Judith menyesap memainkan ponsel ditangannya ketika Arman selesai mengaitkan kancing terakhir kemeja. Dibanding Arman yang sudah rapi, Judith justru masih terduduk santai diatas ranjang. Dirinya terlalu malas berpakaian usai aktivitas panas mereka semalam.
“Uang sudah masuk ke rekeningmu. Aku melebihkannya sedikit karena pelayananmu yang sangat memuaskan semalam” Arman menunduk, mengecup singkat bibir merah Judith. Dibalas perempuan itu dengan hembusan asap rokok.
“Kau tau, dibanding menjadi ‘pembeli’mu, kau bisa jadi simpananku. Kau bisa tinggal disalah satu apartemenku. Tanpa perlu bekerja di club malam, kau hanya perlu diam dirumah, menungguku dan melayaniku ketika istriku sedang tidak dirumah”
Judith memberikan tawa sinis. Perempuan berambut blonde itu mengerling nakal kearah si lelaki tampan dengan tinggi menjulang dihadapannya. “Tawaran yang menarik, Arman. Tapi sayangnya aku tidak menginginkannya”
Arman mendudukkan tubuhnya diranjang, tangannya mulai nakal masuk kedalam selimut, mengusap paha dalam Judith yang masih polos. Setengah mengagumi tubuh bagian atas Judith yang masih tercetak jelas tanda sisa kegiatan mereka semalam. “Ayolah, aku menyukaimu, Judith. Dan sedikit menjengkelkan kalau aku datang ke club untuk mencarimu, namun kau sudah lebih dulu dibawa pengunjung lain. Aku ingin memilikimu untuk diriku sendiri”
“Dan menyakiti istrimu?”
Arman terdiam. Judith menyambungnya. “Kau tidak menyukaiku. Kau hanya menyukai tubuhku. Begitupun denganku, aku tidak menyukaimu. Hanya uangmu. Komitmen bukanlah untukku. Dan kau tau itu, Arman”
Si tampan masih terdiam ketika Judith bangkit, memungut pakaiannya yang berserakan dan mengenakkannya dihadapan Arman tanpa merasa sungkan. Buat apa? Toh mereka sudah berkali-kali tidur bersama.
“Aku tau kau mencintai istrimu. Kau hanya kesepian karena kesibukannya sebagai artis sehingga kau mencariku. Buktinya setiap dia ada dirumah, kau tidak pernah datang ke Victoire” Judith membungkuk, meraih atasan yang entah mengapa bisa tergeletak dibawah tempat tidur.
“Pulanglah. Dan datang padaku jika memang kau merindukan tubuhku. Sampai bertemu lagi, Arman” Judith membungkukkan tubuhnya, mengecup singkat bibir Arman sebelum melangkah keluar kamar hotel.
*
Judith bersenandung ringan. Senyum tak juga luput dari wajah manisnya sejak ia melihat mutasi rekening. Saat Arman berkata pria itu memberinya sedikit bonus, Judith tau nominal yang dimaksud tak akan mengecewakan. Pria itu begitu loyal padanya. Ketika ada puluhan penari cantik lain di Victoire, Arman selalu memilihnya. Bermula dari hanya memberinya private dance, dan berakhir menjadi teman tidur. Lelaki itu nyaris setiap bulan mendatanginya, terlebih ketika istrinya yang berprofesi sebagai artis dibanjiri kesibukan syuting hingga jarang pulang. Kasarnya, Arman bisa disebut sebagai pelanggan setianya.
Judith tidak keberatan dengan status Arman. Toh mereka tidak saling mencintai. Ia lakukan itu semua murni hanya karena uang. Dan Arman membutuhkan ****. Itulah mengapa mereka klop.
Arman bukan pria pertamanya. Ada banyak pengunjung Victoire yang mengantri ingin menghabiskan waktu barang semalam dengannya. Namun tentu harga yang harus dibayar tidak murah. Judith, yang merupakan salah satu penari erotis terbaik di club termewah di kota ini, memaksa Johnny-manager Victoire- untuk mengatakan kepada siapapun yang menawarnya, bahwa tarifnya tinggi. Begitu tingginya hingga terkadang lelaki hidung belang yang semula tergiur padanya, memilih menyerah dan beralih ke penari lain yang jauh lebih ‘murah’.
“Aku pulang” Judith melangkah memasuki apartemennya. Diruang tengah netranya terlihat sahabatnya, Hannah tengah duduk memeluk bantal sofa sembari menonton drama.
“Sudah melacurnya?” tanyanya sarkas. Judith menyunggingkan senyum miring. Perempuan itu melempar tubuhnya disamping Hannah, memeluknya manja. “Aku lelah sekali, Hannah..”
“Berhentilah mengeluh sayang. Terutama disaat rekeningmu lebih gendut dibandingkan dengan siapapun yang ada di apartemen ini”
Judith terkekeh. Jarinya menusuk-nusuk pipi Hannah jahil. “Kalau kau mau rekeningmu gendut sepertiku, kau harus memilih jalan yang sama denganku, sayang”
“Tidak, terimakasih” Hannah menoleh memandang kawannya. “Apa kau terluka? Mau kuambilkan sesuatu?”
Yang ditanya mengangguk dengan ekspresi memelas yang dibuat-buat. “Kurasa punggungku sedikit lebam karena Arman mendorongku ke dinding setelah kami masuk kamar. Tapi tidak apa, itu hal biasa”
Hannah menghela nafas, ia bangkit menuju kulkas untuk mengambil ice pack. Sekembalinya dari dapur ia membantu menempelkan ice pack tersebut ke punggung Judith yang penuh warna, campuran dari lebam terbentur dinding sekaligus kissmark ciptaan Arman.
“Dimana Renatta?”
“Tadi dia mengirimiku pesan dan mengatakan bahwa dirinya akan menginap di apartemen kekasihnya. Kurasa ia mengirimmu pesan juga tapi belum kau baca”
Judith mengangguk sekilas. Ia mengecek ponsel, benar kata Hannah, Renatta rupanya telah mengirimnya pesan berisi kalimat yang sama. Tanpa repot membalas, Judith menyimpan kembali ponselnya.
“Apa kau tidak lelah?”
“Lelah?”
Hannah mengangguk. Mengulangi apa yang ia maksud. “Bagaimana jika kau bertemu dengan lelaki yang jauh lebih brengsek, yang tidak segan-segan menyakiti tubuhmu. Kau tau, ada banyak ‘orang gila’ disekitar kita”
Judith memahami maksud teman baiknya. Hannah, dirinya, dan Renatta sama-sama penari Victoire. Ketiganya berkawan nyaris lima tahun. Bertukar duka dan tawa bersama. Kepribadian mereka yang saling melengkapi, membuat pertemanan mereka awet hingga sekarang. Ketika Renatta mengusulkan ide untuk menyewa apartemen bersama, Judith dan Hannah menyetujui tanpa pikir panjang.
Jika Judith bersedia melempar tubuhnya untuk ditiduri lelaki kaya raya, maka berbeda dengan Hannah. Perempuan berkulit sawo matang itu sangat teguh pada pendiriannya, bahwa yang ia lakukan di Victoire hanyalah menari. Tidak lebih. Padahal menurut Judith, Hannah sangat cantik. Terlebih kulitnya yang eksotis. Sudah tak terhitung berapa banyak pria yang kecewa ditolak olehnya. Berapapun banyaknya nominal yang ditawarkan pada Hannah, tetap saja tak ada yang mampu menggoyahkan keputusannya.
Jika Hannah seperti itu, berbeda lagi dengan Renatta. Perempuan mungil itu awalnya sama seperti Judith. Bersedia tidur dengan siapapun yang mampu membayarnya mahal. Namun suatu hari, tingkahnya berubah. Ia menari dengan pakaian yang lebih tertutup dari biasanya. Ia juga menolak pengunjung. Ketika ditanya mengapa, Renatta berkata bahwa dirinya sudah memiliki kekasih dan ia sangat mencintainya. Mengenai siapa lelaki itu, baik Judith maupun Hannah sama-sama tidak tau. Sahabat mereka itu sangat lihai menutupi identitas prianya. Tebakan Judith antara kekasih Renatta sudah memiliki istri atau kekasihnya adalah pejabat tinggi negeri ini. Sementara Hannah berspekulasi kalau kekasih Renatta memiliki rupa jelek sehingga ia malu mengenalkannya pada mereka.
Entahlah, Renatta berubah menjadi misterius sejak memacari kekasihnya yang sekarang. Namun segala perbedaan itu tak lantas merenggangkan pertemanan mereka. Tak ada yang berubah dari persahabatan ketiganya.
“Aku bisa menjaga diriku sayang. Jangan mencemaskanku, okay? Aku mau mandi dulu lalu tidur. Supaya nanti malam bisa memberikan penampilan terbaik”
Hannah masih memandangi punggung Judith dengan tatapan cemas ketika perempuan itu masuk ke kamarnya.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 202 Episodes
Comments