MY TEACHER GOT ME PREGNANT
"Pak ... Pak Artha mau ngapain?" tanya Chalinda ketika tubuh kekar guru bahasa di sekolahnya semakin mendekat.
Chalinda semakin memundurkan tubuhnya saat tubuh Artha semakin mendekati tubuh Chalinda yang terduduk di atas sofa panjang sebuah rumah kontrakan.
Di luar sedang hujan deras dengan petir dan guntur yang menggelegar. Hal itu membuat Chalinda harus menunda kepulangannya sore ini setelah belajar bahasa Inggris dengan seorang guru tertampan dan menjadi idaman semua siswi di sekolah.
Namun hal yang tidak Chalinda duga terjadi. Kala hujan semakin deras dan menyamarkan suaranya, Artha terus mendekat ke tubuh Chalinda. Bahkan kedua tangan laki-laki itu sudah berani menyentuh bagian tubuh Chalinda.
Perempuan itu ingin sekali memberontak, tapi saat kedua tangan Artha menyentuh bagian tubuhnya yang sensitif seakan ada sebuah aliran listrik yang seketika membuat Chalinda hanya bisa diam dan mematung merasakan apa yang sedang terjadi.
"Pak, jangan, Pak!" Chalinda menolak, tapi Artha sama sekali tidak menghiraukan penolakan dari Chalinda.
Laki-laki itu terus bergerak, menggerayangi tubuh seorang gadis yang masih berusia tujuh belas tahun dan merupakan muridnya sendiri.
Nafsunya yang kian memuncak ditambah situasi dan kondisi di sekitarnya yang mendukung membuat Artha seketika buta dan tuli. Artha tidak melihat bagaimana Chalinda yang mulai memberontak dan laki-laki itu juga tidak mendengar kata penolakan yang terus terucap dari bibir mungil gadis yang masih polos itu.
Chalinda sama sekali tidak menikmati permainan Artha. Meskipun sudah berusia tujuh belas tahun, tapi Chalinda hanya tahu sedikit saja tentang hal ini. Perempuan itu sama sekali tidak tertarik untuk mempelajarinya.
Fokus Chalinda saat ini hanyalah belajar, membuat orang tuanya bangga dengan dirinya yang berhasil melanjutkan studi di perguruan tinggi yang ada di luar negeri setelah lulus dari sekolah menengah atas nanti.
Rasanya begitu aneh, sebuah rasa yang tidak pernah Chalinda rasakan sebelumnya pada beberapa bagian tubuhnya. Ada perasaan marah, kesal, emosi, tapi di sisi lain juga ada perasaan aneh yang dirasakan oleh Chalinda setiap kali Artha menyentuh bagian tubuhnya. Sebuah perasaan aneh yang tak mampu Chalinda ungkapkan.
Tiba-tiba saja, sebuah benda seakan masuk ke dalam bagian tubuhnya. Chalinda merasakannya dengan jelas. Ada rasa sakit yang teramat sangat pada bagian sensitifnya, tapi pada saat itu juga tidak ada yang bisa Chalinda lakukan selain menangis.
Ya, perempuan itu tidak sanggup lagi untuk memberikan kata penolakan. Semenjak adanya benda asing yang seolah keluar masuk dari bagian tubuhnya, Chalinda seketika merasa seakan dirinya sedang membeku.
Bibirnya kelu, tidak lagi mengatakan sepatah kata pun. Tubuhnya juga terasa seperti kehilangan seluruh tenaganya. Keringat bermunculan dan bahkan mengalir deras dari pelipis gadis itu.
Entah apa yang sedang dilakukan oleh Artha, Chalinda tidak tahu pasti. Gadis itu merasa tidak bisa lagi memberontak. Sekarang yang bisa dia lakukan adalah diam, dengan keringat dan air mata yang bercampur mengalir deras membasahi kedua pipi dan wajahnya.
Hujan yang deras akhirnya kembali reda. Bersamaan dengan berakhirnya hujan, kegiatan yang dilakukan oleh Artha terhadap tubuh Chalinda juga turut berakhir.
Gadis itu tergolek lemah di atas sofa, sementara Artha terduduk di bagian sofa yang lain dengan tubuh yang juga sama sangat kelelahan. Tapi ada kepuasan tersendiri bagi Artha karena dia bisa mencicipi tubuh seseorang yang sudah dia idamkan sejak dua tahun yang lalu.
"Chalinda, Chalinda ... bangun. Sudah hampir malam, kamu harus segera pulang."
Chalinda yang merasa namanya dipanggil segera membuka kedua matanya. Sesuatu yang dia lihat pertama kali adalah seseorang yang sudah berlaku buruk terhadapnya.
Perempuan itu segera terperanjat melihat keberadaan Artha yang berada begitu dekat di atas tubuhnya yang sedang berbaring. Chalinda merasa takut jika laki-laki itu kembali melakukan hal yang sama seperti beberapa jam yang lalu.
Dengan menggunakan kedua tangannya dan tubuh yang masih setengah terbaring di atas sofa, Chalinda mundur secara perlahan. Perempuan itu lantas meringkuk memegangi kedua lututnya.
"Chalinda ... maafkan Pak Artha ya, Pak Artha sama sekali tidak sengaja melakukannya. Lagipula kamu sih--"
Belum juga Artha menyelesaikan kata-katanya, Chalinda sudah bangkit dari sofa. Perempuan itu terlihat sangat terburu-buru. Tubuhnya sedikit bergetar dan terlihat jelas jika Chalinda sama sekali tidak bisa memfokuskan pikirannya.
Gadis itu mengambil tas yang ada di atas meja ruang tamu rumah kontrakan milik Artha, lantas berlari keluar dari rumah kontrakan dengan pintu yang sudah terbuka lebar. Berbeda dengan saat hujan deras dan Artha melakukan sesuatu pada tubuhnya.
Sepanjang perjalanan dari rumah kontrakan milik guru bahasa sekaligus walikelasnya sendiri itu, kedua netra Chalinda terus menitikkan air mata. Pada saat itu juga hujan gerimis mulai kembali turun, membuat tetesan air yang jatuh di wajah Chalinda akhirnya bercampur dengan air mata perempuan itu.
Entah apa yang akan dikatakan oleh Chalinda saat dirinya tiba di rumah nanti. Kedua orang tua Chalinda pasti akan menanyakan alasan keterlambatan gadis itu pulang ke rumah. Kalau sudah begitu, apa yang harus Chalinda katakan? Terlalu memalukan jika Chalinea harus menceritakan apa yang terjadi terhadap dirinya yang sebenarnya. Gadis itu juga merasa takut jika nantinya kedua orangtuanya tidak lagi menerima keberadaan Chalinda sebagai anak perempuan satu-satunya yang mereka punya.
Sekitar satu kilometer Chalinda terus melangkah. Tubuhnya terasa begitu lelah, kedua kakinya seakan tidak sanggup lagi untuk menopang beban tubuhnya. Beruntung pada saat itu, Chalinda sudah sampai di halaman rumahnya.
Kedua netra Chalinda kali ini begitu tidak jelas untuk melihat objek di depannya. Bukan lagi karena air mata yang terus keluar dari ujung kedua netra perempuan itu, tapi kali ini Chalinda juga merasakan kepalanya begitu pening dengan pandangan matanya yang juga berkunang-kunang.
Kaki Chalinda terasa semakin tidak mampu untuk menopang beban tubuh perempuan itu. Padahal hanya tinggal dua langkah lagi, Chalinda akan sampai dan bisa menggapai gagang pintu rumahnya.
Namun rasanya sudah sangat tidak sanggup lagi bagi Chalinda untuk meneruskan perjalanannya. Dia juga merasakan sakit dan perih pada pangkal kedua kakinya.
Tubuh Chalinda ambruk begitu saja di depan pintu rumahnya sendiri. Kedua matanya terpejam seiring dengan tubuhnya yang tergeletak lemah di atas keramik putih pelataran rumahnya.
Chalinda sudah tidak sadarkan diri, perempuan itu bahkan tidak bisa mengetahui lagi apa yang terjadi terhadap dirinya selanjutnya.
Sesuatu yang Chalinda sadari adalah, tiba-tiba saja dirinya kini sudah berada dalam ruangan yang begitu familiar dalam pandangan kedua matanya.
Ruangan dengan lampu yang bersinar meneranginya. Sebuah foto berukuran 10R dengan gambar seorang gadis berusia enam belas tahun saat dipilih menjadi seorang mayoret untuk drumband di sekolahnya terpampang pada dinding di seberang tempat tubuh Chalinda terbaring.
"Chalinda, kamu sudah bangun, Nak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Tirtana Karya
thank you.❤️❤️❤️
2022-06-14
1
dwi alfiah
awal cerita yg bgus kak semangat buat authornya
2022-06-13
1