Suddenly
Pukul 2 pagi, kekacauan baru saja terjadi. Tidak masalah membuatnya terbangun. Tetapi tetap saja keterlaluan. Itu sudah terjadi selama 3 hari berturut-turut. “Apa lagi?” sahut Sky dengan kedua mata yang masih setengah terbuka. Pandangannya belum sepenuhnya normal. Tubuhnya tenggelam di balik selimut. Suara yang luar biasa berisik itu menembus tembok kamarnya yang begitu dingin. Suaranya seperti benar-benar tepat di telinganya.
PRANG!
Suara barang pecah belah seolah tengah menggelitik di dalam gendang telinganya. Kedua matanya mengernyit karena suara perabot yang berdesit.
Jelas, ia masih ingin terlelap setelah berhari-hari terjaga dalam gelapnya malam sampai matahari menyapanya. Sky memang terlelap tetapi terlelap dalam kebingungan. Ya, sudah dipastikan ia tidak benar-benar tidur.
Tetangga baru tepat di sampingnya itu, menciptakan kegaduan yang membuatnya heran, apakah mereka sadar akan itu? Meski tidak begitu jelas apa yang mereka perdebatkan. Properti yang mereka gunakan menjadi pemenangnya—backsound alami.
Suara pecahan kaca. Suara seperti suara tongkat pemukul yang entah digunakan untuk apa. Perabotan yang berdesit saja sudah cukup aneh karena sepertinya mereka tidak sedang menata ruangan. Suara ketukan pintu yang seolah pintu itu sudah tidak tahan lagi. Banyak yang berdatangan tetapi tidak ada satu pun yang membuka pintu.
Ya, bisa dimengerti semua orang pasti memiliki persoalan di kehidupannya tetapi apa yang terjadi pada mereka membuatku sedikit was-was. Takut terjadi yang tidak-tidak. Yang benar saja, aku tidak mau lagi itu terjadi padaku. 1 tahun yang lalu di tempat tinggal lamaku, seseorang meninggal tanpa tahu penyebabnya dan satu per satu penghuni di apartemen pergi mencari tempat tinggal yang baru. Begitu juga denganku. Kalau saja waktu itu tidak ada yang mengetuk pintu secara brutal di setiap tengah malam mungkin aku masih bertahan sampai sekarang.
BRAK!
BRUK!
PRANG!
“Berhentilah memukulku!” seketika membuatku membuka mata lebar-lebar. Akhirnya suara itu bisa kudengar dengan jelas. Bukan apa-apa. Memang benar aku mendengar suara-suara percekcokan tetapi backsound yang kubilang sebelumnya itu, lebih jelas bisa kudengar. Mereka pasangan muda. Sepertinya baru saja mengingat janji tapi tidak tahu lagi.
Tok…tok…tok…
Suara ketukan pintu terdengar lagi. Tidak sekeras sebelumnya. Tapi sama saja. Suara ketukan itu tidak ada henti-hentinya. Sky masih berbaring. Jemari tangannya meraba dari sisi kiri tepat di dekat tempat tidurnya. “Hmm?” suara Sky yang terdengar malas-malasan.
“Wah, kupikir kau sudah tidur. Apa ada yang mengusikmu?” suara Ken terdengar menyebalkan. Ucapannya benar tapi suaranya itu, tidak ingin kudengar. Aku terpaksa mengakuinya sebagai seorang Kakak laki-laki satu-satunya yang kupunya. Sudah cukup melegakan hanya ada aku seorang yang Ibu punya. Tetapi hati seseorang seperti roda yang berputar. Ibu memutuskan menikah dengan Om Keen. Ya, Ibu menikah dengan Ayah Ken. Ken dan Keen, itu menjengkelkan. Terlihat hampir serupa. Saat memanggil nama Ken dengan penekanan di huruf ‘E’ sering kali membuatku salah mengeja di antara ‘Ken’ dan ‘Keen’.
“Kau yang salah. Kau pikir ini jam berapa?“ sahut Sky ketus. Tidak ada yang salah. Hanya belum terbiasa. Lebih tepatnya, tidak suka hanyut dalam kepura-puraan. Ken, bukankah itu juga menyakitkan baginya? Ayahnya menikah dengan Ibuku tak lama setelah Ibunya meninggal.
Aku baru bertemu dengan Ken di pesta pernikahan orang tua kami. Kupikir kita sama-sama akan saling tidak peduli. Ternyata jauh dari ekspetasiku. Ken seperti seorang figur seorang Kakak yang semestinya. Tetapi kedua matanya berkata lain. Ia hanya berusaha menjadi seorang Kakak laki-laki yang bisa kuandalkan.
“Ayah…”
Tut…tut…tut…
Sudah kubilang. Om Keen menyuruh anaknya itu untuk meneleponku. Ibu menceritakan banyak hal. Soal pola tidurku yang berantakan semenjak Ayah menyerah dengan keluarganya dan memilih untuk pergi. Hubunganku dengan Ibu juga kian merenggang. Ken baru-baru ini meninggalkan rumah dan tinggal di rumah lamanya di mana ia pernah tinggal bersama Ayah dan Ibunya. Aku telah memutuskan jauh-jauh hari semenjak kabar Ibu akan menikahi Om Keen itu terdengar di telingaku. Apartemen kecil yang menjadi tempat tinggalku saat ini adalah hadiah dari Ayahku. Aku tidak tahu kalau ulang tahunku yang ke 17 saat itu adalah hari terakhirku bertemu dengan Ayah. Ya, orang dewasa sedang mengelabuhi diri mereka di hadapan anaknya.
Tok!
Tok!
Tok!
Suara ketukan pintu itu terdengar brutal. Tidak hanya Itu. Terdengar juga suara kerumunan orang-orang. Kurasa lebih dari 5 orang sedang berada di depan pintu mereka. “Tidak…tidak mau.”
Sky memejamkan kedua matanya. Menarik selimutnya sampai benar-benar menutup seluruh tubuhnya dan ia berhasil tertidur pulas meski suara berisik di luar masih mencoba untuk mengganggunya. Sky tidak peduli. Efek dari obat flu yang ia minum baru bereaksi.
Pukul 10 pagi di hari sabtu.
“Terima kasih, kau.”
Tangannya sedang menggenggam obat flu yang sebelumnya ia minum. “Muaahhh…,” Sky juga mengecup obat flu yang hanya tersisa 3 tablet itu.
Semalam kepalanya sedikit pening. Sky pikir itu efek dari pola tidurnya yang berantakan tetapi tenggorokan dan hidungnya terasa tidak nyaman. “Ah, aku tidak menyukainya,” ia lega bisa tertidur pulas karena obat flu tetapi itu sekaligus menyiksanya. Senyumannya yang lebar seketika menciut. Tubuhnya terasa berat. Ingusnya mulai mengalir. Demam dengan tenggorokan yang kering serta nyeri kepala yang membuatnya ingin tidur tak beralaskan bantal.
Sky beranjak dari tempat tidurnya. Menggosok gigi. Mencuci muka dengan hati-hati. Lalu mengenakan hoodie di gantungan baju di balik pintu kamarnya. Memakai masker berwarna hitam dengan hoodie yang telah menutupi seluruh rambutnya. Meraih tote bag yang ia buat sendiri. Memakai sandal jepit berwarna coklat. Tak lupa mengunci pintu. Sky berjalan kaki menuju klinik yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Commuterline, pukul 12 siang.
“Kau sedang flu ya, nak?” seorang wanita paruh baya yang kebetulan berada tepat di sisi kananku.
“Iya, Bu. Maaf…,” sahut Sky dengan menundukkan kepala.
“Kau tinggal sendirian?” Ibu itu bertanya padaku. Sorot matanya tajam. Ia benar-benar berbicara sambil menatap mataku dengan tajam. Seolah-olah seperti sedang membaca pikiranku atau sedang meramalku. Ah, kurasa flu membuatku sedikit gila. Pikiranku ke mana-mana.
“Iya…,” balasku lirih. Lalu Ibu itu berpindah tempat duduk.
Apa maksudnya? Bolehkah aku mangatakan Ibu itu aneh? Aku hanya terkena flu yang akan sembuh sesegera mungkin. Ada apa dengannya?
“Tidak baik menatap orang asing dengan tatapanmu itu,” seseorang tiba-tiba bersuara.
Sky terlihat bingung menoleh ke kanan dan kiri lalu menatap wanita paruh baya itu dan ia tidak peduli lagi. Pandangannya fokus pada layar ponselnya.
“Hei, kau mengabaikanku?”
Sky masih terlihat bingung. Kurasa mukanya tanpa memakai masker, tidak akan tertolong. Ia akan terlihat seperti orang bodoh yang tersesat.
“Aku?” Sky menunjuk dirinya sendiri pada seseorang di hadapannya. Memang tidak salah dengar. Orang itu sedang berbicara tapi melalui earphonenya. Biasanya aku mengabaikan seseorang yang sedang menyumbat telinganya. Entahlah menurutku mereka lebih peka…
Jangan bilang orang itu menyadari kalau aku…
“Ah, kau berbicara denganku?” nada bicaraku menyebalkan. Seperti seseorang yang menyebalkan, itu maksudku.
“Aku?” sahutnya.
Hah?
Dia sengaja mengejekku?
Sky tidak peduli dan fokus pada layar ponselnya tetapi justru membuatnya menyesal karena telah bertaut pada ponselnya. Ken meneleponnya hampir 10 kali. Mengirimiku banyak pesan yang isinya tidak ada bedanya, sisanya spam.
Kau kehabisan kata-kata?”
Aku tidak peduli.
Untuk apa berbicara dengan orang asing?
Sky beranjak dari tempat duduknya. Laki-laki itu masih ada.
“Mau ke mana, kau?”
Laki-laki itu menahanku dengan jemari tangannya yang mencengkeram di pergelangan tanganku. Begitu erat dan kuat.
“Apa yang kau…”
Sial!
Dia menatapku dengan kedua matanya yang tajam.
“Kau pikir, kau bisa kabur?” ucapnya. Ia berbicara dengan santai tetapi suaranya seperti membunuhku.
Sial!
Aku tidak bisa menatap wajahnya.
Ada apa denganku?
Tunggu!
Apa mungkin…
“Apa kau…”
Detak jantungku berdegup kencang. Aku tidak sanggup melanjutkan ucapanku tanpa memotongnya. Sungguh, tidak tahu…ada apa denganku?
“Apa kau…”
“Kau dan aku…”
“Pernah bertemu sebelumnya?” Sky memejamkan matanya. Berpaling dari tatapannya dan menyesali kebodohan yang baru saja terjadi.
Genggaman itu terlepas.
Begitu pintu keluar telah terbuka. Sky melangkahkan kaki dengan tergesa-gesa seperti ketakutan sehabis melihat makhluk yang tak kasat mata.
Pikirannya campur aduk. Apa seseorang yang sedang terserang flu rawan melakukan kebodohan yang seharusnya tidak terjadi?
“Kau…”
SREK!
Sial!
Sial!
Laki-laki itu tepat di hadapanku. Mendekat padaku…
Menyentuh masker yang kukenakan hingga terlepas jatuh menyentuh lantai.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments