Ibu Pengganti
Jeanno meletakkan penanya untuk berangsur menuju kamar Aera. Baby monitor yang berada diruang kerjanya mendadak bunyi, menunjukkan tangisan putri kecilnya. Ia tau Aera mengalami mimpi buruk, dan cara membuatnya tenang adalah dengan memeluknya.
“Sayang..” ketika Jeanno membuka pintu, gadis cilik itu sudah dalam posisi terduduk. Mata bulatnya memerah dan bekas airmata tercetak jelas diwajahnya. Jeanno menyalakan lampu, kemudian segera memeluk Aera lembut.
“Sshh.. tidak apa, Papa disini. Papa disini…” Lelaki itu mengecupi puncak kepala putrinya lembut sembari berbisik mengatakan dirinya disini dan semua akan aman. “Aera bermimpi apa hm?”
“Aera.. mimpi… hiks.. monster” tangisan gadis itu sedikit mereda ketika berada dalam pelukan sang ayah. Tinggal tersisa senggukan dari pundak mungilnya. “Aera takut, Papa”
Pria lantas menggendong putrinya seraya mengusap sisa airmata disana. Senyumnya tersungging lembut. “Aera mau tidur bersama papa?”
Aera mengangguk. “Aera mau tidur dengan Papa supaya monster itu tidak datang lagi”
*
Jeanno mengecup kening Aera sekali lagi setelah berhasil meninabobokan gadis kecilnya. Tangannya masih menepuk-nepuk lembut kaki bocah itu, salah satu cara supaya Aera cepat tertidur. Senyumnya yang sedari tadi terukir, perlahan memudar. Ditatapnya nanar gadis kecil yang merupakan anak kandungnya. Wajahnya, wajahnya begitu mirip dengan ibunya. Matanya bulat dan akan berbinar lucu ketika ia sedang bersemangat. Bulu matanya panjang dan lentik. Hidungnya kecil dan memerah seperti tomat jika menangis. Dan senyumnya, senyuman itu yang paling mengingatkan Jeanno akan mendiang istrinya.
Ya, mendiang.
Netranya beralih kepada figura foto yang terpasang diatas nakas samping ranjangnya. Fotonya berdampingan dengan seorang perempuan manis yang tengah memangku bayi merah. Keduanya tersenyum bahagia kearah kamera.
Fotonya dengan Nayara, belahan jiwanya. Yang telah pergi satu tahun lalu akibat kanker darah. Kematian Nana membuatnya seakan ditempa godam besar. Ia begitu hilang, tersesat. Ingin rasanya ia bunuh diri, pergi menyusul Nananya. Namun akal sehat kembali menamparnya, membuatnya tersadar bahwa ada nyawa lain yang bergantung padanya. Buah cinta mereka yang masih sangat kecil, yang tentu saja membutuhkan kasih sayang salah satu dari orangtuanya.
“Apa yang harus aku lakukan, Nana? Aku tidak bisa sendirian tanpamu. Aku membutuhkanmu. Aku dan Aera membutuhkanmu..”
Bisiknya parau. Dipeluknya Aera lembut, Jeanno tertidur dengan jejak airmata diwajahnya.
*
“Kantung matamu semakin hari semakin menghitam”
Jeanno tak begitu mengindahkan ucapan manajer keuangan sekaligus sepupu dan merangkap sebagai sahabat baiknya, Mark Sebastian. Lelaki itu masuk ke ruangannya tanpa basa-basi dan melemparkan rekap laporan akhir bulan padanya, untuk kemudian duduk di sofa dengan kaki terangkat satu. Sopan sekali bukan?
“Aku tertidur setelah meninabobokan Aera, lalu terbangun jam 3 untuk melanjutkan pekerjaanku. Lalu setelah itu aku membangunkan Aera, menyiapkan kebutuhannya sekolah, mengantarnya, dan berangkat ke kantor. Mungkin itu cukup untuk membuatmu berhenti menanyakan kantung mataku, Mark”
Mark terkekeh. Jeanno memandang datar laporan yang ia berikan. Pemuda itu menegakkan tubuhnya. “Jean, kau masih muda dan kaya. Mengapa kau tidak menyewa pengasuh saja untuk mengurus Aera? Aku tau kau menyayanginya, tapi kau juga harus menyadari kesibukanmu selaku CEO sebuah perusahaan besar. Jika kau terus seperti ini, yang ada nanti kau sakit. Kalau kau sakit, siapa yang repot, hm?”
Jeanno tak menjawab. Pandangannya begitu fokus pada barisan angka pada laporan yang dibuat Mark. Sementara kawannya, menunggu balasan Jeanno sembari memainkan ponsel. Ia mengenal laki-laki itu sejauh yang bisa ia ingat. Bagaimana Jeanno dulu, dan bagaimana lelaki itu setelah bertemu dengan sang belahan jiwa, Mark mengetahui semuanya. Seorang wanita manis bernama Nayara yang berhasil membuat Jeanno tertekuk lutut. Menyerah akan cinta. Memberikan segenap hatinya untuk digenggam Nana. Jeanno yang keras kepala dan arogan, berubah menjadi Jeanno yang Mark kenal sebagai pekerja keras. Membangun perusahaan ini dari 0 hanya untuk menjamin kehidupannya dengan Nayara dimasa depan.
Mark ada disana saat keduanya menikah. Menjadi satu-satunya yang datang dari pihak Jeanno. Jika kau bisa menebak, benar. Keluarga Jeanno yang kaya raya dan menjunjung tinggi martabat enggan menerima Nayara sebagai menantu. Nayara, seorang anak yatim piatu yang tak jelas bibit bebet bobotnya. Bahkan sempat beredar rumor ia merupakan anak dari ayah yang pengedar narkoba dan ibu seorang pelacur. Rumor yang entah dibuat siapa, sehingga kebencian orangtua Jeanno semakin menjadi. Memberikan putra mereka dua pilihan. Pergi dari rumah dan hidup miskin, atau tinggalkan Nayara.
Jeanno, tentu saja tanpa perlu berpikir dua kali, langsung memilih belahan jiwanya.
Mark meletakkan ponselnya, memandang Jeanno lamat-lamat. Ketika lawan bicaranya meletakkan laporan diatas meja, keduanya bertukar pandang. “Ada yang salah dengan pengeluaran tanggal 15. Bukankah yang kau tulis terlalu banyak?”
Bibir Mark tertarik kesamping, membentuk cengiran sinis. “Baiklah, akan kuperbaiki. Hey, kau belum menjawab pertanyaanku tadi”
“Haruskah kujawab? Kupikir kau sudah tau alasanku tidak ingin mencari pengasuh. Pertama, aku tidak mau Aera dipegang oleh orang asing. Aku tidak mau putriku lebih dekat dengan pengasuhnya ketimbang denganku. Kedua, aku sudah berjanji pada Nana untuk menjaga malaikat kecil kami. Dan ketiga, aku ingin menjadi orang pertama yang melihat setiap tumbuh kembang putriku. Terakhir, sekolah sekaligus daycare tempat Aera sekarang sangat terpercaya. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk menyewa babysitter”
Mark mengangkat bahu. “Jika memang itu yang kau pikirkan, aku tidak bisa mendebat lagi. Tapi kalau kau lelah atau butuh bantuan, jangan sungkan menghubungiku atau Tyona, okay?”
Jeanno mengangguk samar ketika Mark menyebut nama Tyona yang merupakan dokter spesialis anak yang selalu ia datangi jika Aera sakit. Bermula dari sekedar orangtua pasien dan dokter, kini ia berteman baik dengan Tyona. Sama seperti Mark, wanita itu selalu menawarkan bantuan jikalau Jeanno membutuhkannya.
“Mark..”
“Hm?”
“Apa menurutmu Nana bahagia melihatku dan Aera disini?” Tatapan Jeanno berubah sendu. Tersirat luka dan duka yang begitu dalam pada sorot mata coklatnya.
“Aku yakin Nana bahagia jika kau juga bahagia. Sekarang kau menjadi orangtua tunggal Aera. Kaulah satu-satunya yang ia punya. Jika kau melemah, bagaimana nasib Aera? Aku bermaksud mengguruimu karena akupun belum menikah. Tapi.. kuatkanlah dirimu, Jean. Ikhlaskan kepergian Nana dan mulailah kembali menata hidupmu. Kau semakin kurus setiap harinya. Kau pergi ke kantor dengan mata menghitam dan wajah pucat. Kutebak, kau bahkan tidak makan 3 kali sehari, hm?”
Jeanno tidak mengelak.
“Sudah satu tahun. Aku tau kau mencintainya, tapi Aera juga membutuhkanmu. Bertahanlah demi malaikat kecil kalian..”
Jeanno tak mendebat apapun perkataan Mark. Ia lebih memilih mengusap cincin pernikahan yang masih tersemat apik dijari manisnya. Berjanji ia tak akan melepas cincin itu dengan alasan apapun.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments