NovelToon NovelToon

Tolong Lepaskan Aku

Bab 1 - Pengkhianatan

Suci menyelesaikan segala pekerjaan rumah dengan sangat baik, bahkan dia sudah berdandan untuk menyambut kedatangan suaminya dengan suka ria. Semua makanan telah tersaji di atas meja makan, tersusun dengan sangat baik. Senyum di wajahnya tak pernah luntur, tak lupa dia juga mengenakan wewangian yang disukai oleh suaminya. 

"Kapan mas Zufar pulang? Aku sudah menyiapkan segala penyambutannya pulang setelah beberapa hari pergi ke luar kota." Gumam si wanita cantik yang mantap menggunakan hijab serta memakai gamis, sangat terlihat indah dipandang. Melirik jam di dinding dan menjadi lesu, sudah menunggu cukup lama sesuai dengan jadwal yang dijanjikan oleh suaminya.

"Sebaiknya aku menelepon mas Zufar, mungkin ada kendala yang membuatnya terlambat. Aku harus menghubunginya!" Suci segera meraih ponsel yang ada di atas meja yang tak jauh dari jangkauan, mencari nomor kontak yang bertuliskan "Suamiku".

Tidak ada jawaban, membuat Suci menjadi cemas. Pikirannya menjadi tak tenang karena diselimuti oleh kekhawatiran yang semakin lama semakin dalam. Mondar-mandir di tempat itu dengan kecemasan, kembali mencoba menghubungi suaminya. 

Dua bola mata indah tak sengaja menatap seorang pria dengan setelan jas datang menghampirinya, wajah tampan yang mendominasi serta senyuman khas membuat Suci bisa bernafas lega. Bergegas dia menghampiri Zufar, membawakan tas yang dijinjing, dan mencium tangan suaminya. 

Suci meletakan tas suaminya ke atas meja dan segera memberikan segelas air mineral. "Minumlah, aku sudah menyiapkan air hangat. Mas bersihkan diri dan setelah itu turun untuk makan, aku sudah menyiapkannya." Ucapnya dengan sangat bersemangat.

Zufar tersenyum, menggerakkan jari-jarinya memberikan isyarat agar sang istri mendekat. "Aku ingin memberimu hadiah!" 

"Hadiah?" sahut Suci spontan dengan kedua mata yang berbinar.

"Hem, kau pasti menyukainya."

"Apa hadiahnya, Mas."

Zufar mengecup kening istrinya dan memanggil seseorang dengan penuh semangat. "Masuklah!"

Seorang wanita masuk menyeret satu koper penuh, seraya memegang perut yang membuncit. Seketika senyum di wajah Suci berubah, penasaran dan tak mengenali wanita itu. Menatap suaminya dengan heran untuk meminta penjelasan. 

"Dia adik madumu!" Zufar seakan mengerti, memecahkan kebingungan dari Suci.

Waktu seakan terhenti, kembali melirik wanita yang memegang perut buncitnya. Sakit tak berdarah, seakan ditusuk oleh sebilah pisau yang sangat tajam, tak sadar jika cairan bening menetes. "A-apa ini hadiah yang kamu tunjukan padaku, Mas?" 

Dengan cepat Zufar menganggukkan kepala. "Itu benar! Dia Siska, istri keduaku."

Deg

Seakan lidahnya keluh untuk mengucapkan sepatah kata, kembali menarik perhatiannya menatap wanita cantik yang tersenyum ke arahnya.

"Aku Siska, mas Zufar bercerita banyak mengenai Mbak." Wanita itu mengulurkan tangannya dan tersenyum. 

Bagaikan patung yang berdiri diam, Suci tak mampu dengan keadaan membuat hatinya begitu sakit. Memundurkan langkah kaki, serta tangan yang bertumpu ke sofa. "Kenapa kamu begitu kejam, Mas? Apa karena aku tidak bisa mengandung?" lirihnya dengan suara terisak.

Zufar terdiam sejenak, karena apa yang diucapkan Suci memang benar. Mereka telah menikah 8 tahun, tapi belum dikaruniai seorang anak. "Ini sudah menjadi keputusanku, kamu harus memperlakukan Siska dengan baik selama tinggal di sini. Setidaknya kamu bisa menjadi ibu lewat istri kedua ku!"

Suci meremas pakaiannya, ucapan suami yang berpikir jika semua masalah selesai dengan mudah tanpa memikirkan perasaannya. Segera dia menyeka air matanya, menatap sang suami dengan tajam. "Ini hadiah yang paling menyakitkan, Mas. Kamu memberiku luka begitu dalam dengan membawa orang lain kesini."

"Ambil sisi positif nya, dengan keberadaan Siska dan bayi yang sebentar lagi akan lahir. Kamu bisa menjadi ibu, kesepianmu akan hilang."

"Ini tidak semudah yang kamu katakan, Mas. Dengan tidak meminta izin padaku, kamu menikahi wanita lain."

"Seorang laki-laki tak perlu meminta izin!" jawab Zufar dengan angkuh.

Guratan kekecewaan terlihat dengan jelas, bahkan kaki terasa lemas tak sanggup menopang tubuh. Suci terduduk saat di paksa menelan pil pahit kehidupan rumah tangga yang jauh dari bayangan. 

Mendongakkan kepala menatap dua orang yang sangat menyayat hati, kesedihan mendalam saat tak bisa memberikan keturunan kepada sang suami yang begitu mendambakan seorang anak. 

Segera Zufar berjongkok, memegang dagu istri pertamanya dengan lembut. "Aku sangat mencintaimu, Suci. Kamu wanita sholehah juga wanita kuat, dan aku sangat menginginkannya bayi."

"Kapan kamu mulai mengkhianati aku, Mas?" tegas Suci yang menatap tajam suaminya.

"Aku sudah menikahi Siska setahun yang lalu, saat aku mengerjakan proyek ke desa. Dia wanita yang sangat baik, maafkan aku tidak mengatakan padamu dulu." Zufar memeluk Suci dengan begitu erat, keinginan besar untuk menjadi seorang ayah.

Suci menghempaskan dirinya dari pelukan sang suami, segera beranjak dari sana dan berlalu pergi meninggalkan ruangan itu menuju kamarnya. Mengunci pintu kamar dan melepaskan tangisan, mencurahkan seluruh perasaan yang bercampur aduk. Pengkhianatan sang suami, dia terus menyalahkan dirinya karena tak bisa memberikan keturunan. 

"Ya Allah…ini begitu sakit, aku wanita yang tak sempurna. Berikan aku ketabahan dan kekuatan untuk menerima pernikahan kedua suamiku." Suci memeluk kedua kaki nya, menenggelamkan kepala dan menangis tersedu-sedu. Dia segera menyeka air mata, entah berapa banyak menetes. "Tidak, aku tidak mau di madu. Aku akan pergi dari rumah ini!" 

Bab 2 - Kabur berkedok

Suci memukul dadanya, perasaan yang begitu menyakitkan hati. Tidak ada tempat bernaung untuk mengadu, karena dia hanyalah wanita yatim piatu. Dia segera tersadar, dan beranjak dari tempat itu. Membuka hijab yang terpasang dengan rapi, mengambil air wudhu untuk menjalankan sholat sunah agar dirinya menjadi tenang. 

Selesai salam, dia menadahkan kedua tangannya, mendoakan ibu dan ayahnya yang telah lama meninggal dunia. Tak lupa mengadu kepada sang Rabb yang menjadi tujuannya, meluapkan seluruh perasaan dengan linangan air mata membasahi pipi. "Ya Tuhanku, maafkan hamba yang tidak mensyukuri nikmat mu, maafkan hamba yang terkadang lalai dengan perintahmu. Tidak ada tempatku mengadu selain Engkau ya Rabb, berikan aku ketabahan hati untuk menerima istri kedua suamiku, berikan aku keikhlasan dengan cinta yang terbagi. Rabbana atina fiddunya hasanah, Wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar." 

Hatinya merasa tentram setelah menjalankan sholat sunah dan berdoa, tak lupa pula melantunkan ayat suci Al-Quran dengan begitu merdunya. Bahkan Zufar dan Siska bisa mendengar alunan ayat suci yang begitu syahdu. 

****

Hari-hari yang dilalui Suci begitu berat, cinta yang terbagi membuatnya tak bisa menerima, walau dia mencoba untuk ikhlas dimadu. Tapi, kasih sayang dan waktu Zufar lebih memprioritaskan Siska yang mengandung keturunannya, lagi dan lagi hatinya sakit. Hanya bisa bersedih dan berserah diri kepada sang Pencipta, namun dia hanyalah manusia biasa. 

Tidak ada senyum yang menghiasi wajah cantiknya, memantapkan hati untuk pergi dari sisi suaminya. "Aku tidak tahan lagi dengan semua ini, aku hanyalah wanita biasa yang sangat rapuh." Batinnya seraya menyeka air mata, bergegas mengemasi pakaiannya dan memasukkannya ke dalam koper. 

Suci menyiapkan segala keperluannya dengan mengemasi barang terlebih dulu, memesan tiket pesawat lewat ponselnya. Dan memilih penerbangan awal, ingin menghindar dan lari dari kenyataan. Tak sanggup dengan kasih sayang yang condong ke arah adik madu. 

Setelah memesan tiket, dia segera menghubungi suaminya. Memberanikan diri di saat tak mempunyai pilihan lain, selain kabur. 

"Assalamu'alaikum, Mas!"

"Wa'alaikumsalam." 

"Kapan Mas pulang?" 

"Aku masih ada di kantor, bagaimana kabar Siska? Apa kamu menjaganya dengan baik?" 

"Ya, aku menjaganya sesuai perkataanmu, Mas. Pulanglah, ada yang ingin aku sampaikan!"

"Baiklah, aku akan pulang."

Suci segera menutup teleponnya, menarik nafas dalam. "Semoga saja mas Zufar tidak curiga."

Beberapa saat kemudian, Suci menyambut suaminya seperti biasa yang dia lakukan, tak lupa menawarkan segelas air.

"Dimana Siska?" 

Suci tersenyum walau hatinya timbul rasa kecemburuan pada adik madunya. "Dia ada di kamarnya."

"Kenapa kamu memintaku untuk pulang lebih cepat?" tanya Zufar menatap wanita yang berhijab di sebelahnya.

Suci menarik nafas agar tidak membuatkan kesalahan yang dapat mencurigai suaminya. "Aku ingin menenangkan diri, aku tak sanggup dengan hadiah yang Mas berikan kepadaku."

"Apa yang kamu inginkan?" 

"Aku ingin pergi ke Riau, ingin menenangkan diri dengan mengajar anak-anak panti yang kurang kasih sayang."

"Tidak, kamu harus menjaga Siska yang hamil trimester ketiga. Dia butuh pendamping!"

"Tapi Mas, ini tidak akan lama. Hanya dua minggu saja." 

Zufar tampak berpikir keras, sesekali dia menatap lekat wajah cantik sang istri yang mengenakan gamis dan juga hijab. "Baiklah, aku mengizinkanmu. Kapan kamu berangkat?" 

"Besok pagi."

"Secepat itu?"

"Aku tidak ingin menundanya lagi, Mas."

"Terserah padamu saja."

Keesokan hari, suasana yang ramai akan keramaian di bandara, seorang wanita cantik yang mengenakan berhijab berpamitan dengan suaminya. "Mas, aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik!" Suci menatap suaminya dengan tatapan teduh, serta senyuman indah yang menghiasi wajahnya.

"Aku mengizinkanmu untuk pergi ke Riau, tetapi hanya dua minggu saja dan tidak boleh lebih daripada itu." 

Suci menelan saliva dengan susah payah, perkataan dari suaminya yang penuh dengan ancaman. Namun pikiran negatif yang menari-nari di pikiran segera dia tepiskan, mengingat dirinya harus kuat dengan luka yang ditorehkan oleh suaminya sendiri. "Iya Mas, aku akan kembali dalam waktu dua minggu." 

Suci melirik wanita yang tengah hamil trimester ketiga, berusaha untuk tetap tegar dan ingin segera lari dari masalah dan kenyataan yang ada. Memeluk wanita itu beberapa detik, seraya membisikkannya. "Jaga Mas Zufar dengan baik dan layani suami kita selama aku tidak ada di kota ini." Ucapan yang keluar dari mulutnya seakan menggores, tak tahan dan segera menyeka air matanya. 

"Mbak tidak perlu khawatir, aku akan menjaga suami kita." Balas Siska yang memeluk istri pertama suaminya, seraya tersenyum.

"Assalamu'alaikum." Ucap Suci yang menatap keduanya, seraya menyeka air mata.

"Wa'alaikumsalam," sahut Zufar dan Siska bersamaan. 

Suci segera pergi dan masuk ke dalam pesawat, dan duduk ke kursi yang telah di pesan olehnya. Ada kecemasan rasa bersalah mengenai kebohongan dan tindakannya untuk kabur dari kenyataan. Namun saat ini, tidak ada lagi yang tersisa yang membuatnya menoleh ke belakang. "Maafkan aku mas, aku wanita yang sangat munafik. Kecemburuanku dengan sikapmu itu, membuatku terpaksa melakukan ini." Batinnya.

Suci berbohong mengenai keberangkatannya menuju Riau, tapi memutuskan untuk ke Kairo.

Bab 3 - Perubahan

Suci memantapkan hati untuk pergi di sisi suaminya, melupakan kewajiban yang memberatkan timbangan buruk di akhirat. Hatinya tak bisa terus berbohong untuk tetap tegar, janji suci yang ternoda membuatnya tak sanggup untuk menerima. Memegang sebuah foto pernikahan mereka dan air mata kembali terjatuh. 

Perjalanan dari Surabaya menuju Riau sangatlah jauh, terpaksa melakukan penerbangan untuk menipu suaminya. 

Perjalanan yang begitu melelahkan, hingga akhirnya dia sampai ke Kairo. Menjejakkan kaki ke tempat itu setelah bertahun-tahun tak pernah kesana setelah pernikahannya. Menyusuri pandangan ke negeri orang, menarik nafas yang dalam dan mengeluarkannya secara perlahan sembari menyeret koper. "Aku akan memulai kehidupanku di sini, semoga saja mas Zufar tidak mengetahui lokasiku." Monolognya. 

Tak lama berjalan, dia melihat seorang paruh baya yang mengenakan pakaian syar'i, tersenyum ke arahnya sambil melambaikan tangan. Dengan segera, Suci menghampiri wanita itu dan membalas lambaian tangan juga senyum manis yang khas. Dia memeluk tubuh wanita itu dengan sangat erat, dan tidak meninggalkan celah. Kerinduan yang begitu dalam kepada sosok ibu angkatnya. "Assalamu'alaikum, Umi." Ucapnya seraya mencium tangan keriput itu.

"Wa'alaikumsalam, bagaimana kabarmu?" 

"Aku baik, bagaimana dengan Umi?" 

"Seperti yang kamu lihat, Umi sangat baik. Sudah lama tidak mengunjungi Umi, terakhir kali saat kalian menikah. Oh ya, dimana Zufar? Apa dia tidak ikut bersamamu?" tanya Umi Kalsum yang celingukan mencari keberadaan suami dari putri angkatnya.

Wajah Suci seakan membeku, karena dia tidak bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tidak ingin, jika sang ibu angkat terseret masalah rumah tangganya. "Mas Zufar tidak ikut ke sini, begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Suci sangat merindukan Umi!" ucapnya yang mengalihkan pembicaraan, menutupi alasannya untuk pergi ke Kairo.

"Hem, ya sudah. Ayo, masuk!" ucap Umi Kalsum yang mempersilahkan putri angkatnya.

Suci menganggukkan kepala dengan pelan, dia tersenyum berusaha untuk menutupi rasa sakit di hati. 

Umi Kalsum sangat menyambut anak angkatnya dengan antusias, bercerita banyak di sepanjang perjalanan. Tapi Suci hanya menanggapinya dengan tersenyum, hingga akhirnya mereka sampai. "Kita sudah sampai," ucapnya yang segera membuka pintu, diikuti oleh wanita cantik yang mengenakan kerudung. 

Mereka memasuki rumah yang terlihat sederhana namun terkesan nyaman, Suci tidak mempunyai tujuan lain selain tempat itu. 

"Hana…Hana, lihatlah siapa yang datang!" ucap umi Kalsum yang memanggil putrinya. 

"Iya, Umi." Balas seorang gadis yang segera menghampiri ke asal suara, tersenyum dengan kedatangan kakak angkatnya. "Kak Suci!" dia segera memeluk tubuh wanita itu dengan erat, melampiaskan rasa kerinduan yang mendalam.

"Hana, Kakak merindukanmu."

"Aku juga."

"Hana, ajak kakak Suci ke kamar tamu." 

"Baik, Umi."

Hana merupakan gadis yang juga mengenakan gamis dan berkerudung syar'i sesuai dengan Umi Kalsum, dia sangat ceria, bercerita banyak mengenai kehidupannya selama di Kairo. Dia juga sangat merindukan kakak angkatnya yang tidak pernah bertemu setelah Suci menikah,  masih tidak percaya dengan kehadiran sang kakak. "Ini kamarnya, aku tinggal dulu, mau bantu Umi di dapur." Ucapnya tersenyum.

Suci membalasnya dengan senyuman manis, dan melihat kamar yang akan ditempati, ruangan itu sangat kecil juga sederhana. "Aku akan memulai kehidupan ku disini semoga saja mas Zufar tidak menemukanku." Batinnya. 

****

Sementara di tempat lain, seorang pria merasa kehilangan istrinya yang sudah berangkat ke Riau. Pikiran yang gusar, bahkan sangat merindukan sosok wanita di cintainya, segera berbaring di atas tempat tidur untuk menghirup aroma wangi yang masih tertinggal. "Sehari sudah seperti setahun, bagaimana aku menjalani hariku?" gumamnya.

Terdengar suara ketukan pintu, hingga Zufar mengalihkan perhatian ke arah suara. Terlihat seorang wanita yang tengah memegangi perut buncitnya ingin melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam kamar. "Berhenti di sana! Kamu tidak boleh masuk!" bentaknya.

Hal itu membuat membuat Siska terlonjak kaget, dia tidak menyangka jika pria yang menjadi suaminya itu berubah dengan cepat. "Ke-kenapa kamu membentakku, Mas?" 

Zufar beranjak dari tempat tidur yang sangat empuk, segera menghampiri istri keduanya dengan guratan kekesalan saat tak ingin diusik. Mencengkram tangan wanita hamil itu dengan erat, tak lupa kedua mata yang melotot. "Jangan bertindak sesuka hatimu, kau hanya istri kedua yang berhak hanyalah Suci."

"Mas?" Siska sangat terkejut dengan perubahan drastis dari suaminya tidak mengerti jika Zufar memperlihatkan posisi nya sebagai istri kedua.

"Aku menghamilimu karena tak sengaja, aku tidak yakin apakah kamu tengah mengandung anakku atau bukan."

"Aku pikir kamu menjadikan aku ratumu, mana janji itu Mas? Kamu berubah setelah kepergian mba Suci." Sarkas Siska.

"Rasa cintaku hanya untuk Suci, jangan paksakan kehendakmu itu!" ucap Zufar yang berlalu pergi meninggalkan tempat itu, sedangkan Siska termenung karena tak percaya dengan perubahan suaminya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!