Hai para readers yang tersayang 👋
Terima kasih telah mampir di novelku yang ini ya 😊. Mohon dukungannya ya dengan :
Dengan memberikan like
Dengan memberikan vote
Dengan memberikan hadiah
Dengan memberikan bintang lima
Dengan memberikan komentar
Selamat membaca 😊😊😊
💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐
"Aku tidak mencurinya!" pekik seorang wanita yang bernama Sarah.
"Gw tidak percaya!" teriak seorang wanita yang bernama Mariana sambil membongkar laci meja belajarnya Sarah.
"Benaran Mar, aku tidak mencurinya," ucap Sarah melunak dengan tatapan mata yang sendu.
"Ini apa?!" ucap Mariana sinis sambil mengangkat sebuah jam tangan mewah. "Elu sudah mencuri jam tangan gw!" lanjut Mariana sambil menegakkan badannya.
"Benaran, aku nggak ngambil jam tangan kamu," ucap Sarah yakin.
"Buktinya apa!? Sedangkan jam tangan gw ada di dalam laci meja belajar elu!" ucap Mariana sambil berjalan menghampiri Sarah yang sedang berdiri di ambang pintu kamar.
Ketika Mariana berada di samping Sarah, Mariana mendorong tubuhnya Sarah sehingga Sarah terjatuh, lalu berteriak, "Dasar munafik! Elu nggak usah mengelak wanita pencuri!"
"Ada ape sich? Dari tadi ribut melulu? Malu ame tetangga tahu!" ucap Rogaya, ibunya mereka.
"Nyak, si Sarah curi jam tangan mahal aye," ucap Mariana kesal.
"Elo ngapain nyuri jam tangannya Mariana!?" ucap Rogaya sambil berjalan menghampiri Sarah.
"A — ku nggak mencurinya Nyak, benaran aku nggak nyuri jamnya," ucap Sarah ketakutan sambil melihat Rogaya yang sedang membungkukkan tubuhnya.
Rogaya menarik beberapa helaian rambut sebahunya Sarah ke belakang, lalu berucap dengan ketus, "Elu harus dihukum!"
"Tapi aku nggak mencurinya Nyak, sumpah aku nggak mencurinya," ucap Sarah menyakinkan Rogaya sambil menahan rasa sakit.
"Alah, alasan elu aja! Maling mana ada yang ngaku!" ucap Rogaya kesal sambil menghempaskan beberapa helaian rambutnya Sarah.
"Nggak usah dikasih uang jajan aja Nyak," samber Mariana.
"Selama sebulan elu nggak dapat uang jajan!" ucap Rogaya ketus sambil menegakkan badannya.
"Jangan sebulan Nyak, tapi tiga bulan aja Nyak," celetuk Mariana.
"Boleh juga. Sarah, bawain termos nasi yang ada di ruang tamu ke warung!" ucap Rogaya sambil berjalan keluar kamar.
"Iya Nyak," ucap Sarah sedih sambil membereskan beberapa gambar hasil karyanya.
"Rah, si Juned pan mau kawin. Kasihan dech elu ditinggal kawin ame si Juned," ledek Mariana.
Kok Abang Juned nggak kasih tahu aku ya? Pantesan sudah beberapa bulan terakhir, Bang Juned nggak pernah balas emailku.
Batin Sarah.
"Elo tuch harus sadar diri dan ngaca! Mana mau si Juned nikah ame elu! Dia itu levelnya anak yang alim dan sholeha. Elu tuch kaga ada alim - alimnya dan kaga ada sholeha - sholehanya," ucap Mariana dengan nada suara yang meledek.
"Maksud kamu ngomong gitu apa?" tanya Sarah sambil menyusun kertas - kertas gambarnya.
Mariana tidak merespon pertanyaan Sarah. Dia melengos keluar dari kamarnya Sarah. Tak terasa air matanya Sarah mengalir lembut di pipinya. Sarah lekas menyeka air matanya. Menghirup udara sebanyak - banyaknya, lalu menghembuskannya dengan pelan - pelan sampai air matanya berhenti mengalir.
Seperti itulah kehidupan Sarah yang selalu direndahkan oleh keluarganya. Sejak kelahiran Mariana, Sarah sering diabaikan. Rasa kasih sayang dari Rogaya dan suaminya Rogaya yang bernama Rojali ke Sarah berkurang banyak. Sarah sering dijadikan budak dan jika Rogaya sedang marah suka menyiksa Sarah sehingga membuat Sarah menderita menjalani kehidupannya.
Dirinya Sarah lebih bahagia jika berada bersama para sahabatnya yang bernama Meira, Zarkasih, Juneidi dan Maimunah. Tapi semenjak beranjak remaja, Sarah dan Juneidi alias Juned saling jatuh cinta. Juneidi adalah cinta pertama bagi Sarah dan yang membuat Sarah lebih semangat lagi menjalani kehidupannya.
Sarah melanjutkan lagi beresin barang - barang yang masih bergeletakan di atas lantai, lalu menaruhnya di tempat semula. Melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Mengambil dua termos nasi yang besar ketika berada di ruang tamu. Melanjutkan langkahnya keluar rumah. Menyusuri halaman rumah. Masuk ke dalam warung lewat pintu belakang yang sudah terbuka.
"Eh udah ada Neng Sarah, Bibi pulang dulu ya Neng," ucap Titin, orang yang kerja separuh waktu di warung nasi milik Rogaya.
"Iya Bi," ucap Sarah sambil menaruh salah satu termos nasi di lantai, lalu menaruh yang satunya lagi di atas meja.
Tak lama kemudian Titin pergi keluar dari warung lewat pintu belakang. Sarah menutup pintu belakang warung. Duduk di bangku sambil mengedarkan pandangannya ke etalase makanan. Tiba - tiba perutnya terasa lapar karena dari subuh sampai sekarang belum makan. Dia takut jika mengambil makanan tanpa izin dari Rogaya. Menghelakan nafas panjang ketika sepintas mengingat kejadian dia dipukuli karena mengambil makanan tanpa seizin Rogaya.
"Assalamu'alaikum," sapa Juneidi alias Juned yang mengejutkan bagi Sarah sehingga Sarah sontak menoleh ke Juneidi.
"Wa — ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh," ucap Sarah sedikit gelagapan sambil menatap Juneidi dengan tatapan mata yang berbinar - binar.
"Boleh aku duduk?" tanya Juneidi.
"Boleh," ucap Sarah sambil menundukkan kepalanya karena malu.
"Rona pipimu selalu membuatku rindu," ucap Juneidi sambil melihat bercak kemerahan yang menyeruak di pipinya Sarah.
Astaghfirullah. Aku tak boleh seperti itu ke Maysaroh karena sebentar lagi aku mau menikah.
Batin Juneidi.
Juneidi langsung mengalihkan pandangannya, lalu berucap, "Maafkan Abang sebelumnya Sar. Selama beberapa bulan belakangan ini Abang tidak membalas email kamu. Abang juga minta maaf karena telah memberikan harapan ke kamu mengenai hubungan asmara kita. Abang sudah berkali - kali meminta ke orang tua Abang untuk melamar kamu, tapi orang tua Abang selalu menolaknya. Abang tidak mau hubungan asmara kita tidak direstui oleh orang tua Abang karena restunya orang tua adalah restunya Allah. Suatu hari, Abang dijodohin sama salah satu anak dari sahabatnya Abi Abang. Awalnya Abang menolaknya, tapi setelah Abi Ummi memberikan wejangan dan setelah melakukan sholat istikharah beberapa kali, akhirnya Abang menerima perjodohan itu. Karena itu juga Abang tidak membalas email kamu. Jadi Abang mohon maafkan Abang."
"Kenapa orang tua Abang tidak merestui hubungan asmara kita?" tanya Sarah sambil menoleh ke Juneidi.
"Yang setahu Abang, karena kita masih saudara."
"Tapi pan kita saudara jauh Bang? Mpok Lela sama Bang Johir aja menikah walaupun mereka masih saudara jauh."
"Aku sudah bilang seperti itu, tapi Ummi selalu menjawab nanti kamu juga tahu sendiri kenapa Abi Ummi tidak pernah merestui hubungan asmara kalian."
"Apa karena Sarah bukan wanita baik untuk Abang?"
"Kamu wanita baik untuk Abang, tapi kamu bukan jodohnya Abang."
"Apa karena Sarah bukan wanita sholeha?"
"Semuanya bukan karena kamu, ini semua karena takdir kita dari Allah."
"Kapan Abang menikah?"
"Dua pekan lagi. Oh ya, Abang mohon, kamu harus menghilangkan dan melupakan rasa cinta kamu ke Abang."
"Apakah Abang sudah menghilangkan dan melupakan rasa cinta Abang ke Sarah?" tanya Sarah polos yang membuat Juneidi sontak menoleh ke dirinya.
Waduh aku harus jawab apa? Aku tidak ingin menyakiti hatinya Sarah dan hatinya Salma.
Batin Junaidi.
Juneidi mengadahkan kepalanya, lalu berucap, "Aku sudah melakukan itu semua."
Jedarrrr!!!
Bagaikan kilatan petir di siang hari bolong, Sarah mendengar ucapan dari Juneidi. Tiba - tiba hatinya Sarah tertusuk belati yang mampu membuat hatinya terluka tak kasat mata. Syerrrr ... perasaan sedih menelusuri setiap aliran darahnya Sarah. Detak jantungnya seakan berhenti yang membuat dirinya sesak.
Kringgg ...
Handphone milik Juneidi berdering. Sontak Juneidi mengambil smartphonenya dari kantong celananya. Lalu melihat sebuah tulisan Ummi di layar handphonenya. Juneidi menyentuh tombol hijau untuk menjawab panggilan telepon dari Umminya, lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.
"Assalamu'alaikum Ummi, iya ada apa Ummi?"
"Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh. Kamu lagi di mana?"
"Di warungnya Nyak Rogaya Mi."
"Kamu ngapain di situ?"
"Ehm ... ada urusan pribadi sama Sarah."
"Udah selesai urusan pribadinya?"
"Sudah Mi."
"Ya udah kalau begitu. Cepatan pulang, Ummi ada perlu sama kamu."
"Iya Ummi."
"Assalamu'alaikum."
"Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh."
Tiba - tiba sambungan telepon itu terputus. Juneidi menjauhkan handphone miliknya dari telinga kirinya, lalu menaruhnya di tempat semula. Juneidi beranjak berdiri, lalu menoleh ke Sarah yang sedang menundukkan kepalanya. Tak terasa air matanya Sarah berlinang di pelupuk kedua matanya.
"Sarah, Abang pulang dulu ya. Assalamu'alaikum."
"Wa ‘alaikumus salam wa rahmatullahi wabarakatuh," ucap Sarah sambil menahan air matanya agar tidak keluar dari pelupuk kedua matanya.
Juneidi melangkahkan kakinya keluar dari warung lewat pintu depan. Sarah mengadahkan kepalanya, lalu melihat bahunya Juneidi. Tanpa diminta, air matanya mengalir di pipinya. Sarah menangis sesenggukan sambil memegang dadanya.
Kenapa hidupku seperti ini?
Silakan tinggalkan jejak dengan ⬇️⬇️
Mengklik like 😊.
Dikasih bintang lima ya 😊.
Dikasih hadiah ya 😊.
Dikasih vote ya 😊.
Tulis komentar ya 😊.
Happy reading 🤗.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Melangkahkan kakinya menyusuri jembatan sambil membawa dagangan kuenya. Sarah menghentikan langkahnya ketika berada di jembatan. Dia merasa sangat lelah. Di menaruh dagangannya di pinggir jalan jembatan. Menghadapkan tubuhnya ke aliran sungai yang sudah tercemar. Menyandarkan badannya di pagar jembatan.
Mengadahkan kepalanya melihat arakan awan di langit biru yang cerah dengan bentuk yang indah. Sarah tersenyum manis melihat lukisan alam. Walaupun dia tersenyum manis, Sarah sedih dan kecewa. Tadi setelah sholat subuh, Sarah ditampar sama ayahnya yang bernama Rojali. Sarah ditampar karena mencuri uangnya Rojali padahal dia tidak mencurinya.
"Ya Allah, kenapa ini semua terjadi padaku? Apa salahku ya Allah sampai mereka berbuat semena - mena kepadaku?" ucap Sarah pelan.
Tak terasa air matanya Sarah meluncur pelan di pipinya. Detak jantungnya seakan berhenti lagi sehingga dadanya sesak. Sarah menangis sesenggukan sambil meremas bajunya. Sarah tidak pernah sama sekali menyangka bahwa Rojali menampar pipinya dan terhasut sama tuduhan itu. Sarah heran kenapa uang itu ada di dalam laci meja belajarnya. Sarah termenung meratapi kisah hidupnya yang kebanyakan diisi dengan kesedihan dan kekecewaan.
Sarah merasa takdir yang dia alami sungguh tidak adil bagi dirinya. Dia terus menerus mengingat perlakuan Rogaya yang selalu kasar terhadap dirinya dan sikap mereka yang suka semena - mena terhadap dirinya hingga sampai hari ini yang membuat dirinya kacau. Di saat seperti ini, dia membutuhkan sosok Juneidi yang mempunyai pemikiran, sikap, sifat yang lebih dewasa darinya untuk menceritakan masalahnya dan untuk menenangkan dirinya dalam menghadapi masalah kehidupan yang dia miliki.
"Hiks ... hiks ... hiks ... andaikan Nyak Babe orang yang baik, hiks ... hiks ... hiks ... semua ini pasti tidak akan terjadi hiks ... hiks ... hiks ..., Ya Allah apa yang aku harus aku lakukan? Hiks ... hiks ... hiks ... aku merasa tidak mampu menghadapi semua masalah yang menimpa pada diriku hiks ... hiks ... hiks ....," gumam Sarah bermonolog di dalam tangisannya.
Tangan kanannya Sarah memegang pilar penyanggah yang terbuat dari baja ringan. Tangan kirinya Sarah memegang erat pagar jembatan. Sarah naik ke atas pagar dengan menggunakan tenaga kedua tangannya. Tangan kanannya masih memegang erat pilar jembatan. Sarah masih ragu untuk melakukan bunuh diri. Tiba - tiba kakinya Sarah dipeluk sama seseorang. Sarah menoleh ke orang itu.
"Hiks ... hiks ... hiks ... ngapain kamu peluk kakiku hiks ... hiks ... hiks ...!?" ucap Sarah.
"Sar, elu jangan bunuh diri dong! Nanti siapa yang bantuin gw ngerjain tugas kuliah? Elu sahabat yang sangat berharga bagi gw," ucap sahabatnya Sarah yang bernama Zarkasih alias Njar.
"Hiks ... hiks ... hiks ... aku mohon lepaskan kakiku hiks ... hiks ... hiks ...!"
"Tidak!" pekik Zarkasih.
"Eh elu pada lagi ngapain?" ucap Maimunah, sahabat Sarah yang satunya lagi.
"Sarah mau bunuh diri Munah."
"Macam pula kau Sarah! Kau kenapa? Kau rugi kalau bunuh diri! Apa untungnya bagi kau?!" ucap Meira alias Mei sahabat Sarah yang satunya lagi.
"Ya Allah, elu kenapa sayangku?" ucap Maimunah sendu sambil berjalan menghampiri Sarah dan Zarkasih.
"Hiks ... hiks ... hiks ... aku sudah lelah menjalani hidup ini hiks ... hiks ... hiks ...."
"Sayang, elu jangan pergi ninggalin kita dong," ucap Maimunah sedih.
"Sarah, aku minta kamu berpikir jernih. Kau percuma bunuh diri karena itu bukan menyelesaikan semua masalah kau. Sebaiknya kau berbagi cerita sama kita - kita orang," ucap Mei.
"Hiks ... hiks ... hiks ... aku selalu merepotkan kalian hiks ... hiks ... hiks ... aku sudah nggak kuat lagi hiks ... hiks ... hiks ...."
"Sayang, elu tidak pernah merepotkan kita kok. Gw mohon elu jangan lakukan itu."
"Gw cinta elu Sarah, jadi jangan bunuh diri dong," ucap Zarkasih yang mengagetkan Maimunah, Sarah dan Meira.
"Macam pula kau bah!" ucap Mei.
"Eh elu jangan asal ngejeplak Njar," ucap Maimunah.
"Yah elu pada kaga tahu strategi untuk mengecoh kan orang yang sedang frustrasi."
"Maksud elu apa?" tanya Maimunah.
"Hey Maimunah yang pinternya keblinger, gw ngomong seperti itu untuk mengecohkan si Sarah agar dia kaga jadi bunuh diri."
"Eh, tapi kaga usah pakai segala kalimat menyatakan cinta juga kali," celetuk Maimunah.
"Emangnya nape? Elu mau gw melakukan itu ke elu karena elu suka ame gw?"
"Idih amit - amit jabang bayi gw suka sama elu."
"Kenapa pula kalian ribut? Malu dilihati orang banyak. Bukannya narik tubuhnya si Sarah, malah cekcok."
"Sarah kamu kenapa?" ucap Juneidi yang tiba - tiba datang menghampiri mereka.
Sarah tidak menjawabnya, dia hanya menangis sesenggukan. Juneidi menepuk pundak kirinya Zarkasih sehingga Zarkasih menoleh ke Juneidi. Juneidi menggelengkan kepalanya untuk memberikan kode ke Zakarsih. Tapi Zarkasih tidak mengerti maksud dari kode itu. Zarkasih mengerutkan keningnya karena bingung.
"Nape?" tanya Zarkasih.
"Njar lepasi kakinya Sarah," ucap Juneidi serius.
"Kalau gw lepas, nanti dia loncat."
"Aku yakin dia tidak akan melakukan itu."
"Hiks ... hiks ... hiks ... kamu ngapain ke sini hiks ... hiks ... hiks ...?"
"Aku mau ngomong sama kamu, turunlah my shiny girl," ucap Juneidi lembut yang membuat orang - orang terkejut.
"Hiks ... hiks ... hiks ... tolong lepasin kakiku Njar hiks ... hiks ... hiks ...."
"Tapi elu jangan loncat ya," ucap Zarkasih khawatir.
"Iya."
Tak lama kemudian, Zarkasih melepaskan kakinya Sarah, lalu mundur beberapa langkah. Sarah melepaskan tangannya dari penyanggah jembatan, lalu langsung loncat ke belakang. Sarah membalikkan badannya menghadap para sahabatnya sambil menangis sesenggukan. Sarah meluruhkan tubuhnya ke jalanan jembatan. Sarah duduk ngedeprok, lalu menundukkan kepalanya.
"Mohon maaf, yang sedang menonton harap bubar ya, kami ingin membicarakan hal yang sangat pribadi," ucap Juneidi serius dan tegas.
Tak lama kemudian, orang - orang yang sedang melihat kejadian aksi mau bunuh diri Sarah bubar. Juneidi melangkahkan kakinya ke hadapan Sarah. Melepaskan jaket kulitnya, lalu menutupi bagian kaki Sarah yang terbuka dengan jaketnya. Juneidi duduk bersila di depan Sarah. Maimunah, Meira dan Zarkasih melihat mereka dengan tatapan bingung.
"Munah, biasanya kalau seperti ini, mereka ingin berduaan. Tapi pan si Juned mau kawin, masa dia mau berduaan ame si Sarah?"
"Kayaknya iye, mereka mau berduaan. Ape kita tinggal aje mereka berdua?"
"Macam pula kalian berdua! Kalau kita tinggali mereka berdua bisa terjadi fitnah," celetuk Mei.
"Iye bener, ya udeh kite di sini aje dech," ucap Maimunah.
"Kita kayak kambing conge dong," celetuk Zarkasih.
"Dari pada nanti ada gosip yang nggak - nggak, lebih baik kite di mari," ucap Maimunah serius.
"Aku pinta kalian di sini aja, kita selesaikan masalah Sarah," ucap Juneidi.
"Nah kalau gitu mantap dah," celetuk Maimunah sambil berjalan menghampiri Sarah dan Juneidi.
"Kau ada masalah apa?" tanya Mei sambil berjalan menghampiri Sarah.
"Tolong diceritain dah Sar," ucap Zarkasih sambil jongkok di samping kirinya Juneidi.
Sarah menoleh ke para sahabatnya dengan tatapan sendu sambil menangis sesenggukan, "Hiks ... hiks ... hiks ... tadi setelah sholat subuh, Babe nyariin duitnya. Nah, pas Babe nyari duitnya, Mariana menemukan duitnya Babe di laci meja belajarku. Hiks ... hiks ... hiks .... aku bingung kenapa duit Babe ada di meja belajarku. Mariana menuduhku mencuri uang itu, padahal aku tidak mencurinya. Aku bilang ke Babe bahwa aku tidak mencurinya tapi Babe tidak percaya dan dia marah - marah sampai menamparku hiks ... hiks ... hiks ... "
Pasti ada yang sengaja menaruh uangnya Babe Rojali di dalam laci meja belajarnya Sarah.
Batin Zarkasih.
"Kok sekarang Babe Rojali jadi galak ame elu sich? Biasanya yang suka mukul elu pan Nyak Rogaya dan si Markonah yang sering isengi elu," ucap Maimunah bingung.
"Hiks ... hiks ... hiks ... aku juga nggak tahu hiks ... hiks ... hiks .... apa mungkin aku anak pungut ya?"
"Bukan, elu kakaknya Marimar," samber Zarkasih.
"Marimar pala lo!" celetuk Maimunah.
"Kamu harus lebih sabar lagi," ucap Juneidi lembut supaya bisa menenangkan hatinya Sarah.
"Jangan - jangan yang naro uangnya Babe Rojali si Markonah," ucap Mei serius.
"Bisa jadi, pan dia sering isengi Sarah," celetuk Maimunah.
"Mana mungkin Marimarku berbuat seperti itu," ucap Zarkasih.
"Pretttt," ucap Maimunah.
"Kalian berdua jangan berburuk sangka dulu," ucap Juneidi.
"Yah payah elu berdua, pan si Markonah sering isengi Sarah, bisa pan si Markonah berbuat seperti itu, masa Sarah yang mencurinya? Itu tidak mungkin," ucap Maimunah serius.
"Kalau gitu kita selidiki aja dulu, apakah benar si Markonah yang suka ngumpati barang - barang di laci meja belajarnya Sarah," ucap Mei.
"Udah - udah kalian tidak usah seperti itu, sebaiknya kita menghibur Sarah aja," ucap Juneidi mengalihkan pembicaraan.
"Bagaimana kalau kite ngamen lagi?" ide Zarkasih.
"Iya benar, aku kangen suaranya Sarah," ucap Juneidi sambil berdiri.
"Ciyeee ... yang kangen sama suara merdunya Sarah," ledek Maimunah.
"Munah, elu kalau ngomong jangan asal dong! Nanti ada yang dengar, kalau ada yang dengar bisa berabe!" ucap Zarkasih.
"Hiks ... hiks ... hiks ... tapi aku nggak bisa ikut ngamen karena daganganku masih banyak hiks ... hiks ... hiks ...."
"Tenang aja Sar, pan ada gw, si Tuan tanah, gw beli semua dagangan elu," ucap Zarkasih berjumawa.
"Udah kamu jangan menangis lagi, jangan putus asa lagi, kamu harus lebih sabar dan lebih ikhlas lagi menerima takdirmu. Aku yakin Allah tidak akan memberikan masalah tanpa ada solusinya," ucap Juneidi lembut.
"Iya. Aku harus ikhlas menerimanya."
"Assalamu'alaikum," salam Sarah sambil masuk ke dalam rumahnya.
Tidak ada balasan salam walaupun ada Mariana yang sedang menonton televisi. Sarah hanya tersenyum kecut melihat kelakuan Mariana yang sering mengabaikan kehadiran dirinya. Sarah melihat kaki kirinya Mariana yang sedang posisi siap - siap untuk menyingkap kedua kakinya Sarah ketika berjalan melewatinya. Mariana sering menyingkap kedua kakinya Sarah ketika berjalan.
Sarah menghindari kakinya Mariana supaya dia tidak terjatuh. Mariana melihat Sarah melengos berjalan melewatinya. Mariana menyeringai licik, lalu berdiri dan mendorong tubuhnya Sarah tapi Sarah dengan lihai mengimbangi tubuhnya sehingga dia tidak terjatuh. Sarah menoleh ke Mariana dengan tatapan mata yang kesal.
"Nape lu? Lihat gw kesel gitu?" ucap Mariana ketus.
"Maksud kamu apa dorong badanku?" tanya Sarah kesal.
"Heh Rah, elu yak, bikin malu gw aje!" ucap Rogaya kesal sambil berjalan menghampiri Sarah.
Sarah langsung menoleh ke Rogaya, lalu berucap, "Emangnya ada apa Nyak?"
Rogaya menarik rambut sebahunya Sarah dengan kencang sehingga membuat Sarah kesakitan, lalu berkata dengan amarah, "Hey Wanita murahan! Ngapain elu godain laki - laki yang mau kawin!? Elu mau jadi lotte?"
"Maksud Nyak apa?" tanya Sarah sambil menahan kesakitan.
"Alah! Sok polos elu yak! Gw sekarang udeh tahu akal bulus elu! Elu mau bikin harga diri keluarga ini jatuh!?"
"Benaran Nyak, aku nggak tahu maksud Nyak," ucap Sarah sambil meringis kesakitan.
"Tadi Nyaknya Juned datang ke sini! Dia bilang jangan godain dan dekati Juned lagi! Dia pan dikit lagi mau kawin! Elo mau jadi wanita murahan!?"
"Aku nggak godain dan dekati dia Nyak, aku bukan wanita murahan. Dari dulu hubungan kami dekat."
"Alah, susah banget yak kasih tahu wanita murahan!"
"Aku bukan wanita murahan Nyak!" ucap Sarah sedikit kesal.
Plak plak plak
"Elu udeh berani ngebentak gw!" ucap Rogaya marah sambil melepaskan rambutnya Sarah dengan kasar.
"Aku nggak ngebentak Nyak," ucap Sarah sambil menahan air matanya.
"Masuk ke kamar! Mulai sekarang sampai malam, elu kaga gw kasih makan sebagai hukumannya!" bentak Rogaya.
Tak lama kemudian, melanjutkan langkahnya ke kamar yang letaknya dekat sama ruang keluarga. Sarah masuk ke dalam kamar dengan lunglai sambil merasakan sakit di kepalanya dan menahan air matanya. Menutup pintu kamar, lalu mengunci pintu kamarnya. Berjalan menghampiri tempat tidurnya, lalu duduk di tepian tempat tidur.
Sarah mengadahkan kepalanya. Melihat pemandangan langit biru yang di hiasi dengan kumpulan awan yang berbentuk seperti gumpalan kapas sambil tersenyum manis. Pikiran Sarah melalang buana ke hari yang kemarin. Di mana dia bersama para sahabatnya berada di sebuah taman komplek perumahan.
Sarah tidak akan pernah bisa melupakan kebersamaan mereka yang itu. Di hari itu, para sahabatnya banyak menghibur dirinya sehingga dia bisa mengikhlaskan suratan takdirnya. Sarah sangat bersyukur memiliki Maimunah, Meira, Zarkasih dan Juneidi. Hari itu mereka bercanda, bercerita dan bercengkrama. Tak terasa air mata Sarah mengalir lembut karena sedih dan terharu.
Kringgg ... kringgg ... kringgg ...
Bunyi dering dari handphone milik Sarah yang membuyarkan lamunan Sarah. Sarah menyeka air matanya, lalu Sarah mengambil handphonenya dari saku celananya. Melihat nama Maimunah di layar handphonenya. Memencet tombol hijau, lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinga kirinya.
"Assalamu'alaikum," salam Sarah dengan suara parau.
"Wa'alaikumussalam, elu habis nangis yak?" ucap Maimunah.
"Nggak kok."
"Elu kaga bisa bohongi gw, pan dari dulu kita udeh berjanji selalu berbagi suka dan duka. Ceritakan aje, supaya hati elu plong dan siapa tahu gw bisa mencari solusi masalah elu."
"Benaran aku lagi nggak punya masalah."
"Elu kaga cihuy nich. Gw tahu tadi rambut elu dijambak lagi ame Nyak Rogaya. Kenapa lagi die?"
"Ehm ... tadi Nyak marah karena menurut dia, aku godain dan dekati Juneidi yang sebentar lagi menikah."
"Ya elah sampai segitunya. Lagian elu pan nggak pernah godain si Juned dan dari jaman dulu elu ame si Juned pan dekat. Ada - ada aje Nyak elu. Oh ya, elu kaget kaga denger Juned mau kawin?"
"Kaget. Kamu kaget juga dengar Bang Juned mau nikah?"
"Kaget lah. Berarti pertama kali elu tahu Juned mau kawin dari Nyak elu?"
"Bukan. Pertama kali gw tahu Bang Juned mau nikah dari Mariana."
"Sar, elu jujur ya. Sebenarnya elu sedih kaga sich ditinggal kawin ame Juned?" tanya Maimunah kepo.
"Ehm ... sedih sich, tapi aku harus ikhlas menerimanya."
"Elu benar - benar wanita yang tangguh Sar, gw salut ame elu. Elu sekarang lagi dihukum lagi yak?"
"Iya."
"Sekarang hukumannya apa lagi?"
"Dari siang sampai malam, aku nggak dapat makan."
"Bujug buneng kejam sekali hukumannya. Pan itu kewajiban Nyak Rogaya ngasih elu makan. Itu penyiksaan bukan hukuman. Kalo menurut gw, mendingan elu kabur aje dari sono."
"Aku nggak bisa."
"Kenapa kaga bisa? Pan Nyak Rogaya sering mukulin elu dan si Markonah sering isengi dan sering mengabaikan keberadaan elu. Elu juga pan sering diperlakukan seenak udelnya mereka. Sekali - kali nape elu bikin pelajaran buat mereka."
"Aku butuh kehadiran mereka di acara wisuda dan pernikahanku."
"Gw lupa kapan wisuda elu?"
"Hari Sabtu besok."
"Nah, gw dapet ide. Bagaimana kalo habis wisuda elu kabur dari sono? Elu kost dimana gitu tanpa sepengetahuan mereka sambil mencari pekerjaan, pas mereka menyadari kesalahan mereka ke elu, elu balik lagi ke rumah."
"Dipikir - pikir dulu."
"Dipikirnya jangan kelamaan, nanti otak elu lumutan kayak otaknya Zarkasih."
"Hush! Nggak boleh gitu, nggak boleh benci sama orang lain secara berlebihan nanti bisa jadi cinta. Benci kan singkatan dari benar - benar cinta," ledek Sarah.
"Idih amit - amit dach gw cinta ame si Njar."
"Makanya jangan terlalu benci sama Zarkasih. Ngomong - ngomong kamu nelpon aku ada apa?"
"Oh ya, gw jadi lupa. Tadi gw datang ke rumah elu, tapi pas di depan pintu gw liat rambut elu lagi dijenggut. Karena kaga tega ngeliat elu digituin, gw balik aja ke rumah. Mau gw tegur Nyak Rogaya, kaga sopan. Tadi pan gw mau kasih tahu kalau Babenya Mei masuk ke rumah sakit."
"Sakit apa Tulang Ruben?"
"Yang gw denger kena serangan stroke."
"Di rumah sakit mana?"
"Rumah sakit Polri."
"Kita jenguk yuk!"
"Ayo, elu bisanya kapan?"
"Aku minta ijin dulu sama Nyak. Mungkin besok siang."
"Ya udeh kalo gitu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Tak lama kemudian sambungan telepon terputus. Sarah menaruh handphone miliknya di atas kasur dengan asal. Membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menatap langit - langit kamar yang dihiasi dengan gambar - gambar hasil karyanya sendiri. Sebuah gambar langit biru yang indah.
Tok ... tok ... tok ...!
Bunyi ketukan pintu yang menggebu - gebu. Sarah beranjak berdiri dari tempat tidur. Melangkahkan kakinya menuju pintu kamar. Membuka kunci pintu, lalu menekan handle pintu ke bawah. Menarik pintu secara perlahan sehingga pintu terbuka. Mariana tersenyum sinis ke Sarah. Tiba - tiba Mariana melempar baju mini dressnya ke Sarah.
"Hey wanita murahan! Gosoki baju gw sekarang juga!" titah Mariana.
"Aku bukan wanita murahan!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hey para pembaca yang cantik dan ganteng 😊, terima kasih ya udah membaca cerita novelku ini 😊.
Tolong di vote ya 😊.
Tolong di like ya 😊.
Tolong dikasih komentar ya 😊.
Tolong dikasih bintang lima ya 😊.
Tolong dikasih hadiah ya 😊.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!