Blooming At It'S Time

Blooming At It'S Time

¹ Menilai Seseorang

Semakin bertambahnya usia, kita akan semakin jeli dalam menilai karakteristik seseorang. Kalimat itulah yang cocok menjelaskan isi kepala Giri saat ini. Pria tua yang sudah seharusnya pensiun itu, menatap tajam kepada cucu kesayangannya.

"Gimana Opa mau percaya sama kamu, kalau sama perempuan aja kamu dibodohi kayak begitu!" Giri meninggikan suaranya, sementara sang cucu malah enggan menghadap Opanya sendiri.

"Baru juga ketemu sekali, mana bisa langsung nge-judge kayak gitu." Bantah sang cucu.

"Alden! Kamu tahu, sudah berapa banyak Opa ketemu orang semacam dia?"

Alden, cucu kesayangan, yang bakalnya menjadi penerus bisnis perhotelan milik Giri, sekarang ini malah berkacak pinggan dengan kasarnya. Tidak mau mendengar nasihat, bahkan menghadap Giri pun tidak. Betapa kecewanya Giri, melihat cucu manisnya berubah hanya karena seorang wanita pengeruk emas.

"Kamu yang bakalnya gantiin Opa! Kalau sama perempuan aja kamu ditipu, gimana sama klien mu? Staff mu?"

Alden kini mengusap wajahnya kasar. Dengan suasana hati yang sedang sensitif, Alden merasa Giri kembali meragukan kinerjanya. Padahal sudah bertahun-tahun Alden bertahan dibawah tekanan Giri. Sudah bertahun-tahun juga Alden berusaha bekerja dengan profesional. Tapi kini, Alden yang sedang sensitif, dan mendengar kalimat seperti itu, membuatnya hampir meledak.

"Opa!" Alden akhirnya berbalik menghadap Giri, walau pun dengan hembusan napas yang jelas menandakan bahwa dirinya sedang kesal. "Gak ada hubungannya dia sama kinerjaku, Opa." Lanjutnya, dengan tegas.

"Kamu pikir dia cinta sama kamu, hah? Bocah SD aja tahu, kalau dia cuma mau manfaatin uangmu, Al!" Giri kini benar-benar kesal. Entah kenapa, cucunya yang satu ini sangat keras kepala. Sebenarnya dia tidak perlu heran, kalau dirinya sendiri juga keras kepala.

Alden berdecak kesal, dan kembali memunggungi Giri. Cukup, dia tidak mau melanjutkan pertengkaran ini lagi. Padahal baru saja mereka makan bersama dengan kekasih, yang sudah lama dia kencani. Alden tidak bisa menerima sikap Giri yang sangat mudah menghakimi seseorang, hanya dengan satu pertemuan.

"Alden pergi dulu. Ada meeting satu jam lagi." Itu saja kalimat yang Alden ucapkan, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Giri sendiri di apartemennya. Tanpa memikirkan bagaimana Giri akan pulang.

Kali ini, Alden benar-benar menjadi cucu yang kurang ajar.

❖❖❖

Akibat dari cucu yang durhaka, Giri akhirnya harus menelepon sopirnya, dan menunggu untuk dijemput. Satu hal yang terpikir olehnya adalah Kala, anak sematawayang yang juga mewarisi sifat keras kepala keluarga Adhigana. Kala yang lahir dari keluarga pebisnis malah bersikeras ingin menjadi dokter. Alhasil, Alden-lah yang akan menjadi penerus bisnis perhotelan yang dibangun Giri dengan susah payah.

Sudah dapat privilege yang sangat luar biasa, tapi lihat kelakuan anak itu. Kurang ajar luar biasa.

Giri sebenarnya benci sekali bau rumah sakit. Karena bau obat dan desinfektan yang bercampur itu, mengingatkan Giri akan saat-saat terakhir Istrinya. Di rumah sakit inilah, Istrinya pergi kepangkuan Yang Maha Kuasa. Giri menghela napas, sebelum akhirnya masuk ke lobby rumah sakit, yang tampak sangat sibuk.

"Permisi, mbak. Dokter Kala Senja selesai praktek jam berapa ya?" Giri langsung bertanya pada resepsionis, berharap bisa bertemu Kala secepatnya.

Namun harapannya sia-sia ketika resepsionis menjawab, "Sekitar satu setengah jam lagi, Pak."

Giri mengangguk paham, dan memutuskan untuk menunggu di dekat ruang poli tempat praktek Kala. Tapi apalah daya manusia, semua bangku sudah terisi penuh. Giri lumayan terkejut melihat banyaknya pasien yang mengantre untuk bertemu dengan Kala. Sedikitnya Giri merasa bangga, padahal dulu dia yang pusing kepala karena Kala menolak berbisnis.

"Permisi? Duduk, Pak."

Giri tersadar dari lamunannya, saat seorang wanita berdiri dan menyilahkan dia duduk di bangku yang tadi didudukinya. Giri berterimakasih, dan mendapat senyuman manis dari wanita itu. Andai saja kekasih Alden semanis ini, pasti Giri akan langsung merestui hubungan mereka. Tidak perlu banyak drama.

"Mbak pasiennya dokter Kala juga?" Memang pada dasarnya Giri tidak bisa diam. Sudah begitu sejak muda. Dengan sikap itu juga, Giri bisa mengembangkan bisnisnya hingga besar.

"Oh, bukan Pak. Saya ada perlu sama dokter Kala." Balas wanita itu, sembari tersenyum. Lebar, ramah, dan terlihat sangat manis. Giri percaya siapa pun yang melihatnya pasti akan terpana. Atau mungkin hanya opininya saja.

"Oh... Mbaknya Medrep ya?"

Wanita itu tertawa kecil sambil mengangguk, "Iya, Pak."

Lumayan heran juga, bagaimana seorang pria tua bisa menebak profesi wanita itu dengan sekali coba. Tidak akan ada yang mengira bos besar seperti Giri juga pernah melalui masa-masa pahit dimana dia harus menjual. Ya, luamayan mirip dengan medical representative, marketing.

"Oh, iya mbak... Namanya siapa?"

"Alora, Pak."

"Alora? Cantik namanya, persis orangnya."

Keduanya tertawa. Giri tertawa riang, Alora tertawa renyah. Bingung harus bagaimana jika digoda oleh kakek-kakek. Tapi hal itu tidak mengganggu keduanya untuk kembali mengobrol kesana kemari. Satu setengah jam lebih lima menit, dihabiskan dengan mengobrol panjang kali lebar. Giri yang tadinya prustasi dengan Alden, kini lumayan terhibur oleh Alora.

Oleh karena itu, Giri sangat ingin meloloskan pertanyaan yang sangat gila. Saking prustasinya dengan Alden, didukung dengan alur cerita yang mengarah pada pria itu. Giri akhirnya meloloskan pertanyaan gila pada Alora.

"Mbak Alora, sudah menikah?"

Alora mematung dibuatnya. Terasa seperti disambar petir.

❖❖❖

"Hahaha! Aduh, Pa... Masa Alora mau dijodohin sama Alden sih?" Kala, yang sejak tadi ditunggu oleh Giri dan Alora, kini terbahak-bahak mendengar usulan dari papanya. Keduanya sejak tadi mengobrol sembari menuju ruang kerja Kala.

"Kamu sudah ketemu sama pacarnya Alden belum? Yang katanya artis itu."

Kala mengangkat bahunya, kemudian menggeleng. Kala membuka pintu ruang kerjanya, dan mempersilahkan Giri masuk lebih dulu.

"Tuh! Kamu kalau ketemu orangnya, bakal paham maksud Papa. Alden itu... Aduh... Gak tau deh kena guna-guna apa. Semar mesem kali ya!" Suara Giri meninggi memenuhi ruangan kerja Kala. Sedangkan Kala hanya terbahak-bahak mendengar Giri yang masih berdialog dengan menggebu. Disedikit kesempatan Kala bersyukur Ayahnya masih sangat sehat sampai bisa berbicara senyaring itu.

"Gak baik loh, Pa... Itu namanya judge a book by its cover."

"Sama aja kamu sama Alden."

Kala tertawa, kemudian menyuguhkan segelas air mineral pada Giri yang kini duduk di sofa.

"Terus, kenapa tiba-tiba Alora deh, Pa? Papa juga baru ngobrol sama dia tadi. Cuma satu setengah jam, loh."

"Kala, umur Papa ini sudah gak muda lagi. Papa sudah ketemu banyak orang. Kebanyakan orang mudah ketebak sifatnya."

Kala mengangguk paham, karena kini dia pun merasakan hal yang sama. Setelah banyaknya pasien yang dia hadapi, Kala hampir hapal tipe-tipe pasien, dan itu memudahkannya untuk bersikap. Apalagi kalau memingat pengalaman masa lalunya, Kala semakin yakin Papanya sangat jeli dalam menilai karakter seseorang.

"Kamu sendiri, kan sering ketemu Alora. Kamu pasti tau sifatnya gimana."

Kala berpikir sejenak, mengingat momen dirinya bersama Alora. Kemudian menggeleng dan berkata, "Kala ketemu dia cuma urusan kerja, Pa. Gak bisa dijadikan patokan. Biasanya sifat orang beda-beda, di kantor sama di rumah. Kita gak pernah tahu sifat aslinya."

Setelah meminum sedikit minumannya, Giri mengangguk pelan, setuju dengan kalimat Kala. Giri menaruh kembali gelasnya di atas meja, kemudian menatap Kala dalam-dalam, menandakan dirinya sedang serius.

"Tapi gak ada salahnya kita coba, kan. Tolonglah, kamu atur mereka supaya ketemu dulu. Papa bener-bener gak mau Alden dimanfaatin wanita kayak gitu." Awalnya, Giri terdengar sangat serius, namun semakin lembut dikalimat akhir.

Kala sangat mengerti kekhawatiran Giri. Dia bisa merasakan perasaan tulus Giri pada Alden. Kala juga merasa tidak enak, karena Alden sudah kasar pada Giri. Dengan segala pertimbangan, Kala akhirnya tersenyum kemudian mengangguk. Melegakan hati sang Ayah.

❖❖❖

Terpopuler

Comments

Oh Dewi

Oh Dewi

mampir ah, mana tau seru.
Demi apa, sesusah itu nyari novel yang seru. Btw, mau sekalian rekomendasiin novel yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, wajib search pakek tanda kurung.
Bagus banget novelnya, tapi ya gitu minim pembaca😈

2022-08-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!