk panti. Kini, Rendi tengah bermain bersama anak-anak panti. Tak terlihat sedikitpun adanya perbedaan derajat di antara mereka. Karena setahu Melodi, Rendi merupakan anak dari konglomerat di kota ini. Dari tanda pengenal yang ia baca, sepertinya orangtuanya memiliki perusahaan ternama dan sudah memiliki banyak cabang.

"Mel, ikut gue yuk." Ajak Rendi setelah berhasil keluar dari kumpulan anak-anak panti yang begitu senang bermain bersamanya. Raut wajah mereka menggambarkan ketidakrelaan karena Rendi pergi menghampiri Melodi.

"Kemana?" Tanya Melodi.

"Udah, ikut aja. Sebentar kok." Rendi lekas meraih tangan Melodi.

"Kak Rendi mau kemana?" Cegah Beno sambil memegang tangan kiri Rendi.

Rendi menoleh ke belakang, "Beno, kak Rendinya dipinjam sama kak Melodi dulu ya. Kakak janji, kakak bakal sering-sering main kesini. Oke?" Rendi mengacungkan jari kelingkingnya.

Beno cemberut, lalu menyambut acungan jari kelingking Rendi. "Hm, ya udah deh. Tapi kakak janji ya. Awas aja kalau kakak bohong. Kakak nggak akan aku restuin sama kak Mel." Cibir Beno yang membuat Rendi mengacak-acak rambut keriting Beno. Sementara Melodi memberikan tatapan tajam pada Beno.

Rendi berbisik di telinga Beno, "Kakak janji. Doain kakak juga ya, biar kak Melodi terima kakak."

Beno ikut berbisik, "Kalau kak Melodi terima kakak kita dikasih apa?"

"Nanti kakak beliin permen, es krim sama coklat kesukaan kalian. Gimana?"

"Oke deh." Beno tersenyum menggemaskan.

Mobil Honda Jazz hitam itu perlahan meninggalkan panti. Melodi sudah bertanya berkali-kali kemana arah tujuan mereka, namun Rendi bersikukuh tidak menjawab. Dan yang lebih menyebalkan bagi Melodi, matanya ditutup menggunakan slayer. Entah apa rencana yang akan Rendi perbuat.

Rendi memapah Melodi dengan hati-hati, setelah mereka tiba di tempat tujuan. Kemudian, Rendi melepas slayer yang menutupi mata Melodi. Hal pertama yang Melodi lihat adalah ukiran rumput yang bertuliskan 'I love You Melodi'. Melodi takjub. Belum selesai sampai disitu, Melodi juga baru menyadari bahwa mereka tengah berdiri di ukiran rumput berbentuk love.

"Jujur, dari awal gue lihat lo, gue udah suka sama lo. Lo mau kan jadi pacar gue?" Rendi memberikan sebuket bunga mawar putih pada Melodi.

Melodi terdiam sejenak. Ia bingung harus menjawab iya atau tidak. Melodi juga menyukai Rendi, namun statusnya yang hanya anak panti rasanya tidak cocok jika disandingkan dengan Rendi yang jelas-jelas terlahir dari keluarga kaya raya.

"Tapi Ren, gue cuma anak panti.." Desah Melodi.

"Ya emang apa masalahnya?"

"Emang lo nggak malu, kalau lo punya pacar anak panti kayak gue."

Rendi menghembuskan napas, "Melodi, lo pasti udah tahu dong kalau cinta itu buta. Jadi, gue nggak peduli mau lo anak panti atau anak dari keturunan apapun. Cinta itu muncul dari hati, bukan dari status kehidupan."

"Tapi gue nggak pantes buat lo Ren.." Kukuh Melodi. Walau kenyataannya, ucapan dan hatinya berbanding terbalik. Melodi mau menjadi pacar Rendi.

"Mel, lihat ke sebelah sana." Tunjuk Rendi pada sepasang kekasih yang tengah tertawa. Prianya terlihat tak ada cacat sama sekali, namun wanitanya seperti ada sedikit kecacatan. Terlihat dari tongkat yang ia bawa. Dari sana Melodi bisa berasumsi kalau wanita itu mengidap kebutaan.

"Lihat? Ceweknya punya kekurangan kan? Tapi cowoknya fun fun aja tuh." Kini, sepasang kekasih itu tengah saling suap menyuap. "Jadi, setiap hubungan itu pasti ada kekurangan dan kelebihannya, tergantung kita. Apa kita bisa menutupi kekurangan itu dan menonjolkan kelebihannya? Lo pasti udah sering dengar dong, kalau segala sesuatu nggak ada yang sempurna. Begitu juga dengan kita."

Melodi sedikit mendapat pencerahan dari penjelasan Rendi. Ucapan Rendi memang benar. Melodi memantapkan hati, lalu menjawab pertanyaan Rendi. "Iya, gue mau jadi pacar lo."

***

Dua bulan hubungan mereka berjalan, semuanya terasa baik-baik saja. Rendi selalu menjemput dan mengantar Melodi setiap pergi dan pulang sekolah. Rendi juga tidak malu mengenalkan Melodi pada teman-teman terdekatnya. Setiap akhir pekan atau hari libur, Rendi selalu mengajak Melodi pergi ke suatu tempat. Melodi sangat beruntung menjadi pacar Rendi. Bukan hanya itu, Melodi sangat senang bersamanya.

3 Januari 2019. Pada hari itu, kedua orangtua Rendi meninggal dunia karena kecelakaan mobil. Rendi sangat terpukul dengan kejadian itu. Rendi mengurung diri dalam kamarnya selama satu bulan penuh. Melodi selalu berkunjung ke rumah Rendi, membawakan makanan dan menyimpannya di atas nakas. Namun, Rendi tidak pernah mau melihat Melodi. Sepanjang hari Rendi hanya menangis. Tepat di hari ke tiga puluh, Rendi tidak bersuara sama sekali. Melodi khawatir dengan kondisi Rendi, akhirnya Melodi masuk ke kamar Rendi. Di sudut ruangan, Melodi melihat Rendi sudah terkulai lemas dengan tangan yang mengeluarkan banyak darah. Melodi panik, dan langsung menelepon ambulans.

Rendi dibawa ke rumah sakit. Untung saja Melodi tidak terlambat membawanya. Karena jika terlambat sedikit saja, kemungkinan Rendi sudah kehilangan nyawa. Melodi tidak ingin kehilangan Rendi. Seminggu sudah Rendi terbaring di bangsal itu. Wajahnya yang selalu terlihat ceria, berubah menjadi pucat. Melodi tidak sanggup melihatnya.

Melodi masuk ke dalam ruang rawat Rendi, duduk di samping bangsal. Memegang tangan Rendi, berharap Rendi membuka matanya kembali. Menyebutkan nama Melodi dan mengusap air matanya.

"Rendi, buka mata lo. Ini gue Melodi, pacar lo. Lo janji kan sama gue bakal terus temanin gue, tapi kenyataannya apa? Lo malah terbaring lemah tidak berdaya seperti ini. Mana Rendi yang gue kenal begitu kuat? Yang selalu melindungi gue? Mana Ren. Buka mata lo, gue kangen lo Ren." Melodi menggoyangkan tubuh Rendi, sambil menangis sejadi-jadinya.

Seperti mukjizat dari Tuhan, tiba-tiba saja tangan Rendi menyentuh puncak kepala Melodi. Rendi sudah siuman. Melodi senang bukan main. Rendinya telah kembali. Melodi memeluk Rendi karena kerinduannya.

Setelah tiga hari Rendi siuman, akhirnya dia diperbolehkan untuk pulang. Melodi membereskan barang-barang Rendi dan mengantarnya pulang. Sesampainya di rumah, telah berdiri seorang wanita di ruang tamu. Rupanya itu adalah Lusi,  Tante Rendi. Setelah kepergian kedua orangtuanya, Lusi menggantikan mereka untuk merawat Rendi. Namun, semua tidak seperti yang diharapkan. Lusi selalu menyiksa Rendi. Melodi selalu melihat bekas luka yang dibuat oleh Lusi.

Perlahan segalanya terungkap. Ternyata penyebab kematian orangtua Rendi adalah Lusi. Dia sengaja merusak rem mobil sehingga terjadi kecelakaan. Itu dilakukan karena dia ingin menguasai harta orangtua Rendi. Mendengar itu, Rendi tidak tinggal diam. Dia mencoba untuk melaporkan Lusi ke polisi, namun selalu gagal. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan rumah itu. Kini, dia tinggal di villa peninggalan orangtuanya. Semenjak itu, dia mengalami gangguan psikis. Dia selalu berteriak sendiri, bahkan mencoba mengiris tangannya. Namun, Melodi selalu mencegahnya.

Berbulan-bulan Rendi harus merasakan sakit. Melodi selalu mengajaknya ke psikiater untuk berkonsultasi. Dan perlahan, Rendi mulai sembuh dari penyakitnya. Tetapi, hal aneh terjadi setelah Rendi sembuh. Rendi menjadi posesif pada Melodi. Segala amarahnya selalu dilampiaskan pada Melodi. Awalnya Melodi merasa, mungkin Rendi kesepian karena tidak punya siapa-siapa lagi. Dan Melodi siap menjadi bahan pelampiasannya. Tapi semakin hari, sikap posesifnya semakin menjadi-jadi. Melodi kewalahan dibuatnya. Dan Melodi merasa benci dengan sikap Rendi sekarang.

Terpopuler

Comments

yuli anti

yuli anti

semangat trus thor

2019-11-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!