Haluan Hidupku
Hai para readers yang tersayang 👋
Terima kasih telah mampir di novelku yang ini ya 😊. Mohon dukungannya ya dengan :
Dengan memberikan like
Dengan memberikan vote
Dengan memberikan hadiah
Dengan memberikan bintang lima
Dengan memberikan komentar
Selamat membaca 😊😊😊
💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐
"Aku tidak mencurinya!" pekik seorang wanita yang bernama Sarah.
"Gw tidak percaya!" teriak seorang wanita yang bernama Mariana sambil membongkar laci meja belajarnya Sarah.
"Benaran Mar, aku tidak mencurinya," ucap Sarah melunak dengan tatapan mata yang sendu.
"Ini apa?!" ucap Mariana sinis sambil mengangkat sebuah jam tangan mewah. "Elu sudah mencuri jam tangan gw!" lanjut Mariana sambil menegakkan badannya.
"Benaran, aku nggak ngambil jam tangan kamu," ucap Sarah yakin.
"Buktinya apa!? Sedangkan jam tangan gw ada di dalam laci meja belajar elu!" ucap Mariana sambil berjalan menghampiri Sarah yang sedang berdiri di ambang pintu kamar.
Ketika Mariana berada di samping Sarah, Mariana mendorong tubuhnya Sarah sehingga Sarah terjatuh, lalu berteriak, "Dasar munafik! Elu nggak usah mengelak wanita pencuri!"
"Ada ape sich? Dari tadi ribut melulu? Malu ame tetangga tahu!" ucap Rogaya, ibunya mereka.
"Nyak, si Sarah curi jam tangan mahal aye," ucap Mariana kesal.
"Elo ngapain nyuri jam tangannya Mariana!?" ucap Rogaya sambil berjalan menghampiri Sarah.
"A — ku nggak mencurinya Nyak, benaran aku nggak nyuri jamnya," ucap Sarah ketakutan sambil melihat Rogaya yang sedang membungkukkan tubuhnya.
Rogaya menarik beberapa helaian rambut sebahunya Sarah ke belakang, lalu berucap dengan ketus, "Elu harus dihukum!"
"Tapi aku nggak mencurinya Nyak, sumpah aku nggak mencurinya," ucap Sarah menyakinkan Rogaya sambil menahan rasa sakit.
"Alah, alasan elu aja! Maling mana ada yang ngaku!" ucap Rogaya kesal sambil menghempaskan beberapa helaian rambutnya Sarah.
"Nggak usah dikasih uang jajan aja Nyak," samber Mariana.
"Selama sebulan elu nggak dapat uang jajan!" ucap Rogaya ketus sambil menegakkan badannya.
"Jangan sebulan Nyak, tapi tiga bulan aja Nyak," celetuk Mariana.
"Boleh juga. Sarah, bawain termos nasi yang ada di ruang tamu ke warung!" ucap Rogaya sambil berjalan keluar kamar.
"Iya Nyak," ucap Sarah sedih sambil membereskan beberapa gambar hasil karyanya.
"Rah, si Juned pan mau kawin. Kasihan dech elu ditinggal kawin ame si Juned," ledek Mariana.
Kok Abang Juned nggak kasih tahu aku ya? Pantesan sudah beberapa bulan terakhir, Bang Juned nggak pernah balas emailku.
Batin Sarah.
"Elo tuch harus sadar diri dan ngaca! Mana mau si Juned nikah ame elu! Dia itu levelnya anak yang alim dan sholeha. Elu tuch kaga ada alim - alimnya dan kaga ada sholeha - sholehanya," ucap Mariana dengan nada suara yang meledek.
"Maksud kamu ngomong gitu apa?" tanya Sarah sambil menyusun kertas - kertas gambarnya.
Mariana tidak merespon pertanyaan Sarah. Dia melengos keluar dari kamarnya Sarah. Tak terasa air matanya Sarah mengalir lembut di pipinya. Sarah lekas menyeka air matanya. Menghirup udara sebanyak - banyaknya, lalu menghembuskannya dengan pelan - pelan sampai air matanya berhenti mengalir.
Seperti itulah kehidupan Sarah yang selalu direndahkan oleh keluarganya. Sejak kelahiran Mariana, Sarah sering diabaikan. Rasa kasih sayang dari Rogaya dan suaminya Rogaya yang bernama Rojali ke Sarah berkurang banyak. Sarah sering dijadikan budak dan jika Rogaya sedang marah suka menyiksa Sarah sehingga membuat Sarah menderita menjalani kehidupannya.
Dirinya Sarah lebih bahagia jika berada bersama para sahabatnya yang bernama Meira, Zarkasih, Juneidi dan Maimunah. Tapi semenjak beranjak remaja, Sarah dan Juneidi alias Juned saling jatuh cinta. Juneidi adalah cinta pertama bagi Sarah dan yang membuat Sarah lebih semangat lagi menjalani kehidupannya.
Sarah melanjutkan lagi beresin barang - barang yang masih bergeletakan di atas lantai, lalu menaruhnya di tempat semula. Melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Mengambil dua termos nasi yang besar ketika berada di ruang tamu. Melanjutkan langkahnya keluar rumah. Menyusuri halaman rumah. Masuk ke dalam warung lewat pintu belakang yang sudah terbuka.
"Eh udah ada Neng Sarah, Bibi pulang dulu ya Neng," ucap Titin, orang yang kerja separuh waktu di warung nasi milik Rogaya.
"Iya Bi," ucap Sarah sambil menaruh salah satu termos nasi di lantai, lalu menaruh yang satunya lagi di atas meja.
Tak lama kemudian Titin pergi keluar dari warung lewat pintu belakang. Sarah menutup pintu belakang warung. Duduk di bangku sambil mengedarkan pandangannya ke etalase makanan. Tiba - tiba perutnya terasa lapar karena dari subuh sampai sekarang belum makan. Dia takut jika mengambil makanan tanpa izin dari Rogaya. Menghelakan nafas panjang ketika sepintas mengingat kejadian dia dipukuli karena mengambil makanan tanpa seizin Rogaya.
"Assalamu'alaikum," sapa Juneidi alias Juned yang mengejutkan bagi Sarah sehingga Sarah sontak menoleh ke Juneidi.
"Wa — ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh," ucap Sarah sedikit gelagapan sambil menatap Juneidi dengan tatapan mata yang berbinar - binar.
"Boleh aku duduk?" tanya Juneidi.
"Boleh," ucap Sarah sambil menundukkan kepalanya karena malu.
"Rona pipimu selalu membuatku rindu," ucap Juneidi sambil melihat bercak kemerahan yang menyeruak di pipinya Sarah.
Astaghfirullah. Aku tak boleh seperti itu ke Maysaroh karena sebentar lagi aku mau menikah.
Batin Juneidi.
Juneidi langsung mengalihkan pandangannya, lalu berucap, "Maafkan Abang sebelumnya Sar. Selama beberapa bulan belakangan ini Abang tidak membalas email kamu. Abang juga minta maaf karena telah memberikan harapan ke kamu mengenai hubungan asmara kita. Abang sudah berkali - kali meminta ke orang tua Abang untuk melamar kamu, tapi orang tua Abang selalu menolaknya. Abang tidak mau hubungan asmara kita tidak direstui oleh orang tua Abang karena restunya orang tua adalah restunya Allah. Suatu hari, Abang dijodohin sama salah satu anak dari sahabatnya Abi Abang. Awalnya Abang menolaknya, tapi setelah Abi Ummi memberikan wejangan dan setelah melakukan sholat istikharah beberapa kali, akhirnya Abang menerima perjodohan itu. Karena itu juga Abang tidak membalas email kamu. Jadi Abang mohon maafkan Abang."
"Kenapa orang tua Abang tidak merestui hubungan asmara kita?" tanya Sarah sambil menoleh ke Juneidi.
"Yang setahu Abang, karena kita masih saudara."
"Tapi pan kita saudara jauh Bang? Mpok Lela sama Bang Johir aja menikah walaupun mereka masih saudara jauh."
"Aku sudah bilang seperti itu, tapi Ummi selalu menjawab nanti kamu juga tahu sendiri kenapa Abi Ummi tidak pernah merestui hubungan asmara kalian."
"Apa karena Sarah bukan wanita baik untuk Abang?"
"Kamu wanita baik untuk Abang, tapi kamu bukan jodohnya Abang."
"Apa karena Sarah bukan wanita sholeha?"
"Semuanya bukan karena kamu, ini semua karena takdir kita dari Allah."
"Kapan Abang menikah?"
"Dua pekan lagi. Oh ya, Abang mohon, kamu harus menghilangkan dan melupakan rasa cinta kamu ke Abang."
"Apakah Abang sudah menghilangkan dan melupakan rasa cinta Abang ke Sarah?" tanya Sarah polos yang membuat Juneidi sontak menoleh ke dirinya.
Waduh aku harus jawab apa? Aku tidak ingin menyakiti hatinya Sarah dan hatinya Salma.
Batin Junaidi.
Juneidi mengadahkan kepalanya, lalu berucap, "Aku sudah melakukan itu semua."
Jedarrrr!!!
Bagaikan kilatan petir di siang hari bolong, Sarah mendengar ucapan dari Juneidi. Tiba - tiba hatinya Sarah tertusuk belati yang mampu membuat hatinya terluka tak kasat mata. Syerrrr ... perasaan sedih menelusuri setiap aliran darahnya Sarah. Detak jantungnya seakan berhenti yang membuat dirinya sesak.
Kringgg ...
Handphone milik Juneidi berdering. Sontak Juneidi mengambil smartphonenya dari kantong celananya. Lalu melihat sebuah tulisan Ummi di layar handphonenya. Juneidi menyentuh tombol hijau untuk menjawab panggilan telepon dari Umminya, lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.
"Assalamu'alaikum Ummi, iya ada apa Ummi?"
"Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh. Kamu lagi di mana?"
"Di warungnya Nyak Rogaya Mi."
"Kamu ngapain di situ?"
"Ehm ... ada urusan pribadi sama Sarah."
"Udah selesai urusan pribadinya?"
"Sudah Mi."
"Ya udah kalau begitu. Cepatan pulang, Ummi ada perlu sama kamu."
"Iya Ummi."
"Assalamu'alaikum."
"Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh."
Tiba - tiba sambungan telepon itu terputus. Juneidi menjauhkan handphone miliknya dari telinga kirinya, lalu menaruhnya di tempat semula. Juneidi beranjak berdiri, lalu menoleh ke Sarah yang sedang menundukkan kepalanya. Tak terasa air matanya Sarah berlinang di pelupuk kedua matanya.
"Sarah, Abang pulang dulu ya. Assalamu'alaikum."
"Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh," ucap Sarah sambil menahan air matanya agar tidak keluar dari pelupuk kedua matanya.
Juneidi melangkahkan kakinya keluar dari warung lewat pintu depan. Sarah mengadahkan kepalanya, lalu melihat bahunya Juneidi. Tanpa diminta, air matanya mengalir di pipinya. Sarah menangis sesenggukan sambil memegang dadanya.
Kenapa hidupku seperti ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments