CINTA DALAM HIDUPKU
NEW ZEALAND
Malam itu seorang perempuan bernama Amine Laraz sedang menunggu kedatangan suaminya, Adlar Diaz. Hari ini adalah hari anniversary pernikahannya yang kedua tahun. Amine tengah mempersiapkan sebuah kejutan indah yang akan dia beri kepada suami tercintanya. Sebuah tes pack bergaris dua biru yang menjadi saksi buah cinta mereka berdua. Amine sudah tidak sabar lagi ingin memberikan kejutan itu.
"Sabar ya, sayang. Sebentar lagi ibu akan memberitahu ayahmu," ucap Amine sambil mengelus-elus perutnya.
Jam sudah menunjukkan pukul dua malam, Adlar belum juga kembali sampai akhirnya, Amine ketiduran di sebuah sofa yang ada di ruang tamu. Waktu terus berjalan sampai akhirnya pagi datang menyapa. Amine terperanjat bangun, "Ya ampun aku ketiduran semalam, kenapa aku bisa lalai seperti ini?" ucap Amine kesal pada dirinya sendiri. Dia berjalan ke kamar suaminya, tetapi pintu kamarnya masih terbuka, "Apakah Adlar tidak pulang semalam?" ucap Amine.
Saat dilihat Adlar tidak ada di kamarnya, kamar itu masih terlihat rapi. Amine mencoba menghubungi ponsel Adlar tapi tidak bisa tersambung. Amine segera bersiap dan pergi ke perusahan untuk memastikan bahwa Adlar baik-baik saja.
Sesampainya di perusahaan, Amine bertemu dengan sekretaris Adlar yang saat itu sedang merapikan semua dokumen di ruang kerja Adlar.
"Selamat pagi, Nyonya Amine." sapa Larasati ramah.
"Selamat pagi, Laras. Apa Adlar lembur semalam?" tanya Amine.
"Aku mencoba menghubungi ponselnya, tapi tidak bisa. Apa kau tahu dimana Adlar?"
"Maaf, nyonya. Tuan Adlar sejak kemarin sore dia sudah memesan tiket untuk kepulangannya ke Istanbul. Dia terlihat sangat terburu-buru." Perkataan Laras cukup mengejutkan Amine.
"Apa dia menitip sesuatu untukku?" tanya Amine.
"Tidak, Nyonya. Tuan Adlar kembali ke Istanbul karena ibunya masuk rumah sakit dan kondisinya sangat memprihatinkan."
"Apa kau tahu apa yang sebenarnya terjadi pada ibu mertuaku?" tanya Amine.
"Aku tidak tahu persis, hanya itu yang aku dengar kemarin sore saat tuan Adlar menerima telepon dari seseorang."
"Baiklah, terimakasih. Kau bisa bekerja kembali!" Dalam perjalanan pulang Amine terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada ibu mertuanya.
"Kenapa Adlar tidak memberitahuku sebelumnya kalau dia akan kembali ke Istanbul? Kenapa dia pergi mendadak seperti ini? Tidak biasanya Adlar bersikap seperti ini."
Sesampainya di apartemen, Amine melihat sebuah surat yang tergeletak di depan pintu kamarnya.
"Surat apa ini?" Amine membawa surat itu ke dalam. Amine mulai membaca surat itu,"Amine tolong maafkan aku, kepergian ku ini benar-benar di luar dugaan. Aku mendapat kabar bahwa ibuku mengalami sakit yang sangat serius. Aku akan pulang untuk beberapa waktu, jika ibu telah membaik aku akan segera menemuimu, jaga dirimu dengan baik! Aku sangat mencintaimu," Adlar Diaz
Hari demi hari Amine lewati tanpa kehadiran Adlar di sampingnya, usia kandungan Amine kini sudah memasuki sembilan bulan. Sudah selama ini Adlar belum juga menghubunginya. Semua itu membuat Amine sangat sedih. Apa yang ditulis Adlar dalam surat itu tidak ia tepati sama sekali. Amine diselimuti rasa kekecewaan teramat dalam pada Adlar.
Setelah putri kecilnya itu lahir, Amine berjanji akan pergi ke Istanbul untuk menemui Adlar dan keluarga besarnya.
Musim semi telah tiba, pepohonan mulai kembali ditumbuhi dedaunan. Terlihat seorang anak kecil berlarian,
"Ishla..," teriak Amine memanggil putri kecilnya itu. Ishla berlari menemui sang ibu.
"Ada apa Ibu?" tanya Ishla dengan wajah yang sangat menggemaskan.
"Cepatlah bersiap! Hari ini adalah hari pertama mu masuk sekolah."
"Benarkah?" Asyik...
Ishla Diannova Laraz putri kecil Amine yang sudah menginjak usia 7 tahun. Kehadiran Ishla membuat Amine melupakan semua hal pahit di masa lalunya.
Ketika Ishla masih berusia satu tahun, Amine membawanya ke Istanbul untuk menemui Adlar. Dia datang ke kediaman keluarga Diaz dengan harapan bahwa dia akan diterima di keluarga besar itu. Sesampainya di pintu masuk, Amine melihat Adlar bersama ibunya masuk ke dalam sebuah mobil dan pergi meninggalkan kediamannya. Amine mengikuti mobil Adlar dari belakang. Mobil itu berhenti di depan sebuah rumah sakit, Adlar dan ibunya masuk ke dalam rumah sakit itu. Secara diam-diam Amine mengikuti mereka dan sampailah ia di depan sebuah kamar.
Terdengar suara tangisan bayi di dalam kamar itu,
"Bayi siapa itu?" Amine mengintip dan mendengar semua percakapan mereka di balik pintu.
"Selamat atas kelahiran putri kalian, kau akan menjadi seorang ibu dan kau Adlar, kau akan menjadi seorang ayah." Perkataan ibu mertuanya membuat hati Amine hancur berkeping-keping.
"Adlar, apakah kau sudah menyiapkan nama untuknya?"
"Tentu saja, Ibu. aku akan memberi nama putri kecilku ini, Aiyla Shahinaz Diaz.
Amine menutup mulutnya tidak percaya. Dia tidak bisa lagi mendengar pembicaraan mereka lebih jauh, dia segera pergi dari rumah sakit itu. Saat itu juga Amine memutuskan untuk kembali ke New Zealand.
"Apa yang sebenarnya terjadi dalam waktu tujuh tahun ini? Kenapa aku tidak tahu apapun?" Amarah sedang bergejolak dalam benak Amine. Dia mencoba untuk menghubungi Adlar tapi tidak bisa.
"Aku ini terlalu bodoh, mana mungkin dia mengangkat teleponku di hadapan ibu dan istri barunya itu," ucap Amine sambil membanting ponsel miliknya.
Di dalam pesawat, Amine terus saja memikirkan apa yang dilihatnya tadi. Air matanya terus saja mengalir dari pelupuk matanya, dia menampar wajahnya berkali-kali agar segera bangun dari mimpi buruknya. Tamparan yang melesat di wajahnya tidak lebih sakit dengan apa yang dia lihat baru saja.
Sesampainya di apartemen, Amine mencoba membuka pintu kamarnya tapi tetap saja terkunci. Dia terus saja mengutak-atik kata sandi kamarnya. Sejak awal sampai hari ini Amine tidak pernah sekalipun mengganti kata sandinya.
"Maaf nyonya, apa kau penghuni kamar ini?" tanya pelayan yang saat itu sedang membersihkan kamar hotel di sebelahnya.
"Iya, aku tinggal di kamar ini."
Pelayan itu memberikan sebuah surat pada Amine lalu pergi, "Apa ini?" tanya Amine heran.
"Tadi seseorang datang dan menyuruhku untuk memberikan surat ini pada orang yang tinggal di kamar ini." ucap si pelayan hotel. Amine membuka dan membaca isi surat itu, "Temui aku sore ini di restoran dekat hotel!"
Sore itu Amine pergi ke restoran seperti yang tertulis di dalam surat, seseorang melambaikan tangannya ke arah Amine.
"Maaf, kau siapa? Apa aku mengenalmu sebelumnya?" tanya Amine sambil mengerutkan keningnya. Orang itu seperti bukan orang biasa, penampilannya sangat rapi dia juga membawa sebuah tas hitam yang sering dipakai banyak pengacara pada umumnya. Laki-laki itu mengulurkan tangannya, dan mulai memperkenalkan diri.
"Aku Syamsir Khana, pengacara sekaligus kuasa hukum tuan Adlar."
"Aku tidak mengerti maksud dari perkataan mu itu," ucap Amine.
Tuan Syamsir mengeluarkan sebuah dokumen yang sebelumnya sudah ditandatangani oleh Adlar. Dokumen surat cerai. Tuan Syamsir datang untuk membuat Amine menandatangani surat tersebut.
"Surat cerai?"
"Iya, tuan Adlar memintaku supaya kau menandatangani surat ini, dia ingin agar secepatnya bisa berpisah darimu."
Kenyataan pahit apalagi yang harus Amine telan setelah mengetahui Adlar menikah lagi. Tidak ada yang Amine bisa pertahankan lagi dalam pernikahannya. Jika Adlar memang ingin bercerai dengannya, Amine akan mempermudah jalannya itu. Tanpa banyak berfikir Amine langsung menandatangani surat perceraian itu. Hari itu juga Amine dan Adlar resmi bercerai. Tidak cukup disitu, tuan Syamsir memberitahu Amine bahwa apartemen itu tidak bisa lagi ditempati karena sudah beralih kepemilikannya. Sekarang apartemen itu sudah menjadi milik orang lain.
"Kau tenang saja pak pengacara, aku bukan perempuan yang gila harta, lagi pula aku tahu dimana posisiku sekarang ini," ucap Amine dengan tersenyum kecut dan bergegas pergi.
Hari demi hari Amine terus lewati bersama putri kecilnya, dia bekerja siang malam untuk bisa menyewa tempat tinggal yang nyaman untuk putrinya. Suatu malam Amine berjalan melintasi sebuah jalan yang sangat sepi dengan kendaraan. Tepat di sudut kota dia melihat sebuah mobil yang dihadang oleh beberapa orang. Aksi pembunuhan telah terjadi didepan matanya, tapi Amine tidak berkutik sama sekali, dia tidak tahu harus berbuat apa. Saat akan menghubungi polisi, dia ingat bahwa ponselnya sudah rusak dibanting. Para pembunuh itu berhasil membawa mobil itu pergi dan meniggalkan korban di tepi jalan. Amine pergi untuk menolong korban.
Seorang kakek tua tergeletak dengan sebuah pisau yang tertancap di perutnya. Amine segera membawanya ke rumah sakit. Tiba disana dokter langsung menangani pasien. Berselang beberapa jam operasi selesai dilakukan. Dokter memberi kabar yang membuat hati Amine sedikit lega. Operasi itu berjalan lancar tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pasien, hanya saja ada beberapa jahitan di perutnya untuk menutupi lukanya. Setelah siuman, Amine menemui si kakek dan ternyata si kakek mengalami amnesia. Pertama melihat Amine, si kakek menganggap Amine sebagai putrinya yang hilang.
Si kakek membawa Amine ke rumahnya yang ada di Istanbul. Amine diperlakukan seperti seorang putri raja. Si kakek sangat menyayangi Amine seperti putrinya sendiri. Dia juga menganggap Ishla sebagai cucunya. Selama tujuh tahun Amine tinggal bersama si kakek, tidak lama si kakek meninggal karena serangan jantung.
Sebelum meninggal, si kakek mewariskan seluruh harta kekayaannya pada Amine. Sebuah rumah yang sekarang Amine tempati dan perusahan besar yang ada di Istanbul. Kehidupan Amine berubah drastis setelah bertemu dengan si kakek. Amine yang semula tidak punya apa-apa, sekarang dia punya segalanya.
"Ibu?" Amine tersadar dari lamunannya.
"Kau sudah siap?"
"Tentu saja, aku siap." ucap Ishla.
Hari demi hari yang dijalankan Ishla tidaklah mudah, teman di sekolahnya selalu bertanya siapa ayah kandungnya. Bahkan, lebih kejamnya lagi ada yang mengatakan kalau Ishla itu anak haram. Awalnya Ishla tidak menanggapinya, tapi lama kelamaan pertanyaan itu terus terngiang di telinganya.
"Siapa ayahmu?"
"Dimana dia?"
"Apakah kau ini tidak punya ayah?"
"Atau..., ayahmu pergi meninggalkan mu dan juga ibumu?"
Semua pertanyaan itu membuat Ishla bingung. Tidak seharusnya anak seusia Ishla memikirkan hal sebanyak itu. Saat usianya dua belas tahun dia memberanikan untuk bertanya pada ibunya siapa ayah kandungnya. Tapi Amine dengan sangat lembut mencoba membuat Ishla mengerti bahwa suatu hari nanti dia akan menceritakan semuanya tanpa harus ada yang ditutup-tutupi lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
MEMEY
salam kenal kak dari terbayang kenangan mantan dan wanita simpanan 😁 yuk mampir ya
2022-07-17
0