“Sepertinya, aku baru saja bertemu dengan orang gila…”
“Apa maksudnya?”
“Apa tidak tahu malu?”
“Wah, benar-benar membuat bulu kudukku berdiri.”
“Tapi bagaimana bisa? Dia terlihat tidak asing tetapi dia tetap orang asing tapi…”
“Mengapa aku seperti pernah melihatnya sebelumnya?”
Sky berbicara sendiri sejak 1 jam yang lalu. Ia terus berbicara tanpa henti. Malam semakin gelap tetapi orang asing itu membuatnya penasaran. Sembari mengingat-ingat di antara ruang ingatan yang tersimpan, Sky hampir menghabiskan satu toples keripik lada hitam kesukaannya.
“Wah, aku harus berhenti memakannya.”
Melangkahkan kakinya. Meletakkan kembali toples keripik itu pada tumpukan camilan yang ia punya. Membuka jendela di dekat ruang cuci piring. Menghirup sejuknya udara malam yang berembus di belakang lehernya sampai menyentuh pori-pori kulit. “Dingin…”
Sky menutup jendelanya. Pikirannya menerawang. Masih pada topik yang sama. Orang asing itu seperti menghantuinya.
PLAK!
“Sadar, Sky!”
Ponselnya berdering. Siapa lagi kalau bukan Kakak sambungnya itu. Ken meneleponku dalam sehari…setidaknya ada 10 kali panggilan tetapi hanya 1 atau 2 kali, aku meresponnya.
Ken membosankan. Dia selalu bertanya dengan pertanyaan yang sama. Kau sudah makan? Bagaimana hari-harimu? Tidurmu berantakan, ya? Apa ada laki-laki yang sedang kau pacari?
Oke, mungkin pertanyaan yang lainnya bisa kumengerti. Tapi pertanyaan yang berulang tentang apakah aku telah memiliki pacar atau tidak, itu sangat tidak perlu. Untuk apa bertanya? Lagi pula kita tidak sedekat itu dan sebenarnya…
Ada alasan di balik sikapku padanya.
1 bulan setelah pernikahan Ibuku dan AyahKen.
Aku sempat tinggal bersama mereka sekitar 2 bulan, setelahnya memutuskan untuk tinggal sendiri karena dekat dengan kampus. Meski alasan terbesarnya bukan masalah jarak tetapi banyak pertimbangan yang membuatku memikirkannya dan alangkah baiknya aku tidak tinggal bersama mereka.
Ken saat itu berada di kamarnya. Pintu kamarnya sedikit terbuka. Dia berbicara dengan seseorang. Tapi bodohnya Ken, dia ceroboh. Memang di hari itu aku tidak ada di rumah tapi tidak menutup kemungkinan aku bisa pulang cepat.
Benar-benar ceroboh. Ken membiarkan speaker pada ponselnya menyala. Seseorang yang berbicara dengannya juga…entahlah. Menurutku, Ken salah memilih teman. Bukannya menjadi lega, Ken justru semakin memanas.
Orang itu mengatakan banyak hal yang membuat amarah Ken semakin menjadi-jadi.
Aku bisa mengerti bagaimana rasanya. Meski berusaha untuk menutupinya tetap saja, tak semuanya bisa menerima kenyataan yang tiba-tiba datang padamu. Bahkan tak sesuai maumu.
Ken bercerita pada temannya dan ia berkata, “Siapa bilang aku menerimanya, dia bukan siapa-siapa. Dia juga tidak dilahirkan dari rahim Ibuku.”
Teman Ken pun menjawab, “Kau tidak perlu menganggapnya ada. Bukannya kau satu-satunya anak tunggal, hahaha? Itu akan merepotkan, jika ada orang asing yang tinggal bersamamu. Bahkan di rumahmu.”
Perbincangan mereka cukup lama.
Ya, tentu. Aku mendengar semuanya.
Tok…tok…tok…
Suara ketukan pintu menyudahi lamunanku. “Siapa?” gumam lirih di mulut Sky.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Orang itu bukannya memencet bel, justru mengetuk pintu berulang kali. Sama seperti orang-orang yang mengetuk pintu tetangga sebelah yang selalu berisik itu.
“Iya?” Sky terlihat bingung. Tidak mengenali pria paruh baya yang mengetuk pintunya.
“Apa kau tidak bisa memberi tahunya agar tidak berisik?” tetangga sebelah yang berisik yang pria itu maksud.
“Mengapa harus saya?” jawabanku cukup masuk akal, bukan? Mengapa harus aku yang menegur mereka?
“Wah, kau anak muda. Seharusnya jawabanmu tidak seperti ini. Kau yang berdekatan dengannya. Seharusnya kau yang berinisiatif sendiri. Ini sudah mengganggu kenyamanan semuanya. Ah, kau tidak peka.”
“Ah, anak muda masa kini punya penyumbat telinga dengan musik yang berantakan itu. Kau seperti itu rupanya,” pria paru baya itu melanjutkan.
Wah, aku tidak bisa berkata-kata. Selalu ada orang seperti itu. Di mana pun kita berada. Setidaknya, “Maaf apa kau juga terganggu atau sebelumnya pernah menegurnya?”
Itu lebih baik.
Pria itu justru mengomel yang tidak-tidak. Bukankah pria itu datang untuk meminta tolong tetapi mengapa justru seolah dia yang sedang menegurku?
“Kalau memang terganggu, saya rasa tidak perlu perantara orang lain untuk menegurnya.”
Sebenarnya saat aku baru sampai, mereka menyampaikan permintaan maaf padaku. Mereka juga akan berkeliling ke semua orang yang tinggal di dekat mereka untuk meminta maaf.
“Wah, kau jangan bertingkah seolah kau sedang mengajariku.”
“Dasar anak muda tidak tahu diri.”
“Kau akan tahu rasanya menjadi orang tua.”
“Kau…”
Pria paruh baya itu tidak berhenti mengomel.
“Tunggu saja di rumah, Pak. Mereka akan datang,” ucapku padanya.
“Dasar, kau!” tanpa tahu maksudku pria itu langsung pergi dari hadapanku.
Ada-ada saja.
Sky mengambil jacket. Memakai masker. Tote bag berwarna ungu. Sandal jepit dengan kaos kaki dan ia hendak pergi keluar di pukul 12 malam.
Lingkungan tempat tinggalnya akan ramai 24 jam. Hanya sepanjang jalan di sekitar apartemen. Ada banyak streetfood. Bahkan kalau sudah sampai di sana, rasanya ingin membeli semuanya.
Ramen super pedas. Lima macam gorengan. Satu gelas lemonade. “Selamat makan, Sky,” ucap Sky dalam benaknya.
Sayangnya tidak bisa memilih tempat duduk. Tidak memungkinkan karena terlalu padat. Ada meja panjang dengan deretan kursi yang cukup banyak. Semuanya akan makan dengan saling berhadapan dengan sesama orang asing.
Satu suapan ramen yang pedas sukses meleleh di mulutku.
“Jangan muncrat…jangan muncrat!” Sky berbicara dalam benaknya. Hal yang selalu ia takutkan adalah saat makan berhadapan dengan orang asing dan itu makan ramen.
Sky menundukkan kepalanya. Memakan ramen dengan super hati-hati.
“Wah, kau makannya banyak juga.”
DEG!
Orang asing itu…
“Kau…,” Sky mematung. Bola matanya hampir keluar. Ia juga hampir tersedak.
Kenapa aku harus bertemu dengannya?
Jangan-jangan dia tinggal di apartemen yang sama denganku.
Ah, tidak!
Lingkungan ini di buka untuk orang umum.
Tetapi cara berpakaiannya terlihat berantakan seperti ala kadarnya karena hanya pergi ke tempat yang tak jauh dari rumah.
Ah, mungkin karena sudah tengah malam. Siapa juga yang masih peduli dengan penampilan.
“Hai…,” orang asing itu terlihat sangat santai. Raut mukanya menjengkelkan, tengil.
Ucapanku benar, orang itu gila. Wah, ekspresi mukanya membuatku muak. Tapi…
Sepertinya laki-laki itu…
“Hei! Apa yang kau lakukan?” teriak Sky kencang.
Laki-laki itu tersenyum sambil berjalan dan berkata, “Ah, bukan apa-apa. Dia hanya sedikit marah,” jelasnya pada orang-orang sekitar agar tidak ada kecurigaan.
Sky yang masih terpaku berada di hadapan laki-laki yang ia temui sehari sebelumnya, laki-laki itu tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya. Berjalan menghampiri Sky dan…
Tangannya meraih jemari tanganku. Memaksaku berjalan bersamanya dan mendengar suaranya yang berbicara omong kosong.
“Hei, lepas!” pinta Sky dengan suara lantangnya.
Kau tahu apa responnya?
Kurasa dia tidak hanya sekedar gila tapi psychopath.
Laki-laki itu justru tersenyum.
Genggaman tangannya kecang.
Ada yang salah denganku.
Jantungku berdegup kencang.
Seharusnya ia bisa melarikan diri tetapi ia justru tidak bisa berbuat apa-apa. Seperti berada di dimensi lagi yang tak bisa kumengerti.
Ia melihatnya. Laki-laki itu lari bersamanya, sama sekali tidak melepas genggaman itu. Seluruh wajahnya terlihat jelas. Garis wajahnya di atas rata-rata. Kulit wajahnya tak bernoda. Alis, mata, hidung, dan mulutnya…nyaris sempurna. Wah…tak kusangkah…rambutnya lebih panjang dariku. Hitam gelap dan entahlah…mengapa rambutnya begitu indah.
“Sampai…,” genggaman itu terlepas. Suaranya terdengar ceria dan renyah di telinga.
Sky terpaku.
Diam seperti patung.
Pandangannya kosong.
“Hai…hei…halo?” Sky mendengarnya tetapi pikirannya kosong.
Laki-laki itu mendekat. Ia sedikit menurunkan tubuhnya untuk menyamai tinggi perempuan di hadapannya itu.
Kini jarak di antara keduanya hampir tidak berjarak.
“Hai…,” ucapnya dengan menyentuh pipiku dengan ujung jarinya dan detik itu juga duniaku serasa runtuh karena menyesali apa yang sedang kulakukan.
Sky menamparnya.
“Wah, tanganmu kuat juga,” sahutnya dengan lirih.
“Kau pantas mendapatkannya,” spontan keluar dari mulutku karena setelahnya pandanganku menjadi berkeliling.
Bukankah ini…
“Hei, apa maksudmu? Apa yang kau lakukan? Untuk apa kau membawaku ke sini? Jangan macam-macam, kau pikir aku akan takut padamu? Sama sekali tidak,” Sky menjauh dari laki-laki itu.
“Hahaha, apa yang kau pikirkan? Singkirkan pikiran kotor dari otakmu itu, aku tidak seperti yang kau pikirkan…”
“Hanya saja…kemarin adalah ulang tahunku,” ucap laki-laki itu.
“Hah? Lalu apa hubungannya denganku? Kita tidak saling mengenal dan kau juga aneh,” suara Sky semakin lantang.
“Tidak, jangan salah sangkah…aku hanya mengandalkan perasaanku. Kalau kau terlihat sama sepertiku. Kau kesepian,” sorot matanya berbeda. Membuatku ingin mempercayainya. Laki-laki itu terlihat apa adanya. Seperti mengatakan yang sebenarnya.
“Hah? Kau gila, ya?” Sky mengepalkan kedua tangannya.
“Maafkan aku tapi…kau harus percaya padaku.”
“Bagaimana aku bisa percaya padamu? Kau membawaku masuk ke tempat tinggalmu tanpa memberi tahuku yang bahkan, kau dan aku tidak saling mengenal.”
“Iya, aku tahu tapi bolehkah kau berpura-pura menjadi temanku di hari ini saja? Kumohon!”
“Kau benar-benar gila.”
BRAK!
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments