ALOVA Tawanan Istimewa
Seorang gadis berlari sambil menangis di halaman sebuah rumah sakit ternama di kota itu. Sebuah panggilan masuk beberapa menit lalu saat ia tengah berada di kantor membuatnya terburu-buru menuju rumah sakit.
Dialah Alova Bratadikara, seorang gadis yang baru 3 bulan diangkat sebagai CEO di perusahaan ayahnya sendiri. Ia ditemani oleh mantan asisten pribadi ayahnya yang kini menjadi asisten pribadinya di perusahaan.
"Ken, kita kemana?" Tanyanya panik pada Asisten pribadi yang berjalan tak kalah cepat darinya.
"Tenanglah, Bu!" Ken menarik tangan Lova dan membawanya menuju sebuah kursi untuk menunggunya mencari informasi ke meja resepsionis.
"Tunggu disini, saya akan mencari informasi mengenai Pak Brata." Lantas secepat kilat pria berjas rapi itu meninggalkan Lova yang terus menangis senggugukan.
Ia mendapat kabar dari salah satu pekerja di rumahnya bahwa Brata, ayahnya tak sadarkan diri diduga karena keracunan.
Beberapa bulan belakangan, kondisi ayahnya memang semakin memburuk. Tekanan darah yang selalu diatas normal, hingga kaki yang sulit di gunakan untuk berjalan. Setiap hari Brata harus mengkonsumsi obat-obatan resep dari dokter pribadi. Alova bahkan mempekerjakan seorang perawat pribadi untuk mengurus ayahnya.
Kondisi kesehatan yang semakin menurun membuat Brata menyerahkan seluruh tanggung jawab perusahaan pada putrinya.
"Bu, Bapak sedang di tangani dokter Nugroho, dokter pribadinya." Ken duduk di sebelah Lova dan berusaha menenangkan bosnya.
"Ken, bisakah kamu pulang dan cari tau kenapa Ayah sampai mengalami keracunan." Pinta Lova pada Ken yang usianya 5 tahun lebih tua darinya.
Ken lumayan bisa diandalkan. Pria itu sudah bekerja dengan ayahnya hampir tujuh tahun. Ken juga sudah terbiasa keluar-masuk rumah besar Bratadikara. Ken orang ke dua yang di hormati di rumah itu setelah Pak Brata.
"Baiklah. Saya akan segera pulang." Ken bersiap berdiri. "Saya akan minta Nur untuk menemani anda disini. Nur sedang mondar-mandir di IGD karena panik."
Ken berjalan menjauh dari Lova. "Ken...!" Lova memanggil Ken saat pria itu sudah berjalan beberapa langkah. Pria itu berbalik.
"Aku mengandalkanmu!" Lova menghapus air matanya. Harapannya hanya Ken. Pria yang bisa mengungkap dugaan bahwa seseorang telah berusaha meracuni ayahnya.
"Saya akan melakukan yang terbaik, Bu!"
****
"Ayah..." Lova menggenggam erat tangan pucat di hadapannya. Brata sedang berada di ruang ICU. Gadis itu terus menangis melihat keadaan satu-satunya keluarga yang ia punya.
Bundanya sudah meninggal puluhan tahun lalu karena kecelakaan. Kakak laki-lakinya juga meninggal di saat yang sama. Sementara Lova selamat dari kecelakaan itu.
"Ayah, jangan tinggalkan Lova sendirian, Yah. Lova sendirian, Yah. Lova tidak punya siapa-siapa lagi."
Puas menumpahkan tangisnya, ia memutuskan untuk keluar dari ruangan sepi yang hanya di terdengar suara alat-alat medis yang terpasang di tubuh ayahnya.
"Ayah cepat bangun, Yah. Lova menunggu ayah membuka mata." Ia mencium kening penuh kerutan itu. Ia keluar dari ruang ICU dengan langkah lemah.
Ia menghela nafas berat. "Nur, kamu pulanglah." Perintahnya pada perawat ayahnya yang setia menemaninya. Wajah wanita 24 tahun itu tampak pucat, ia menangis dan ketakutan karena dialah yang mengurus semua makanan dan minuman Pak Brata.
"Non..." Nur berlutut di kaki Lova. "Demi Tuhan, Non, bukan saya yang memasukkan racun ke makanan dan minuman Bapak." Gadis itu terisak. "Saya... sendiri yang memasak makanan itu dan memastikan semuanya aman, Non." Ini kali entah keberapa Nur memohon pengampunan pada Lova.
"Bangun lah, Nur!" Lova memintanya untuk bangun. Ia dan Nur duduk bersebelahan. "Saya tidak bisa menghukum kamu ataupun memaafkanmu karena saya belum mengetahui kebenarannya."
"Kelak, kalau saya sudah punya bukti, saya akan menghukum orang tersebut."
"Tapi... tuduhan akan mengarah pada saya, Non?" Tangannya bergetar, ia ketakutan karena kalau sampai ada bukti yang mengarah padanya ia akan di hukum oleh Lova.
"Kalau kamu tidak salah, kamu tidak perlu takut."
"Sekarang, pulanglah!"
Sepulangnya Nur, Lova menunduk lemas. Mengapa ia bisa kecolongan begini? Kenapa Ayahnya sampai bisa menjadi bahan percobaan pembun*uhan?
Dokter mengatakan memang ada racun yang masuk ke tubuh Ayahnya. Tidak mematikan, hanya saja kemungkinan besar membuat ayahnya lumpuh dan ingatannya melemah.
Tuhan, ku mohon petunjuk-Mu!
Lova menengadahkan kepala saat melihat sepatu mengkilap ada di depannya. "Ken?"
Benar saja. Pria berwajah dingin itu berdiri dihadapannya. "Bagaimana, Ken?" Lova segera berdiri berharap Ken membawa kabar baik.
"Duduk dulu, Bu."
Ken dan Lova duduk di kursi tunggu. Ken melihat kanan dan kiri. Ia mencoba melihat situasi. Ia takut ada orang yang mendengar obrolan keduanya.
"Saya sudah menyelidiki bahkan mengambil sample makanan dan minuman di rumah."
"Semua aman!"
Love menghela nafas. "Tidak ada jejak sedikitpun, Ken?" tanyanya dengan nada lemah.
Ken menggeleng. Lova memijat keningnya. Bagaimana mungkin bisa semulus ini.
"Tapi orang yang bisa dicurigai hanya sedikit, Bu."
Lova menatap Ken. Ada banyak orang di rumah itu lalu mengapa Ken bisa menyimpulkan hanya ada sedikit orang yang menjadi terduga?
"Di rumah hanya ada Nur dan 2 orang asisten rumah tangga yang sedang bersih-bersih dan mencuci pakaian."
"Pak Ujang, si tukang kebun yang sedang merapikan tanaman dari pagi sekali hingga kejadian berlangsung."
"Supir sedang mengantar Bu Mariska serta Mauren dan Mauza ke Bandara."
"Ah, ya... aku hampir melupakan mak Lampir dan dua orang anaknya itu," ucapnya kesal. Ia memang kurang cocok dengan wanita yang dinikahi ayahnya beberapa tahun setelah kepergian bundanya.
Wanita yang hanya pura-pura baik dihadapannya hingga Lova rela kuliah di luar kota demi tidak bertemu secara intens dengan ketiga wanita berbeda usia itu.
"Mereka akan kemana, Ken?" Tanya Lova.
"Mereka akan ke Paris!" Jawab Ken singkat.
"Astaga! Aku lupa. Mauren juga mengajjkan cuti selama seminggu!"
"Mereka hanya bisa menghabiskan uang saja!" Gerutu Alova karena Ibu tiri dan kedua putrinya itu hanya bisa menghamburkan uang saja. Ketiganya memang rutin jalan-jalan keluar negeri meski tanpa Ayahnya. Dan kali ini ketiganya ingin mencari universitas terbaik untuk putri keduanya, Mauza.
"Mereka tidak bisa di hubungi, mungkin sedang berada di dalam pesawat." Lanjut Ken.
"Biarkan saja. Aku juga tidak butuh mereka!" ucapnya datar.
"Lalu, siapa lagi orang yang ada di rumah?" Lanjutnya.
"Tidak ada karena sopir satu lagi, mengantar Bi Marni ke pasar."
"Oh, karena itu Nur dan yang lain kesulitan mencari kendaraan untuk membawa Ayah ke rumah sakit?"
"Ya, Bu. Tidak ada orang yang bisa membawa mobil."
"Kenapa kebetulan begini?" Gumam Lova.
"CCTV juga aman! Tidak ada tamu sama sekali."
Lova menggaruk dagunya. "Mengapa begitu membingungkan, Ken?"
"Ada dua hal yang mencurigakan, Bu."
"Apa? Katakan Ken?"
"Obat terakhir yang Bapak minum dan Jus yang anda tinggalkan di atas meja makan. Bapak menghabiskan jus itu."
"Ayah meminum jusku?"
"Ya, dan Nur membiarkannya karen jus yang anda tinggalkan sama seperti jus yang biasa Bapak minum."
Lova semakin bingung. Kalau racun itu ada di jus yang harusnya ku minum. Itu artinya....
Lova membulatkan mata. "Mungkinkah aku targetnya."
"Anda targetnya, Bu!" Ken juga mengatakan hal yang sama.
Ken dan Lova saling tatap. "Kita sepemikiran, Ken?"
Ken mengangguk. "Obat itu resep dari dokter pribadi Bapak. Jadi, sepertinya aman, Bu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
bunda Thalita
semua karya2 othor bagus2 hanya like dan komen nya sepi, semangat terus ya thooorrrrr
2023-06-19
1
Wahyuni
part pertama aja menarik...
2022-07-29
1
Andi Muh.taufik Andi sayyid
lanjut....
2022-06-17
0