Seminggu kemudian. Fakta mengenai tragedi yang terjadi pada Brata belum terungkap karena gelas jus yang harusnya di bawa ke laboratorium untuk diperiksa sudah di cuci oleh asisten rumah tangga.
Kesehatan Brata mulai membaik, namun ia mengalami kelumpuhan di kakinya hingga pria tua itu harus menggunakan kursi roda. Pria itu juga jarang keluar dari kamarnya karena kondisi fisik yang lemah.
Lova memperingatkan seluruh asisten rumah tangga untuk lebih berhati-hati. Jangan membiarkan orang lain masuk ke dalam rumah. Dan Nur, menjadi orang yang paling Lova tekan.
"Nur, jangan kecewakan saya. Semua makanan dan minuman Bapak harus kamu pastikan keamanan dan kebersihannya."
"Berhati-hatilah Nur!" Berulang kali Lova selalu memperingatkan perawat ayahnya itu agar tak lengah sekalipun.
Ia juga semakin berhati-hati karena dugaannya dan Ken masih menjadi misteri. Apakah benar dirinya ataukan ayahnya yang menjadi target? Ataukah memang keduanya?
Pagi ini, setelah menemui Ayahnya dan memastikan keadaan pria itu baik-baik saja, ia segera menuju meja makan.
Alova menatap sinis Mariska dan kedua saudara tirinya yang sama sekali tidak menunjukkan rasa cemas sedikitpun melihat kondisi Brata.
Ketiganya tak segan memamerkan barang-barang branded yang mereka beli selama liburan di luar negeri.
"Harusnya kakak jalan-jalan ke luar negeri. Supaya tampilan kakak tidak norak begini!" Komentar Mauza sambil menunjuk outfit yang Lova kenakan pagi ini.
"Style kakak seperti SPG parfum," nyinyir Mauza.
Lova tersenyum sinis. Menurutnya pakaian seperti ini yang membuatnya nyaman. Sebuah setelan kerja dari brand lokal ternama yang menjadi langganannya selama ini. Bahkan para pemilik perusahaan besar sekalipun memakai pakaian dengan brand yang sama.
"Ehm!" Mariska berdehem agar putri bungsunya itu tidak banyak bicara. Membuat mood Lova memburuk bisa berakibat fatal untuk suasana rumah besar itu.
"Habiskan sarapanmu, Za," perintahnya.
"Mauren! Antar adikmu sekalian!" Perintah Mariska karena Lova terus menatapnya tanpa ekspresi. Ia hanya berusaha mengalihkan kecanggungan di meja makan yang hanya berisi mereka berempat.
"Ma... Mauren ada meeting pagi, ini!" Tolak gadis berpakaian rapi itu. Sebagai salah satu staff dibagian keuangan, Mauren harus tunduk pada peraturan perusahaan untuk datang tepat waktu meskipun Lova adalah Bos di perusahaan itu.
"Lebih baik naik taxi atau minta antar supir!" Saran Mauren. "Biasanya mama yang mengantar, kan?"
"Mama ada urusan penting," jawabnya cepat.
Lova tersenyum hambar. Urusan penting apa yang membuatmu sampai melupakan suami yang selalu memenuhi kebutuhanmu itu?
Kini, saat ayahku sudah tak berdaya dan keuangan sudah aku yang mengatur, kamu mulai menunjukkan sifat aslimu yang hanya ingin uang ayahku. Dasar licik.
"Mauren, kantor kamu kan searah dengan sekolah Mauza." Mariska pantang menyerah.
"Ehm..." Lova berdehem. Semenjak menjadi pemimpin perusahaan, Lova memang mulai menunjukkan taringnya. Ia tidak ingin di sepelehkan lagi. Terlebih saat ini keuangan di dalam rumah sudah di atur olehnya.
"Jangan berdebat di meja makan." Lova meletakan kain yang ia gunakan untuk menyeka bibirnya di atas meja. "Membuat selera makanku hilang!" ucapnya dingin.
Ketiganya diam. "Ah yaa... ada yang ingin ku sampaikan." Lova yang bersiap berdiri, kembali duduk. Mereka mulai menegang, takut-takut Lova mengurangi jatah bulanan mereka.
Lova menegakkan duduknya. Ia menatap ketiganya bergantian. "Mulai hari ini, Ken akan kembali menjadi asisten pribadi Ayah."
Sebuah kabar buruk yang membuat ketiganya kesulitan menelan lud*ah. Ken akan membuat ruang gerak ketiganya menjadi sangat terbatas.
"Tapi... tapi untuk apa Lova. Ayah juga sudah tidak bekerja di perusahaan lagi, kan?" tanya Mariska meminta penjelasan.
"Ayah perlu orang untuk membantunya ke kamar mandi. Untuk mengantarkannya ke rumah sakit dan untuk menjaganya dari Iblis yang mungkin akan memasukkan racun kemakanannya!" Ucap Lova dingin penuh sindiran.
Mariska dan kedua putrinya menelan lud*ah yang sekeras batu itu.
"Ada mama dan yang lain. Nur juga ada. Atau kita cari perawat pria agar tidak canggung saat merawat ayah?" Mariska memberi ide.
"Jangan paksa. Aku tidak akan merubah keputusanku."
***
Malam harinya...
Lova melangkahkan kakinya memasuki rumah besar yang sudah bertahun-tahun lamanya ia tinggali.
"Bu, baru pulang?" Sapa Ken yang sedang duduk di teras rumah.
"Ah... ya, Ken!" Lova duduk di samping Ken. "Belum tidur?" Ia meluruskan kakinya yang terasa pegal.
"Belum mengantuk," jawabnya.
"Rosa masih perlu banyak belajar." Ia bicara tanpa diminta. Ia juga menyebut nama asisten pribadinya yang baru. Seorang gadis cantik berusia 30an yang merupakan sekretaris senior di kantornya.
"Apa tidak salah menempatkan saya di rumah, Bu. Sementara kantor sedang butuh saya." Tanya Ken.
"Ayah lebih butuh kamu, dan hanya kamu yang saya..." Ken mengangkat telapak tangannya sebagai isyarat agar Lova berhenti bicara. Pria dengan setelan kaos kerah dan celana pendek selutut itu lantas berlari keluar pagar dan berusaha mengejar seseorang.
Lova yang penasaran ikut mengejar Ken. Namun ia tertinggal sangat jauh. Ia memutuskan untuk kembali kedalam rumah. Hal yang pertama ia cari adalah Ayahnya.
Brata sudah tidur. Pria itu tidur sekamar dengan Ken yang menempati satu ranjang kosong di kamar itu. Sementara Nur, menempati kamar belakang. Ia baru akan datang jika Ken menghubunginya.
"Ayah..." bisiknya pelan.
"Tetap berhati-hati, Yah." Ia mengusap tangan ayahnya.
"Kejadian yang lalu mungkin akan terulang lagi."
"Lova belum mendapatkan bukti apapun."
"Menuduh Nur dan yang lain juga tidak mungkin. Lapor polisi juga sepertinya akan membawa dampak buruk pada perusahaan."
"Klien kita bisa saja membatalkan kerja sama jika mereka tahu ada yang berusaha melenyapkan ayah dan aku."
"Ayah... maaf belum bisa selalu di samping ayah." Lova mencium tangan ayahnya.
"Lova janji, akan menjaga amanah yang ayah berikan."
Lova berdiri setelah membenarkan posisi selimut Brata. Tapi ia menghentikan langkah saat pria lemah itu menangkap tangannya.
"Putri ayah. Jaga dirimu baik-baik, Nak." suara lemah itu membuat Lova tersenyum lebar.
"Pasti ayah." Lova kembali duduk. "Ayah tenang saja. Lova bisa menjaga diri."
"Tetap waspada ayah!"
***
Tok... tok...
Pintu kamar Lova diketuk. Ia baru saja selesai mandi dan berganti pakaian dengan piyama satin berlengan panjang.
"Ken?" Ia mengerutkan kening saat melihat pria itu berada di depan pintu kamarnya. Lova melihat kanan dan kiri memastikan situasi aman, lalu meminta pria itu masuk.
"Ada apa?"
"Siapa yang kamu kejar?" Lova menyuruh Ken duduk di sofa. "Tertangkap?"
"Ya, saya berhasil menangkapnya."
"Dia mencari alamat Mariska."
"Ada urusan apa? Mencari alamat, tapi Kenapa gelagatnya seperti pencuri?"
Ken menggeleng pelan. "Pria itu cuma suruhan dan memastikan kalau Mariska tinggal di rumah ini."
"Sekarang dimana pria itu?" Tanya Lova.
"Sudah pergi," jawab Ken sekenanya.
"Kenapa kamu lepaskan begitu saja?" Tanya Lova geram. Ia berharap bisa membongkar satu kebusukan Mariska agar bisa mengusir wanita itu dari rumahnya.
"Percuma. Dia tidak bisa memberikan informasi apapun."
****
Selamat membaca guys...
Semoga suka yaaa 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Wahyuni
Bagus lova .
dan mariska heheh jahat yahh
2022-07-29
1
Isabella
masih nyimak masih blom faham
lain cerita nya sama Bambang Rion Dkk udah nyambung ke anak turunnya wkwkwk.
nofel ini juga kayaknya menarik
2022-06-19
0
Rini Haerani
makasih up nya ,sehat selalu ,makin penasaran nich
2022-06-17
1