Chalinda segera menoleh ke arah sumber suara. Rupanya di sana ibu kandung Chalinda sedang duduk di kursi tidak jauh dari tempat tidur Chalinda.
Kursi itu biasa digunakan oleh Chalinda untuk belajar di rumah. Saking sukanya belajar, gadis itu membuat tempat belajarnya senyaman mungkin.
"Ya, Ibu," jawab Chalinda dengan singkat.
Gadis itu masih saja merasakan sakit pada tubuhnya, terutama pada bagian pangkal kedua kakinya. Seakan sebuah benda asing yang beberapa jam lalu masuk itu masih tertinggal di sana dan tidak bisa dikeluarkan.
Dengan sedikit kesulitan, Chalinda merubah posisi tubuhnya menjadi setengah terbaring. Kedua kakinya diluruskan sementara kepala dan tubuhnya bersandar pada bantal yang di sandarkan pada tempat tidur.
Chalinda meringis menahan sakit saat melakukan perubahan posisi tersebut. Gadis itu bahkan melakukannya dengan begitu perlahan. Membuat Liya yang melihatnya sedikit merasa heran.
"Minum dulu, Nak." Liya memberikan secangkir teh manis yang sudah menghangat.
Jika dilihat dari kondisi cangkir tersebut, terdapat banyak bulir embun di ujungnya. Menandakan bahwa sebelumnya teh manis itu dibuat dalam keadaan panas, lantas ditutup sehingga membuat panasnya lebih tahan lama meskipun saat ini teh manis tersebut sudah semakin menghangat.
Chalinda menyesap teh dengan perlahan. Tenggorokannya yang terasa kering usai berjalan satu kilometer lebih jauhnya dan sesuatu melelahkan yang dilakukan oleh Artha membuat Chalinda langsung menghabiskan isi dalam gelas cangkir tersebut.
"Sudah, Ibu." Chalinda kembali berkata singkat.
Tangan kanannya terulur dengan cangkir kosong yang ada dalam genggamannya. Liya hanya bisa terdiam dan menerima cangkir yang sudah habis isinya dan tidak tersisa setetes pun.
"Kamu sepertinya sangat kelelahan, Chalinda. Sebenarny apa yang sudah terjadi?" Liya kembali mendekat ke arah Chalinda sesaat setelah meletakkan cangkir kosong tersebut di atas meja belajar Chalinda.
Liya mengusap rambut pelipis hingga ke rambut Chalinda. Sementara gadis perempuan itu hanya menganggukkan kepala untuk menjawab perkataan dari ibu kandungnya.
Pikiran Chalinda saat ini benar-benar hanya tertuju pada kejadian buruk sore tadi yang dilakukan oleh Artha. Sekarang gadis itu merasakan sakit di sekujur tubuh atas perbuatan laki-laki itu.
Bayangan-bayangan kejadian yang sama sekali tidak Chalinda duga itu selalu muncul dalam pikiran gadis tersebut. Membuat Chalinda kembali merasa takut dan tubuhnya sedikit bergetar.
Liya yang menyadari hal tersebut segera memperhatikan tingkah aneh anak gadisnya. Tangan kiri Liya masih saja mengusap pelipis gadis tersebut, berusaha untuk menenangkannya.
"Chalinda, kamu kenapa, Nak?"
Chalinda hanya bisa menggelengkan kepala. Beberapa detik selanjutnya, air mata kembali mengalir dari kedua ujung netranya. Jatuh dan menetes ke leher dan membasahi sebagian baju gadis tersebut.
Mungkin hanya saat tidak sadarkan diri saja Chalinda merasakan sebuah ketenangan saat ini. Seandainya gadis itu tidak terbangun dari pingsannya, pasti sekarang Chalinda masih terlelap dengan damai.
Chalinda kembali memejamkan kedua matanya. Berharap dirinya segera kembali tertidur dan melupakan kejadian itu meskipun hanya sekejap saja.
***
Dua Minggu berlalu.
Sebuah alarm membangunkan gadis yang tergolek di atas ranjang tempat tidurnya. Tangan kanan gadis itu mencari-cari sumber kebisingan di pagi hari yang mengganggu tidur lelapnya.
GAP! Ketemu!
Sebuah ponsel dengan daya yang hanya tersisa sepuluh persen saja kini berada dalam genggaman tangan Chalinda. Tangan kanan perempuan itu segera mengusap bagian tengah layar ponsel ke arah kiri, dan bersamaan dengan itu suara bising alarm pun juga terhenti.
Benda pintar yang selalu menemani kehidupan manusia itu kini sudah tergeletak lagi di atas ranjang tempat tidur Chalinda. Kali ini, gadis itu meregangkan tubuhnya, merentangkan kedua tangan ke atas sembari mulutnya terbuka lebar, menguap.
Tiba-tiba saja, ingatannya kembali membawa memori buruk tentang kejadian sore lalu, bersamaan dengan tubuhnya yang kembali terasa sakit.
Tepat pukul enam pagi, pintu kamar yang tertutup itu terbuka. Menampilkan seseorang yang begitu Chalinda kenali dan tidak lain adalah Liya, ibu kandungnya sendiri.
"Sarapan dulu yuk, Nak. Ibu buatkan nasi goreng kesukaan kamu lho," ucap Liya sembari melangkahkan kedua kakinya masuk ke dalam kamar Chalinda.
Perempuan itu juga merapikan ujung ranjang tempat tidur anak gadisnya yang terlihat sedikit menyingkap setelah dipakai tidur semalaman.
Chalinda tersenyum, lantas menganggukkan kepala. Gadis itu tidak sabar untuk segera keluar dari kamar dan duduk di meja makan. Menyantap nasi goreng buatan ibu kandungnya dengan rasa yang tidak pernah gagal.
Dengan sangat perlahan, Chalinda menyingkap selimut yang sedari kemarin malam menutupi tubuhnya. Gadis itu lantas beranjak dari ranjang meskipun sempat duduk dan terdiam di ujung tempat tidurnya itu barang beberapa detik.
Rasa sakit pada sekujur tubuh Chalinda masih jelas terasa. Namun perempuan itu dengan sebaik mungkin menyembunyikan rasa sakitnya agar tidak menimbulkan kecurigaan pada kedua orangtuanya.
"Apa kamu masih merasa sakit, Chalinda? Bagaimana kalau kamu makan di kamar saja?" tawar Liya, sebenarnya wanita itu masih merasa sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya telah terjadi pada anak gadisnya.
Chalinda menggelengkan kepala menolak tawaran dari ibunya. Terbaring di atas ranjang tempat tidurnya selama satu malam penuh membuat gadis itu juga merasa bosan. Chalinda ingin sedikit berganti suasana. Lagipula sakit yang dia rasakan saat ini tidak terlalu parah seperti pada saat sebelum gadis itu pingsan di pelataran rumahnya beberapa hari lalu.
"Aku masih bisa ke ruang makan kok, Bu." Chalinda berkata dengan tenang sembari tersenyum.
Liya hanya menganggukkan kepala, membalas senyuman dari Chalinda meskipun sedikit ragu.
Perempuan itu menyadari ada keanehan dalam anak gadis satu-satunya yang dia punya. Mulai dari Chalinda yang selalu kesakitan saat menggerakkan tubuhnya, hingga cara berjalan Chalinda yang juga begitu lambat dan pergerakan yang sedikit kaku dengan kaki yang terbuka sedikit lebih lebar dari biasanya. Seakan ada sesuatu yang mengganjal pada pangkal kedua kaki gadis itu.
Liya hanya bisa memandangi keanehan yang terjadi pada tubuh anak gadisnya. Berusaha untuk tetap berpikiran positif bahwa tidak ada sesuatu buruk yang terjadi atau dilakukan oleh Chalinda. Mungkin saja gadis itu hanya sedang mengalami menstruasi sehingga langkah kakinya sedikit terhambat karena pembalut yang dia dikenakan.
Di meja makan yang berbentuk bundar, Chalinda duduk di salah satu kursi. Gadis itu memilih untuk duduk di samping kiri tempat duduk Juna--Ayah Chalinda. Membiarkan kursi di samping kanan untuk Liya duduk dan menyisakan satu kursi kosong lain yang selalu saja tak berpenghuni.
Pagi ini, Chalinda tidak begitu nafsu untuk menyantap nasi goreng buatan ibunya. Rasanya memang seperti biasa, sangat enak dan memiliki campuran yang lengkap. Ada telur, ayam, cesim, kol, wortel dan juga potongan tomat. Semuanya sesuai dengan nasi goreng buatan Liya kesukaan Chalinda, namun kali ini entah kenapa perut Chalinda terasa mual dan tidak mau menerima makanan tersebut.
HUEEKK!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Lili Aprilia
waduhhh.... jangan jangan chalinda hamil thor
2022-07-21
0