Cuaca sedang tidak bersahabat. Hujan seperti selalu ingin meninggalkan jejak. “Kau menungguku?” Sky yang tampak malas berbicara dengan Ken. 2 hari yang lalu, Ken memohon padanya agar menemuinya.
Menghela napas berulang kali adalah rutinitas seusai Ken meneleponku dengan nada bicara yang sudah pasti bisa kutebak.
Keen menjanjikan uang saku lebih banyak dari biasanya dengan syarat bertemu denganku. Wah, dia telah menjualku. Tentu saja, tidak ingin itu terjadi. “Sudah kubilang jangan menungguku, aku tidak akan menemuimu dan kau tahu itu, kan? Aku bersungguh-sungguh,” jika aku mengatakan tidak…itu akan menjadi kenyataan.
Sampai sekarang aku belum terbiasa memanggilnya Ayah. Memanggilnya Keen hanya karena ingin mengingat nama di antara Ken dan Keen.
Ibu sudah pasti memarahiku habis-habisan dan ya…hanya memanggilnya Ayah saat bertemu dengan mereka. Itu pun hanya sesekali.
Tanpa menunggu lama, akulah yang menjadi seseorang yang mengakhirinya.
“Kau tidak bawa payung?” dari kejauhan Yuta bertanya padaku.
Orang terdekatku tidak banyak.
Ada Yuta dan juga Kale.
Hanya 2 orang.
Mereka telah bersama-sama denganku, setidaknya 10 tahun lebih.
Tumbuh bersamaku baik di masa lalu sampai sekarang ini.
Entah takdir atau apa. Meski selalu ada yang namanya perpisahan. Ujung-ujungnya bertemu kembali.
Mereka berada di fakultas yang sama denganku. Ya, tiada hari tanpa mereka di hidupku.
Yuta dan Kale bagai figur seorang laki-laki di kehidupanku.
“Tidak.”
“Hei, ada apa? Kau hari ini terlihat kacau. Ah, Ken, ya?”
“Hmm…ada satu selain Ken.”
“Bicaralah…,” sikap Yuta padaku membuatku tertimpa masalah. Kale juga. Bagi mereka, aku seperti sedang memacari dua laki-laki sekaligus.
“Hmm…”
“Apa kau…”
“Pernah melakukan kesalahan?”
“Hahaha, kau bicara apa? Kau pikir aku sebaik itu?” Yuta mengacak-acak rambutku. Kalau itu Yuta, tidak masalah.
“Tapi kali ini beda, Ta.”
Sky mulai gelisah.
Kedua tangannya bergetar.
Beberapa kali melihat dengan arah yang berputar.
Berulang kali cegukan.
“Kau pernah…”
“Hah, bicaralah yang jelas.”
“Kau pernah? Ini…kau pernah? Ini…” itu konyol. Bisa-bisanya jemari tanganku membentuk kerucut yang saling menempel.
“Hahahaha…pernah.”
Seketika shock.
Yuta tertawa dengan puas dan dengan cepat merubah raut wajahnya menjadi serius.
“Ta, kau tahu maksudku?”
“Tidak.”
“Lupakan!” Sky beranjak dari tempat duduknya dan hendak menembus hujan bersama pikirannya yang berkecamuk.
Tetapi belum sempat melangkah keluar, tangan Yuta lebih cepat menangkapnya. “Kau ingin terserang flu lagi?”
“Ah, iya kau benar juga. Baiklah,” Sky tampak pasrah kalau Yuta atau Kale yang sudah bertindak. Tapi ada pengecualian. Karena hanya ada Yuta saja jadi tidak akan pasrah begitu saja.
Hujan semakin kelewatan. Tidak ada tanda-tanda sedikit pun untuk segera mereda.
Termenung dalam pikirannya yang membawanya untuk kembali mengingat.
Setelah hari itu, tidak ada terjadi.
Seketika melenyap.
Tidak meninggalkan jejak.
Pagi tadi saat langit sudah menandakan hujan akan turun, aku mendengarnya.
Orang asing itu…
Dia mengosongkan apartemennya.
Sebuah perasaan yang tiba-tiba timbul membuatku aneh.
Karena tidak bisa mendefinisikan tentang apa perasaan itu atau apa yang sedang mengena di dalam lubuk hati yang entah itu membuatku bingung.
Sama sekali tidak mengenalnya.
Tetapi mengapa rasanya seperti ada sesuatu yang merenggut apa yang ada pada diriku?
PLAK!
Suara tamparan yang lumayan keras mendarat mulus di pipi kananku. Bahkan itu datang dari tanganku sendiri.
“Sky!” Yuta menatapku dengan bola matanya yang melebar seakan-akan keluar.
“Hehe, aku tidak bisa menahannya…mengan…hoaamm.”
“Aku akan mengantarmu,” tangan Yutamenggenggamku.
“Hei, kau tidak boleh seperti ini! Kau pikir…”
Yuta memotong pembicaraan. “Kau tidak perlu mendengar ucapan orang lain. Kau dan aku…kau dan aku…”
Sky menepisnya. “Kau bicara apa? Aku pulang, bye!”
“Biarkan aku mengantarmu.”
“Tidak.”
“Yuta, kau tidak punya waktu luang? Kau terlalu sering berada di dekatku. Hei, berkencan lah!”
“Tapi…”
“Tidak ada tapi-tapian, aku pergi. Aku akan menghubungimu nanti…kalau tidak ketiduran,” Sky melambaikan tangan pada Yuta dengan senyuman yang hanya Sky seorang yang memiliki senyuman itu.
Ujung-ujungnya, aku tetap menembus hujan tapi hanya sampai di cafe di seberang jalan yang tak jauh dari kampus.
“Apa dia mulai menyadarinya?” Yuta menundukkan kepala dengan tatapannya yang kosong. Ada perasaan yang membuatnya terjebak seperti sedang tersesat.
Ting…tong…
Suara pintu yang terbuka saat seseorang akan masuk. Seketika suara itu membuat bulu kudukku berdiri secara alami. Seperti ada aliran listrik yang sedang menyambar.
Mata juga seketika melihat ke arah pintu secara alami. Seperti sedang menunggu seseorang datang.
Kedua mataku menyaksikannya.
Hujan memberi momen pada mereka yang masih diberi kehidupan.
Tetesan air hujan yang tak kunjung usai bisa memperburuk keadaan tetapi tergantung sudut pandangnya dan siapa seseorang itu.
“Tidak ada yang kutunggu…tidak ada juga yang menungguku,” Sky menghela napas berulang kali. Entahlah siapa juga yang akan terganggu dengan suara napasnya. Bahkan, dirinya hanya sebagian kecil dari semuanya. Cafe dengan suasana hujan menjadi ladang para lovebird beterbangan.
“Tidak bisa pulang…tidak ada yang bisa kulakukan juga…”
“Hei, Sky! Kau mengasihani dirimu sendiri?”
Ah, tidak.
Aku tidak berbicara dengan suara.
Tetapi dalam benakku saja.
Sky duduk di bagian yang tertutup dari meja-meja yang lainnya. Tidak ada alasan lain selain bonus view yang lebih indah. Wah, itu membuatku bangga. Bisa mendapatkannya. Itu adalah meja incaran banyak orang. Haha, setidaknya kau tidak sebegitu menyedihkan.
Ada segelas lemonade dengan es batu berbentuk awan, di sampingnya ada ice cream rasa lemon kesukaanku.
Kau aneh, Sky.
Bukannya menghangatkan tubuhmu tapi, kau justru melawan arus.
Entahlah…
Ada yang mengganggu pikiranku.
Setelah…
Entahlah…
Rasanya ingin mengacak-acak rambutku saja atau…
Tidur sepanjang hari.
Tapi ini hari yang menyenangkan, bagi mereka. Bagiku? Hmm…
Menyenangkan tapi…
Ah, entahlah aku tidak tahu.
Tok…tok…
“Permisi…”
Suara ketukan di meja membuatku tersadar.
“I–ya…”
Apa ini masih bisa disebut dengan sebuah kebetulan?
Iya, tahu. Dunia bisa juga menjadi sempit tetapi…
Kau dan aku, tidak terikat apa pun. Tidak ada kaitannya dengan apa pun.
Hanya sebatas itu.
Tetapi…
Mengapa aku menjadi lebih tenang?
Seketika hujan berhenti.
Hawa dingin mulai sedikit demi sedikit sirna.
Para lovebird itu, mereka silir berganti.
“Sky…,” panggilnya.
“Hik…hik…hik…,” Sky menutup mulutnya dengan sekuat tenaga seperti sedang menampar mulutnya.
Mengapa harus cegukan di saat seperti ini?
Kai.
Orang asing itu.
Berada di hadapanku.
Menarik perhatianku.
Lemonade?
Ice cream rasa lemon?
Cheesecake?
Hah?
Semua itu…
Ada pada nampan yang orang asing itu bawa.
Hah?
Ada apa ini?
Ah, tidak.
Semua orang juga bisa memesannya.
Tetapi…
Wah, isi kepalaku rasanya ingin meledak.
Terlalu memikirkan yang tidak penting.
Kai terlihat tenang tanpa merasa terganggu dengan seseorang di hadapannya. Mungkin bisa saja, dia menganggapku tak kasat mata.
Ya.
Kau hantu, Sky.
Isi kepalaku membawaku berkelana untuk kembali.
Pukul 3 pagi.
Ya, kejadian itu.
Cup!
“Itu bukanlah kesalahan,” ucap Kai dengan menatapku dalam-dalam.
“Itu yang ingin kulakukan dan kau telah mewujudkannya, terima kasih.”
Reaksiku?
Tidak ada bedanya diriku dan pantung.
Tidak ada yang kulakukan.
“Apa itu yang pertama?”
DEG!
Suara Kai membawaku kembali pada realita yang seharusnya. Bertemu dengannya setelah kejadian yang sampai saat ini tidak bisa hilang dari pikiranku.
Kai menatap ke arahku. Benar-benar tatapan yang sama. “Maafkan aku, telah mengambilnya,” Kai membawa nampannya itu dan hendak berlalu pergi.
“Tunggu!”
“Kai…”
“Eh…”
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
—daylight
Menyemangati diri sendiri ga ada salahnya, semangat aku💪🏻💪🏻 Jangan males revisi, ya!! 💪🏻💪🏻💪🏻✨✨🙃😂
2022-06-21
1