Tolong Lepaskan Aku
Suci menyelesaikan segala pekerjaan rumah dengan sangat baik, bahkan dia sudah berdandan untuk menyambut kedatangan suaminya dengan suka ria. Semua makanan telah tersaji di atas meja makan, tersusun dengan sangat baik. Senyum di wajahnya tak pernah luntur, tak lupa dia juga mengenakan wewangian yang disukai oleh suaminya.
"Kapan mas Zufar pulang? Aku sudah menyiapkan segala penyambutannya pulang setelah beberapa hari pergi ke luar kota." Gumam si wanita cantik yang mantap menggunakan hijab serta memakai gamis, sangat terlihat indah dipandang. Melirik jam di dinding dan menjadi lesu, sudah menunggu cukup lama sesuai dengan jadwal yang dijanjikan oleh suaminya.
"Sebaiknya aku menelepon mas Zufar, mungkin ada kendala yang membuatnya terlambat. Aku harus menghubunginya!" Suci segera meraih ponsel yang ada di atas meja yang tak jauh dari jangkauan, mencari nomor kontak yang bertuliskan "Suamiku".
Tidak ada jawaban, membuat Suci menjadi cemas. Pikirannya menjadi tak tenang karena diselimuti oleh kekhawatiran yang semakin lama semakin dalam. Mondar-mandir di tempat itu dengan kecemasan, kembali mencoba menghubungi suaminya.
Dua bola mata indah tak sengaja menatap seorang pria dengan setelan jas datang menghampirinya, wajah tampan yang mendominasi serta senyuman khas membuat Suci bisa bernafas lega. Bergegas dia menghampiri Zufar, membawakan tas yang dijinjing, dan mencium tangan suaminya.
Suci meletakan tas suaminya ke atas meja dan segera memberikan segelas air mineral. "Minumlah, aku sudah menyiapkan air hangat. Mas bersihkan diri dan setelah itu turun untuk makan, aku sudah menyiapkannya." Ucapnya dengan sangat bersemangat.
Zufar tersenyum, menggerakkan jari-jarinya memberikan isyarat agar sang istri mendekat. "Aku ingin memberimu hadiah!"
"Hadiah?" sahut Suci spontan dengan kedua mata yang berbinar.
"Hem, kau pasti menyukainya."
"Apa hadiahnya, Mas."
Zufar mengecup kening istrinya dan memanggil seseorang dengan penuh semangat. "Masuklah!"
Seorang wanita masuk menyeret satu koper penuh, seraya memegang perut yang membuncit. Seketika senyum di wajah Suci berubah, penasaran dan tak mengenali wanita itu. Menatap suaminya dengan heran untuk meminta penjelasan.
"Dia adik madumu!" Zufar seakan mengerti, memecahkan kebingungan dari Suci.
Waktu seakan terhenti, kembali melirik wanita yang memegang perut buncitnya. Sakit tak berdarah, seakan ditusuk oleh sebilah pisau yang sangat tajam, tak sadar jika cairan bening menetes. "A-apa ini hadiah yang kamu tunjukan padaku, Mas?"
Dengan cepat Zufar menganggukkan kepala. "Itu benar! Dia Siska, istri keduaku."
Deg
Seakan lidahnya keluh untuk mengucapkan sepatah kata, kembali menarik perhatiannya menatap wanita cantik yang tersenyum ke arahnya.
"Aku Siska, mas Zufar bercerita banyak mengenai Mbak." Wanita itu mengulurkan tangannya dan tersenyum.
Bagaikan patung yang berdiri diam, Suci tak mampu dengan keadaan membuat hatinya begitu sakit. Memundurkan langkah kaki, serta tangan yang bertumpu ke sofa. "Kenapa kamu begitu kejam, Mas? Apa karena aku tidak bisa mengandung?" lirihnya dengan suara terisak.
Zufar terdiam sejenak, karena apa yang diucapkan Suci memang benar. Mereka telah menikah 8 tahun, tapi belum dikaruniai seorang anak. "Ini sudah menjadi keputusanku, kamu harus memperlakukan Siska dengan baik selama tinggal di sini. Setidaknya kamu bisa menjadi ibu lewat istri kedua ku!"
Suci meremas pakaiannya, ucapan suami yang berpikir jika semua masalah selesai dengan mudah tanpa memikirkan perasaannya. Segera dia menyeka air matanya, menatap sang suami dengan tajam. "Ini hadiah yang paling menyakitkan, Mas. Kamu memberiku luka begitu dalam dengan membawa orang lain kesini."
"Ambil sisi positif nya, dengan keberadaan Siska dan bayi yang sebentar lagi akan lahir. Kamu bisa menjadi ibu, kesepianmu akan hilang."
"Ini tidak semudah yang kamu katakan, Mas. Dengan tidak meminta izin padaku, kamu menikahi wanita lain."
"Seorang laki-laki tak perlu meminta izin!" jawab Zufar dengan angkuh.
Guratan kekecewaan terlihat dengan jelas, bahkan kaki terasa lemas tak sanggup menopang tubuh. Suci terduduk saat di paksa menelan pil pahit kehidupan rumah tangga yang jauh dari bayangan.
Mendongakkan kepala menatap dua orang yang sangat menyayat hati, kesedihan mendalam saat tak bisa memberikan keturunan kepada sang suami yang begitu mendambakan seorang anak.
Segera Zufar berjongkok, memegang dagu istri pertamanya dengan lembut. "Aku sangat mencintaimu, Suci. Kamu wanita sholehah juga wanita kuat, dan aku sangat menginginkannya bayi."
"Kapan kamu mulai mengkhianati aku, Mas?" tegas Suci yang menatap tajam suaminya.
"Aku sudah menikahi Siska setahun yang lalu, saat aku mengerjakan proyek ke desa. Dia wanita yang sangat baik, maafkan aku tidak mengatakan padamu dulu." Zufar memeluk Suci dengan begitu erat, keinginan besar untuk menjadi seorang ayah.
Suci menghempaskan dirinya dari pelukan sang suami, segera beranjak dari sana dan berlalu pergi meninggalkan ruangan itu menuju kamarnya. Mengunci pintu kamar dan melepaskan tangisan, mencurahkan seluruh perasaan yang bercampur aduk. Pengkhianatan sang suami, dia terus menyalahkan dirinya karena tak bisa memberikan keturunan.
"Ya Allah…ini begitu sakit, aku wanita yang tak sempurna. Berikan aku ketabahan dan kekuatan untuk menerima pernikahan kedua suamiku." Suci memeluk kedua kaki nya, menenggelamkan kepala dan menangis tersedu-sedu. Dia segera menyeka air mata, entah berapa banyak menetes. "Tidak, aku tidak mau di madu. Aku akan pergi dari rumah ini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Raufaya Raisa Putri
yeesss....ak jg ngg sk dikhianati
2024-07-27
0
Yanti Turus
Bila tak sanggup bertahan maka lepaskanlah Ci.
Lepaskan & Lupakan lbh baik drpd brtahan tp terluka.
Ayo semangat Suciiii 💪💪💪
Kamu pasti bisa
2023-05-17
1
Juan Sastra
baru mampir udah nyesek banget setahun thorr ,, setahun zufar sudah berhianat bahkan suci tak merasakan penghianatan suaminya,,begitu rapih zufar menutupi penghianatannya..apa pun alasannya tetap melukai suci terlalu dalam dan mendasar...😭😭
2023-04-05
0