Tangan besar yang dimiliki oleh Gema mampu menangkap tubuh mungil yang limbung itu. Selanjutnya, terjadilah adegan saling tatap menatap antar keduanya. Gema merasa ada yang tidak beres dengan jantungnya sekarang. Degupan kencang itu hampir saja terdengar oleh Melodi jika Gema tidak buru-buru melepas tubuh Melodi dari pelukannya.
“Ih! Lo lancang ya pegang-pegang gue!” Omel Melodi karena Gema tak sengaja menyentuh tubuhnya.
“Lo bukannya bilang makasih malah marah-marah nggak jelas. Lo beruntung tadi ada gue, kalau nggak, lo bisa aja jatuh terus benjol deh.”
Melodi kembali ke kursinya, mengurungkan niat untuk menghindari Gema. “Lagian siapa juga yang mau ditolongin sama lo?” Sinis Melodi.
“Wah, macam-macam sama gue. Lo belum tahu ya siapa gue?” Gema membusungkan dada, seraya menepuk-nepuknya. “Gue ini Gema Angkasa. Cowok yang bisa memikat hati cewek dalam sekejap. Gue yakin, lo pasti deg degan kan tadi?” Ucapnya membanggakan diri.
Melodi menautkan alis, “Kok gue mendadak mual ya dengarnya?”
Gema mendekatkan wajahnya ke arah cewek itu, menyisakan dua sentimeter di antaranya. Bahkan, Melodi juga bisa merasakan hembusan nafas Gema yang menggelitik wajahnya. “Gue pastiin, lo bakal jatuh cinta sama gue dalam waktu satu minggu dari sekarang.” Gema tersenyum, lalu kembali ke tempat duduknya.
Melodi memilih untuk menutup telinganya, tak mempedulikan Gema yang semakin gila karena tingkahnya sendiri.
***
Informasi yang baru saja dikabarkan oleh Tio bahwa guru-guru akan mengadakan rapat membuat Melodi dengan segera mengemas alat tulisnya. Kalau sudah ada informasi itu, artinya siswa diperbolehkan untuk pulang. Dengan senyum ceria, Melodi melenggang meninggalkan kelasnya.
Tadinya, Melodi berniat mengunjungi Nisa agar mereka bisa pulang bersama. Namun baru saja sampai di depan pintu kelas, Rendi, pacar Melodi menghalangi jalannya.
“Ayo pulang sama gue.” Rendi mencengkeram pergelangan tangan Melodi, membuat Melodi sedikit meringis.
“Aduh, aduh ren. Sakit..” Melodi mencoba melepaskan cengkeraman, namun tak kuasa.
“Lo kenapa sih? Nggak mau pulang sama gue?” Tanya Rendi, matanya menatap tajam kornea coklat milik pacarnya.
Belum sempat Melodi menjawab, Gema tiba-tiba menyambar. “Lepasin. Dia pulang bareng gue hari ini.” Gema melepas paksa cengkeraman Rendi, lalu menarik tubuh Melodi hingga ke belakang tubuhnya.
“Lo siapa?” Rendi mendongakkan dagu.
“Gue pacar dia mulai detik ini.”
Baik Melodi maupun Rendi sama-sama terkejut, tak percaya dengan ungkapan palsu yang baru saja dikatakan oleh Gema.
Melodi berbisik dari balik punggung Gema, “Lo gila ya? Itu pacar gue..”
Tapi, Gema mengabaikan bisikan Melodi, ia malah menarik tangan cewek itu, meninggalkan Rendi. Keterkejutan Rendi, membuatnya tak berkutik sama sekali melihat pacarnya dibawa kabur oleh cowok lain.
Sampai di area parkir, Melodi melepas paksa tangan yang digenggam oleh Gema. “Pokoknya gue nggak mau tahu. Lo harus tanggung jawab sama masalah tadi. Rendi pasti salah paham sama gue..”
Seakan tuli, Gema tak menjawab perkataan Melodi, ia malah menyuruh Melodi naik ke atas motornya. Tapi, bukan Melodi namanya kalau ia langsung begitu saja menuruti perintah orang lain, apalagi orang asing yang belum dikenalnya sehari penuh. Melodi tetap berdiam disana, tak mempedulikan Gema sama sekali.
Gema gemas melihat tingkah Melodi, ia turun dari motornya. Dengan cekatan ia menggendong tubuh mungil itu dan membuatnya terduduk di atas motornya. Tak peduli cewek itu meronta-ronta minta diturunkan. Dalam sekejap, motor yang dikendarai olehnya telah melesat pergi.
Karena sudah terlanjur, Melodi tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya menggerutu sepanjang perjalanan, sementara cowok di depannya terdengar menertawainya.
“Argh! Rendi pasti marah besar sama gue. Ini semua salah lo!” Melodi memukul-mukul punggung besar milik Gema.
“Lo mau sekeras apapun mukul gue, gue nggak akan ngelepasin lo gitu aja.”
Melodi berdecak, “Sebenarnya salah gue apa sih sama lo? Sampai lo mesti ikut campur di hubungan gue? Harusnya tadi tuh lo biarin gue pulang sama Rendi..”
Gema menghentikan motornya, lalu menoleh ke belakang dan membuka helmnya. “Salah lo ya cuma satu. Bikin gue pengen dapatin hati lo.”
***
Melodi membuang jauh-jauh percakapan dengan Gema saat di motor tadi. Ia beranjak dari kasur, berjalan menuju dapur untuk menyiapkan bahan dan peralatan dalam membuat pecel.
“Mel, sampai kapan sih kamu mau jualan pecel? Emang uang saku yang ibu kasih nggak cukup?” Tanya Nilam sambil membantu Melodi menyiapkan segalanya.
“Bu, aku tuh jualan pecel bukan karena uang saku yang ibu kasih nggak cukup, tapi karena aku suka banget sama yang namanya jualan. Kan aku mau..”
Nilam memotong, “Mau jadi pemilik restoran kan?”
Melodi nyengir, ibunya memang sudah tahu bahwa keinginannya sejak dulu adalah memiliki restoran sendiri dan membuka cabang-cabang di kota ini. Walau sebenarnya, hobinya itu tak sejalan dengan kemampuannya. Melodi cenderung lebih memiliki bakat di bidang seni.
“Ya udah, tapi kamu jangan terlalu capek ya. Ibu nggak mau kamu sakit.” Nilam mengusap puncak kepala anaknya itu, kemudian mengecupnya cukup lama.
Melodi mengangguk patuh, lalu memeluk erat tubuh ringkih wanita paruh baya di depannya ini. Ia merasa beruntung sekali memiliki seorang ibu yang perhatian padanya dan juga begitu menyayanginya.
Dengan menenteng keranjang makanan, Melodi berjalan menuju alun-alun kota, tempat paling strategis untuk menjajakan apapun. Hari ini, ia ditemani oleh Beno, adik kecilnya. Terlihat tangan mungilnya menjinjing plastik berisi alat-alat, dan senyuman terukir di wajahnya.
Setelah sampai di alun-alun, Melodi mulai menyiapkan segalanya. Ia menyimpan bahan dan alat tadi di meja berukuran sedang. Melodi memang tak menyewa kios karena keterbatasan modal, ia hanya menyewa satu buah meja dan dua buah kursi, sehingga ia harus mengeluarkan biaya sebesar sepuluh ribu rupiah setiap harinya.
“Pecel.. pecel..” Melodi mulai menjajakan dagangannya. Sesekali Beno juga mengikuti, suaranya begitu menggemaskan.
"Kak Mel, Beno ingin itu." Beno menunjuk permen kapas yang dijual oleh seorang bapak-bapak.
Melodi memberikan selembar uang lima ribu, menyerahkannya pada Beno.
"Hati-hati ya Beno, kalau udah langsung balik lagi."
"Iya Kak Mel."
Beno berlari menuju penjual permen kapas. Namun karena ia terlalu bersemangat, dia tidak melihat ada batu di depannya. Beno terantuk batu dan terjatuh. Lututnya terluka. Dia menangis sejadi-jadinya. Bersamaan dengan itu, datang seorang pria. Dia berjongkok, mencoba menenangkan Beno.
"Kamu kenapa?" Tanya Gema sambil memperhatikan Beno yang meringis kesakitan.
"Aku jatuh kak, sakit." Beno menunjuk lututnya yang terluka.
"Emangnya kamu mau kemana?" Tanya Gema lagi.
"Aku mau beli permen kapas itu.."
"Ya udah, kamu tunggu disini ya. Aku beliin buat kamu."
Beno mengangguk, mengiyakan perkataan Gema. Tidak lama kemudian, dia datang dengan membawa satu plastik permen kapas.
"Ini buat kamu." Gema memberikan permen kapas tersebut pada Beno.
"Terimakasih kak." Beno mengusap air matanya.
"Kamu lagi apa disini?" Gema memakaikan plester di lutut Beno.
"Aku lagi bantu Kak Mel jualan pecel." Jawab Beno sambil memakan permen kapas tersebut.
"Oh gitu. Namamu siapa?"
"Beno." Ucap Beno singkat.
"Namaku Gema." Gema mengulurkan tangan, memperkenalkan. Beno meraih uluran tangan Gema, menjabatnya.
"Ayo, kuantar ke tempat kakakmu." Gema menuntun Beno dengan cekatan.
Beno menghampiri Melodi seperti orang ketakutan. Melodi tak tahu apa yang membuatnya seperti itu. Beno duduk di samping Melodi, tak menceritakan kejadian yang telah menimpanya. Tetapi, Melodi terkejut dengan orang yang ada di hadapannya kini.
"Gema? Ngapain dia disini?" Tanya Melodi dalam hati.
Tak lama, Beno menceritakan kejadian sebenarnya. Melodi sempat ingin marah pada Beno, namun dia mencoba menahannya.
"Makasih udah nolongin Beno." Ucap Melodi pada Gema.
"Iya, sama-sama. Melodi Senja." Gema tersenyum, jenis senyuman yang mampu membuat hati para cewek lumer, namun tidak mempan bagi Melodi.
Seakan teringat sesuatu, Melodi berkata lagi. “Tunggu! Ngapain lo disini? Lo buntutin gue ya?” Tanya Melodi menginterogasi.
Gema mengerutkan kening, “Buntutin? Haha.. lo itu lucu ya. Gue tuh kesini karena emang gue suka datang ke tempat ini.” Ucapnya. “Ngomong-ngomong, lo jualan pecel?”
“Iya, emang kenapa? Lo mau ngejek gue? Seorang Melodi nggak cuma anak panti tapi juga jualan pecel. Gitu?” Melodi nyolot. Entah kenapa, semenjak perlakuan Gema padanya tadi, ia menjadi sangat jengkel. Karena, ini menyangkut kelanjutan hubungannya dengan Rendi.
"Sorry ya. Gue bukan tipe orang yang peduli sama aktivitas orang lain." Jawab Gema santai. “Oh ya, mumpung gue disini, sekalian aja deh gue beli pecelnya. Tiga porsi dibungkus ya, nggak pake lama!” Gema menekankan tiga kata terakhir tepat di telinganya. Melodi sempat ingin menolak sebenarnya, namun urung dilakukan.
Melodi mengumpat sambil mengulek bumbu-bumbu untuk pecelnya. Gema sesekali melirik Melodi, ia tertawa melihat tingkah Melodi. Selagi Melodi membuatkan pecel, Gema dengan Beno bercanda. Tak jarang tawa menghiasi. Mereka terlihat sangat akrab. Padahal mereka baru bertemu hari ini. Tak jauh dari keberadaan mereka, datang seorang cowok yang sudah Melodi kenal. Ya, ia adalah Rendi.
"Mel, udah gue kasih tahu berkali-kali. Gue nggak suka lihat lo jualan pecel disini. Ini alun-alun Mel! Gimana kalau ada teman gue yang lihat? Apa tanggapan mereka? Mereka pasti bilang kalau seorang Rendi yang terkenal kaya raya punya pacar seorang penjual pecel! Mau taruh dimana mel, muka gue..." Rendi menghentak meja, membuat beberapa alat terjatuh.
"Emangnya kenapa Ren? Apa yang gue lakuin salah? Apa lo malu punya pacar kayak gue? Hah.. Harusnya gue nggak usah nanya itu ke lo. Udah jelas, gue emang selalu salah di mata lo. Apapun yang gue lakuin, nggak pernah benar di mata lo. Dan berbicara malu, tentu saja. Gue cuma cewek yang tinggal di sebuah panti. Sementara lo? Lo punya segalanya! Beda sama gue. Harusnya dari dulu kita nggak pernah lanjutin hubungan ini!" Hati Melodi tergores, bibirnya bergetar saat mengatakannya. Ia mencoba menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk mata.
Rendi hendak menampar Melodi, namun tiba-tiba saja sebuah tangan menepisnya. Gema, dia berdiri di depan Melodi. Mencoba melindungi Melodi dari serangan Rendi.
"Lo, jangan coba-coba nampar cewek. Kalau lo berani, lawan gue!" Tantang Gema.
"Lo lagi? Nggak ada capeknya ya lo ganggu urusan kita. Emang lo siapa, hah?” Rendi memukul Gema, namun Gema berhasil menghindarinya.
"Udah gue bilang, mulai hari ini Melodi pacar gue.” Gema tersenyum sinis. “Jadi, kalau gue lihat lo nyakitin Melodi lagi, lo berurusan sama gue!” Gema memukul perut Rendi.
Rendi menyerah, "Lo, awas ya! Gue bakal balas!" Ancam Rendi, kemudian pergi meninggalkan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
🌈INTAN🌈
lanjut thor ..
2020-01-08
0
Nastasya anindita
keren
2020-01-02
0
MihyeP96
dri tdi aku ke tawa melulu baca.y
2019-11-30
1