NovelToon NovelToon

CINTA DALAM HIDUPKU

DUA PULUH TAHUN YANG LALU

NEW ZEALAND

Malam itu seorang perempuan bernama Amine Laraz sedang menunggu kedatangan suaminya, Adlar Diaz. Hari ini adalah hari anniversary pernikahannya yang kedua tahun. Amine tengah mempersiapkan sebuah kejutan indah yang akan dia beri kepada suami tercintanya. Sebuah tes pack bergaris dua biru yang menjadi saksi buah cinta mereka berdua. Amine sudah tidak sabar lagi ingin memberikan kejutan itu.

"Sabar ya, sayang. Sebentar lagi ibu akan memberitahu ayahmu," ucap Amine sambil mengelus-elus perutnya.

Jam sudah menunjukkan pukul dua malam, Adlar belum juga kembali sampai akhirnya, Amine ketiduran di sebuah sofa yang ada di ruang tamu. Waktu terus berjalan sampai akhirnya pagi datang menyapa. Amine terperanjat bangun, "Ya ampun aku ketiduran semalam, kenapa aku bisa lalai seperti ini?" ucap Amine kesal pada dirinya sendiri. Dia berjalan ke kamar suaminya, tetapi pintu kamarnya masih terbuka, "Apakah Adlar tidak pulang semalam?" ucap Amine.

Saat dilihat Adlar tidak ada di kamarnya, kamar itu masih terlihat rapi. Amine mencoba menghubungi ponsel Adlar tapi tidak bisa tersambung. Amine segera bersiap dan pergi ke perusahan untuk memastikan bahwa Adlar baik-baik saja.

Sesampainya di perusahaan, Amine bertemu dengan sekretaris Adlar yang saat itu sedang merapikan semua dokumen di ruang kerja Adlar.

"Selamat pagi, Nyonya Amine." sapa Larasati ramah.

"Selamat pagi, Laras. Apa Adlar lembur semalam?" tanya Amine.

"Aku mencoba menghubungi ponselnya, tapi tidak bisa. Apa kau tahu dimana Adlar?"

"Maaf, nyonya. Tuan Adlar sejak kemarin sore dia sudah memesan tiket untuk kepulangannya ke Istanbul. Dia terlihat sangat terburu-buru." Perkataan Laras cukup mengejutkan Amine.

"Apa dia menitip sesuatu untukku?" tanya Amine.

"Tidak, Nyonya. Tuan Adlar kembali ke Istanbul karena ibunya masuk rumah sakit dan kondisinya sangat memprihatinkan."

"Apa kau tahu apa yang sebenarnya terjadi pada ibu mertuaku?" tanya Amine.

"Aku tidak tahu persis, hanya itu yang aku dengar kemarin sore saat tuan Adlar menerima telepon dari seseorang."

"Baiklah, terimakasih. Kau bisa bekerja kembali!" Dalam perjalanan pulang Amine terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada ibu mertuanya.

"Kenapa Adlar tidak memberitahuku sebelumnya kalau dia akan kembali ke Istanbul? Kenapa dia pergi mendadak seperti ini? Tidak biasanya Adlar bersikap seperti ini."

Sesampainya di apartemen, Amine melihat sebuah surat yang tergeletak di depan pintu kamarnya.

"Surat apa ini?" Amine membawa surat itu ke dalam. Amine mulai membaca surat itu,"Amine tolong maafkan aku, kepergian ku ini benar-benar di luar dugaan. Aku mendapat kabar bahwa ibuku mengalami sakit yang sangat serius. Aku akan pulang untuk beberapa waktu, jika ibu telah membaik aku akan segera menemuimu, jaga dirimu dengan baik! Aku sangat mencintaimu," Adlar Diaz

Hari demi hari Amine lewati tanpa kehadiran Adlar di sampingnya, usia kandungan Amine kini sudah memasuki sembilan bulan. Sudah selama ini Adlar belum juga menghubunginya. Semua itu membuat Amine sangat sedih. Apa yang ditulis Adlar dalam surat itu tidak ia tepati sama sekali. Amine diselimuti rasa kekecewaan teramat dalam pada Adlar.

Setelah putri kecilnya itu lahir, Amine berjanji akan pergi ke Istanbul untuk menemui Adlar dan keluarga besarnya.

Musim semi telah tiba, pepohonan mulai kembali ditumbuhi dedaunan. Terlihat seorang anak kecil berlarian,

"Ishla..," teriak Amine memanggil putri kecilnya itu. Ishla berlari menemui sang ibu.

"Ada apa Ibu?" tanya Ishla dengan wajah yang sangat menggemaskan.

"Cepatlah bersiap! Hari ini adalah hari pertama mu masuk sekolah."

"Benarkah?" Asyik...

Ishla Diannova Laraz putri kecil Amine yang sudah menginjak usia 7 tahun. Kehadiran Ishla membuat Amine melupakan semua hal pahit di masa lalunya.

Ketika Ishla masih berusia satu tahun, Amine membawanya ke Istanbul untuk menemui Adlar. Dia datang ke kediaman keluarga Diaz dengan harapan bahwa dia akan diterima di keluarga besar itu. Sesampainya di pintu masuk, Amine melihat Adlar bersama ibunya masuk ke dalam sebuah mobil dan pergi meninggalkan kediamannya. Amine mengikuti mobil Adlar dari belakang. Mobil itu berhenti di depan sebuah rumah sakit, Adlar dan ibunya masuk ke dalam rumah sakit itu. Secara diam-diam Amine mengikuti mereka dan sampailah ia di depan sebuah kamar.

Terdengar suara tangisan bayi di dalam kamar itu,

"Bayi siapa itu?" Amine mengintip dan mendengar semua percakapan mereka di balik pintu.

"Selamat atas kelahiran putri kalian, kau akan menjadi seorang ibu dan kau Adlar, kau akan menjadi seorang ayah." Perkataan ibu mertuanya membuat hati Amine hancur berkeping-keping.

"Adlar, apakah kau sudah menyiapkan nama untuknya?"

"Tentu saja, Ibu. aku akan memberi nama putri kecilku ini, Aiyla Shahinaz Diaz.

Amine menutup mulutnya tidak percaya. Dia tidak bisa lagi mendengar pembicaraan mereka lebih jauh, dia segera pergi dari rumah sakit itu. Saat itu juga Amine memutuskan untuk kembali ke New Zealand.

"Apa yang sebenarnya terjadi dalam waktu tujuh tahun ini? Kenapa aku tidak tahu apapun?" Amarah sedang bergejolak dalam benak Amine. Dia mencoba untuk menghubungi Adlar tapi tidak bisa.

"Aku ini terlalu bodoh, mana mungkin dia mengangkat teleponku di hadapan ibu dan istri barunya itu," ucap Amine sambil membanting ponsel miliknya.

Di dalam pesawat, Amine terus saja memikirkan apa yang dilihatnya tadi. Air matanya terus saja mengalir dari pelupuk matanya, dia menampar wajahnya berkali-kali agar segera bangun dari mimpi buruknya. Tamparan yang melesat di wajahnya tidak lebih sakit dengan apa yang dia lihat baru saja.

Sesampainya di apartemen, Amine mencoba membuka pintu kamarnya tapi tetap saja terkunci. Dia terus saja mengutak-atik kata sandi kamarnya. Sejak awal sampai hari ini Amine tidak pernah sekalipun mengganti kata sandinya.

"Maaf nyonya, apa kau penghuni kamar ini?" tanya pelayan yang saat itu sedang membersihkan kamar hotel di sebelahnya.

"Iya, aku tinggal di kamar ini."

Pelayan itu memberikan sebuah surat pada Amine lalu pergi, "Apa ini?" tanya Amine heran.

"Tadi seseorang datang dan menyuruhku untuk memberikan surat ini pada orang yang tinggal di kamar ini." ucap si pelayan hotel. Amine membuka dan membaca isi surat itu, "Temui aku sore ini di restoran dekat hotel!"

Sore itu Amine pergi ke restoran seperti yang tertulis di dalam surat, seseorang melambaikan tangannya ke arah Amine.

"Maaf, kau siapa? Apa aku mengenalmu sebelumnya?" tanya Amine sambil mengerutkan keningnya. Orang itu seperti bukan orang biasa, penampilannya sangat rapi dia juga membawa sebuah tas hitam yang sering dipakai banyak pengacara pada umumnya. Laki-laki itu mengulurkan tangannya, dan mulai memperkenalkan diri.

"Aku Syamsir Khana, pengacara sekaligus kuasa hukum tuan Adlar."

"Aku tidak mengerti maksud dari perkataan mu itu," ucap Amine.

Tuan Syamsir mengeluarkan sebuah dokumen yang sebelumnya sudah ditandatangani oleh Adlar. Dokumen surat cerai. Tuan Syamsir datang untuk membuat Amine menandatangani surat tersebut.

"Surat cerai?"

"Iya, tuan Adlar memintaku supaya kau menandatangani surat ini, dia ingin agar secepatnya bisa berpisah darimu."

Kenyataan pahit apalagi yang harus Amine telan setelah mengetahui Adlar menikah lagi. Tidak ada yang Amine bisa pertahankan lagi dalam pernikahannya. Jika Adlar memang ingin bercerai dengannya, Amine akan mempermudah jalannya itu. Tanpa banyak berfikir Amine langsung menandatangani surat perceraian itu. Hari itu juga Amine dan Adlar resmi bercerai. Tidak cukup disitu, tuan Syamsir memberitahu Amine bahwa apartemen itu tidak bisa lagi ditempati karena sudah beralih kepemilikannya. Sekarang apartemen itu sudah menjadi milik orang lain.

"Kau tenang saja pak pengacara, aku bukan perempuan yang gila harta, lagi pula aku tahu dimana posisiku sekarang ini," ucap Amine dengan tersenyum kecut dan bergegas pergi.

Hari demi hari Amine terus lewati bersama putri kecilnya, dia bekerja siang malam untuk bisa menyewa tempat tinggal yang nyaman untuk putrinya. Suatu malam Amine berjalan melintasi sebuah jalan yang sangat sepi dengan kendaraan. Tepat di sudut kota dia melihat sebuah mobil yang dihadang oleh beberapa orang. Aksi pembunuhan telah terjadi didepan matanya, tapi Amine tidak berkutik sama sekali, dia tidak tahu harus berbuat apa. Saat akan menghubungi polisi, dia ingat bahwa ponselnya sudah rusak dibanting. Para pembunuh itu berhasil membawa mobil itu pergi dan meniggalkan korban di tepi jalan. Amine pergi untuk menolong korban.

Seorang kakek tua tergeletak dengan sebuah pisau yang tertancap di perutnya. Amine segera membawanya ke rumah sakit. Tiba disana dokter langsung menangani pasien. Berselang beberapa jam operasi selesai dilakukan. Dokter memberi kabar yang membuat hati Amine sedikit lega. Operasi itu berjalan lancar tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari pasien, hanya saja ada beberapa jahitan di perutnya untuk menutupi lukanya. Setelah siuman, Amine menemui si kakek dan ternyata si kakek mengalami amnesia. Pertama melihat Amine, si kakek menganggap Amine sebagai putrinya yang hilang.

Si kakek membawa Amine ke rumahnya yang ada di Istanbul. Amine diperlakukan seperti seorang putri raja. Si kakek sangat menyayangi Amine seperti putrinya sendiri. Dia juga menganggap Ishla sebagai cucunya. Selama tujuh tahun Amine tinggal bersama si kakek, tidak lama si kakek meninggal karena serangan jantung.

Sebelum meninggal, si kakek mewariskan seluruh harta kekayaannya pada Amine. Sebuah rumah yang sekarang Amine tempati dan perusahan besar yang ada di Istanbul. Kehidupan Amine berubah drastis setelah bertemu dengan si kakek. Amine yang semula tidak punya apa-apa, sekarang dia punya segalanya.

"Ibu?" Amine tersadar dari lamunannya.

"Kau sudah siap?"

"Tentu saja, aku siap." ucap Ishla.

Hari demi hari yang dijalankan Ishla tidaklah mudah, teman di sekolahnya selalu bertanya siapa ayah kandungnya. Bahkan, lebih kejamnya lagi ada yang mengatakan kalau Ishla itu anak haram. Awalnya Ishla tidak menanggapinya, tapi lama kelamaan pertanyaan itu terus terngiang di telinganya.

"Siapa ayahmu?"

"Dimana dia?"

"Apakah kau ini tidak punya ayah?"

"Atau..., ayahmu pergi meninggalkan mu dan juga ibumu?"

Semua pertanyaan itu membuat Ishla bingung. Tidak seharusnya anak seusia Ishla memikirkan hal sebanyak itu. Saat usianya dua belas tahun dia memberanikan untuk bertanya pada ibunya siapa ayah kandungnya. Tapi Amine dengan sangat lembut mencoba membuat Ishla mengerti bahwa suatu hari nanti dia akan menceritakan semuanya tanpa harus ada yang ditutup-tutupi lagi.

KOMA

Dua puluh lima tahun kemudian

"Ishla!" panggil Amine. "Ibu datang, sayang. Kau dimana?" Tidak ada sahutan dari dalam rumah.

Malam itu Amine baru tiba di rumah. Dia pergi ke dapur untuk mengambil segelas air.

"Dimana putriku,?" tanya Amine pada Selma, salah satu pelayan yang ada di rumahnya. "Aku tidak melihatnya, dia selalu menungguku kembali dan memintaku untuk menemaninya tidur."

Selma hanya diam, dia merasa sangat sedih dengan apa yang terjadi pada Ishla.

"Sudahlah, kau tidak perlu menjawabnya. Aku akan pergi untuk mencarinya."

Amine berjalan menuju kamar Ishla, ketika dia membuka pintu kamarnya, sudah tercium aroma bunga lavender dari dalam. Seorang gadis cantik yang masih terbaring di tempat tidurnya. Dia tidak lain adalah Ishla. Dia mengalami koma selama tiga tahun karena sebuah kecelakaan. Amine menghampiri Ishla dan mencoba untuk membangunkannya.

"Bangunlah, putriku! Kau sudah tidur cukup lama, lihatlah! Ibu harus terus berada di rumah untuk menjagamu, dan kau masih saja tertidur seperti ini."

Amine tidak bisa lagi menahan air matanya. Amine mengingat kejadian tiga tahun yang lalu sebelum putrinya itu koma.

Siang itu, Ishla mendapat kabar bahwa Aiyaz, kekasihnya baru saja mengalami kecelakaan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Ishla yang saat itu sedang ada tugas akhir mata kuliah jurusan arsitektur harus dia tinggalkan.

Sesampainya disana, Ishla melihat keluarga Aiyaz yang sedang harap-harap cemas seperti dirinya. Ishla hanya bisa memantau dari jauh. Dia tahu keluarga angkat Aiyaz tidak menyukainya. Kecelakaan yang terjadi pada Aiyaz sangat serius sampai dokter harus segera melakukan operasi. Lebih dari delapan jam, operasi belum juga selesai. Dokter meminta salah satu keluarganya menemui dia di ruangannya.

"Apa kau ayah dari pasien?" tanya Dokter.

"Aku pamannya, kedua orang tuanya sudah meninggal. Ayahnya mempercayakan dia padaku," ucap Adlar.

"Baiklah, dengan sangat berat aku harus menyampaikan semua ini."

Aiyaz mengalami luka yang sangat parah di bagian kepalanya, operasi ini akan memakan waktu lama karena darah yang ada di kepalanya terus saja keluar sampai Aiyaz kehilangan banyak darah. Dia membutuhkan seorang donor darah dalam waktu empat sampai enam jam. Jika tidak, maka nyawanya tidak akan tertolong.

Seorang perawat datang memberitahu dokter bahwa keadaan Aiyaz semakin memburuk, detak jantungnya semakin menurun. Dokter segera memeriksa keadaan Aiyaz.

Adlar memberitahu keluarganya bahwa Aiyaz membutuhkan donor darah secepatnya.

"Apa golongan darahnya?" tanya Nillam, istri dari Adlar.

"Rh-negatif."

"Itu golongan darah yang langka, dimana kita bisa mendapatkannya?" tanya Azizah, ibu dari Adlar.

Ishla mendengar semua pembicaraan mereka. Golongan darah Aiyaz dan Ishla sama, untuk itu Ishla akan menjadi pendonor untuk Aiyaz.

Siang itu, Amine pergi ke kampus untuk menjemput Ishla. Sudah satu jam dia menunggu tapi, Ishla belum terlihat juga. Salah satu teman Ishla datang dan menghampiri Amine.

"Maaf, Bibi. Apa kau sedang mencari Ishla?"

"Kau melihatnya?"

"Sejak tadi Ishla pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Aiyaz. Tadi pagi dia mengalami kecelakaan saat akan ke kampus."

"Terimakasih," Amine segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Saat masuk Amine tidak sengaja bertabrakan dengan Ishla.

"Ibu, kau disini?" Ishla terkejut melihat keberadaan ibunya di rumah sakit.

"Untuk apa kau disini? Ayo pulanglah!"

Amine menarik tangan Ishla untu ikut pulang bersamanya.

"Tidak Ibu," ucap Ishla sambil melepas tangan ibunya. "Aku harus melakukan sesuatu, jika ibu ingin pulang, pulang saja lebih dulu!" Ishla pergi menemui perawat dan memintanya untuk segera mengambil darahnya untuk Aiyaz.

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Amine heran.

"Aku akan menceritakan semuanya nanti, sekarang keselamatan Aiyaz lebih penting." Amine tidak ingin lagi mendengar apapun dari putrinya, dia langsung membawa paksa Ishla keluar dari ruangan itu.

"Lepaskan tanganku, Ibu!"

"Lihat mata Ibu baik-baik! Sejak kapan kau berani melawan Ibu seperti ini?"

"Aiyaz sedang kritis Ibu, dia membutuhkan seorang donor darah dan kebetulan darahku dengan Aiyaz sama."

"Kau masih ingin menolongnya setelah apa yang dia lakukan padamu saat di pesta malam itu?" Amine mengingatkan Ishla tentang kejadian yang membuat dirinya dipermalukan di hadapan banyak orang.

Malam itu, Aiyaz membawa Ishla ke sebuah pesta besar milik keluarganya. Aiyaz berniat untuk memberitahu semua orang bahwa Ishla adalah kekasihnya. Tapi hal tak terduga menimpa Ishla. Tanpa sepengetahuan Aiyaz pesta itu sebenarnya dibuat untuk mengumumkan pertunangan Aiyaz dengan Aiyla, putri dari Adlar dan Nillam.

"Selamat malam semua. Terima kasih sudah hadir dalam pesta pertunangan Aiyaz Aksel Diaz dan Aiyla Shahinaz Diaz, untuk kedua pasangan kami persilahkan untuk maju ke depan!" ucap pembawa acara. Semua orang berguruh memberikan tepuk tangan. Ishla hanya diam mematung mendengar pengumuman itu.

"Apa kau mengajakku kesini untuk menyaksikan semua ini?" tanya Ishla.

"Aku benar-benar tidak tahu akan seperti ini jadinya," ucap Aiyaz.

Dengan penuh percaya diri Aiyaz menggengam tangan Ishla dan membawanya maju ke depan. Dia memperkenalkan Ishla pada semua orang sebagai kekasih juga calon istrinya. Aiyaz sudah mempunyai pilihan sendiri, dengan terang-terangan Aiyaz menolak pertunangannya dengan Aiyla.

"Waw... Aku ingin tahu apa yang sudah kau berikan pada Aiyaz sampai dia sangat tergila-gila padamu?" Nillam berdiri dari tempat duduknya dan maju ke depan. Dia menatap Ishla dengan tatapan jahat.

"Lihatlah! Apa yang kurang dari putriku, sampai kau berani menolaknya dan lebih memilih gadis tidak jelas asal usulnya ini."

Nillam mengungkit kebaikan keluarga Diaz dihadapan semua orang. Sepeningal kedua orangtuanya, Aiyaz dianggap sebagai anggota keluarga Diaz karena ayahnya dan Adlar adalah sahabat baik. Tapi semua tidak menyangka bahwa Aiyaz akan membalas budi dengan cara seperti ini.

"Hey kau!" ucap Nillam sambil menunjuk ke Ishla. "Aku banyak mendengar tentangmu di kampus, kau itu tidak jelas asal usulnya. Apa ibumu ini dulunya seorang wanita penghibur?" perkataan Nillam sangat melukai perasaan Ishla.

"Jangan membawa ibuku dalam masalah ini, jika kau ingin menghina ku di hadapan semua orang aku akan menerimanya, tapi jangan pernah kau menghina ibuku dengan omong kosong seperti itu," tegas Ishla pada Nillam.

"Lalu, dimana ayahmu?" tanya Nillam.

Ishla terdiam mendengar pertanyaan Nillam.

"Itu artinya, kau ini memang tidak jelas darimana asalnya."

"Sudah cukup! Aku tahu dimana posisiku, bukan karena kau keluarga Diaz, kau bisa seenaknya menghina dan mempermalukan ku dihadapan semua orang seperti ini."

"Benarkah? ucap Nilam sambil tersenyum licik. "Lalu, kenapa kau masih berdiri disini? Cepat pergi! Tempat ini tidak cocok untuk orang seperti mu," Ishla pergi dengan berderai air mata. Aiyaz mencoba mengejarnya, tapi Nilam menahannya. Semenjak saat itu, Amine tidak suka jika Ishla masih berhubungan dengan Aiyaz.

"Ibu harap kau tidak lupa dengan itu," ucap Amine.

"Apa yang terjadi di pesta itu sangat membekas dalam hatiku, bagaimana bisa aku lupa, Ibu?" Seorang perawat datang menemui Ishla.

"Bagaimana, Nona? Apa kau bersedia mendonorkan darahmu?" Perawat itu melihat jam yang ada di tangannya. "Waktu yang tersisa hanya tinggal satu jam lagi, jika tidak pasien akan kehilangan nyawanya."

"Aku akan segera kesana," ucap Ishla.

"Ibu, tolong izinkan aku untuk mendonorkan darah ku padanya, mungkin ini terakhir aku bisa melihatnya."

"Ibu tidak rela jika kau menolongnya,"

Ishla mencoba untuk meluluhkan hati ibunya.

"Kenapa kau ingin sekali menolongnya?" tanya Amine.

"Aku sangat mencintainya, Ibu. Aku ingin dia tetap hidup dan menggapai apa yang menjadi impiannya."

"Sebesar itukah perasaanmu padanya?" ucap Amine. "Untuk apa kau menolongnya? Jika dia selamat kau harus rela melihat dia dijodohkan dengan orang lain. Apa disitu ada kebahagian untukmu?"

"Ibu, terkadang setiap sesuatu yang kita cintai tidak harus kita miliki. Ada kalanya kita harus melepas sesuatu itu agar dia tetap hidup dan terjaga. Tentang siapa pemilik dari sesuatu itu, biarlah takdir yang akan menjawabnya. Jika dia hidup bukan untukku, itu tidak masalah. Tapi, setidaknya aku lah yang membuat dia masih hidup."

"Baiklah, Ibu akan mengizinkanmu, tapi dengan satu syarat!"

"Apa itu?"

"Setelah ini, kau tidak boleh lagi berhubungan dengannya!"

"Baiklah, ini terakhir kalinya aku bisa melihat dia. Jika suatu hari nanti takdir mempertemukan kita kembali, aku bukan lagi diriku, dia akan menjadi asing bagiku. Ketika aku tidak lagi bisa mengenalinya, namanya akan selalu ada dalam hatiku. Dia adalah satu-satunya cinta dalam hidupku."

"Kalau begitu, biarkan Ibu akan mengantarmu."

Setiap pertemuan dan perpisahan sudah menjadi sebuah takdir yang direncanakan. Jodoh ataupun bukan, itu tidak menjadi penghalang untuk siapapun mencintai seseorang. Semua yang terjadi akan berbekas dalam hati dan sampai kapanpun akan selalu diingat dan dikenang sampai mati.

Setelah selesai mendonorkan darahnya, Ishla meminta dokter untuk merahasiakan semua ini. Dokter segera melakukan operasi besar untuk menyelamatkan nyawa Aiyaz. Tidak lama akhirnya operasi pun selesai dan berjalan lancar. Semua senang mendengar kabar baik ini, perawat memindahkan Aiyaz ke kamar VIP. Adlar menemui dokter di ruangannya.

"Maaf Dok, bukankah kau bilang tidak ada stok darah untuk golongan darah langka seperti itu, tetapi bagaimana hanya dalam waktu kurang dari satu jam kau bisa mendapatkan donor darah untuk Aiyaz?"

"Dokter, tolong beritahu aku siapa orang yang sudah mendonorkan darahnya untuk Aiyaz, aku ingin menemuinya dan berterima kasih padanya."

Dokter sudah berjanji bahwa dia tidak akan memberitahu siapapun tentang pendonor darah itu.

"Kenapa kau diam saja?" Adlar menunggu dokter memberikan jawaban.

"Maaf, aku tidak bisa memberitahumu."

Satu Minggu Aiyaz di rumah sakit, keadaanya sudah semakin membaik. Dokter mengizinkan Aiyaz untuk pulang.

Ketika di kampus, Ishla sangat senang akhirnya Aiyaz sudah pulih kembali, namun wajahnya terlihat murung tidak seperti biasanya. Senyum yang selalu terukir di wajahnya, seakan sudah menghilang. Untuk saat ini Ishla harus bisa menjaga jarak dengan Aiyaz. Dia sudah berjanji untuk tidak menemuinya lagi.

Ketika Aiyaz sedang duduk, Aiyla datang menghampirinya.

"Aku mencarimu kemana-mana, ternyata kau disini."

"Kenapa wajahmu murung seperti itu? Lihatlah, aku sudah ada disini! Siapa lagi yang sedang kau tunggu, Hah?" Aiyla mencubit pipi Aiyaz.

"Ishla, aku sedang menunggu dia." Aiyla terdiam sejenak ketika Aiyaz mengatakan nama itu lagi.

"Saat kecelakaan itu, Ishla tidak pernah terlihat lagi sampai detik ini, dan kau masih ingin menunggunya? Saat kecelakaan itu, aku yang menemanimu, yang selalu ada di sampingmu, bahkan sampai saat ini. Aku mencoba untuk membuatmu nyaman saat ada bersamaku, tapi apa? Kau tidak menghargai keberadaan ku, kau tetap saja menanyakan dia, dan dia. Aku muak mendengarnya!" Aiyla mengatakan semua itu dengan mata yang berkaca-kaca.

"Lihat aku! Kenapa kau masih berharap padanya, padahal ada aku yang sangat mencintaimu disini," Aiyaz segera memalingkan wajahnya.

"Aku sangat mencintaimu, apa kau tidak mengerti itu? Kau masih saja memikirkan dia tanpa kau tahu sikapmu itu sangat melukai perusaanaku. Biarkan saja dia pergi, aku disini untukmu, Aiyaz. Tolong hargai keberadaan ku dan jaga perasaanku!" Aiyla pergi meninggalkan Aiyaz.

"Aiyla, tunggu! Aiyaz berdiri dan langsung mengejarnya.

Melihat kedekatan Aiyaz dengan Aiyla, membuat hati Ishla sakit. Tapi apa daya, dia susah berjanji untuk tidak menemuinya kembali.

Hari itu adalah hari kelulusan Aiyaz dimana dia berhasil menjadi mahasiswa terbaik jurusan arsitektur tahun ini. Sebagai penghargaan untuk prestasi yang didapat Aiyaz, kampus menempatkan Aiyaz sebagai CEO di perusahaan arsitektur terbesar di Kanada. Semua impiannya akhirnya terlaksana, setelah kelulusan itu Aiyaz langsung pergi ke Kanada dan tinggal disana sampai saat ini. Mendengar penghargaan yang didapat Aiyaz, Ishla sangat bahagia.

Sore nanti adalah keberangkatan Aiyaz ke Kanada. Ishla akan mengantar kepergiaan Aiyaz dari jauh. Sesampainya di bandara, Ishla melihat Aiyla yang selalu ada didekat Aiyaz. Saat penerbangan tiba, satu persatu keluarga memeluk Aiyaz termasuk Aiyla. Dia akan sangat merindukan calon tunangannya itu. Ishla hanya bisa melihat Aiyaz dari jauh,

"Sampai jumpa, Aiyaz. Semoga kau bisa meraih impianmu itu," ucap Ishla sambil menghapus air matanya.

SAKSI MATA

Saat tiba di rumah, Amine tidak melihat Ishla. Dia segera menghubungi putrinya itu,

"Halo, Nak. Kau dimana?" tanya Amine.

"Aku sedang menunggu taksi Ibu."

"Katakan pada Ibu, dimana kau sekarang? Ibu yang akan menjemputmu kesana!"

Tidak lama mobil Amine datang dan berhenti di pinggir jalan, Ishla langsung masuk ke dalam mobil.

"Kau darimana saja? Bukankah kau bilang pada Ibu, jika kuliahmu itu selesai lebih awal?" tanya Amine sambil terus menatap ke depan

"Aku dari bandara, Ibu."

"Bandara?" ucap Amine heran.

Ishla menceritakan tentang kepergiaan Aiyaz ke Kanada, untuk itu dia ingin melihat Aiyaz untuk terakhir kalinya. Ishla meyakinkan Amine bahwa setelah kecelakaan itu dia tidak pernah lagi menemui Aiyaz.

Tiba-tiba, Ishla menyuruh Amine untuk memberhentikan mobilnya.

"Kenapa kau memberhentikan mobilnya disini?" tanya Amine.

"Aku ingin membeli buku untuk tugas kuliah besok, Ibu."

"Baiklah, Ibu akan mengantarmu."

"Tidak perlu, kau disini saja! Lagi pula toko bukunya ada di seberang sana."

"Baiklah, hati-hati."

Amine melihat jalanan kota saat itu sangat sepi. Hanya dua, tiga kendaraan yang melintas. Dia melihat Ishla yang baru saja keluar dari toko buku itu. Ketika akan menyebrang, tidak tahu darimana arah mobil itu datang, kecepataannya sangat tinggi dan mobil itu terlihat ugal-ugalan seperti hilang kendali. Mobil itu menabrak Ishla dengan sangat kencang. Amine melihat kejadian itu dari kaca spion mobilnya, dia segera keluar dan berlari ke arah Ishla. Mustafa yang saat itu melihat nya, dia langsung keluar untuk menolongnya.

"Ishla..., teriak Amine menghilangkan kesunyian malam itu.

"Ishla... Bangunlah sayang!" Amine segera membawa Ishla ke rumah sakit. Sudah lama dokter di dalam, tapi dia belum juga keluar.

"Bagaimana keadaan putriku?" tanya Amine pada perawat yang baru saja keluar dari ruangan.

"Maaf, nyonya. Dokter sendiri yang akan menyampaikannya langsung padamu."

Tidak lama dokter keluar dan menyuruh Amine untuk ke ruangannya. Dokter memberitahu Amine jika putrinya itu mengalami koma. Saat kecelakaan itu sampai saat ini, Ishla masih dalam keadaan koma. Satu tahun, dua tahun, sampai sekarang yang ketiga tahunnya, Ishla masih saja koma. Tidak ada kemajuan apapun yang ditunjukkan, dia seperti ada antara hidup dan mati.

"Ishla!" teriak Amine melepas kesunyian malam itu. Itu hanyalah sebuah mimpi buruk yang terus saja menghantuinya. Amine melihat keadaaan putrinya, matanya masih terpejam rapat, dia harap besok putrinya itu akan segera bangun dari tidur panjangnya.

KANADA

Pagi itu, seluruh pegawai bersiap untuk menyambut kedatangan CEO muda di EXP, sebuah perusahan kelas dunia dari Kanada yang mencakup arsitektur, desain dan konsultasi. Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan perusahaan. Seorang laki-laki tampan dan berkharisma baru saja turun dari mobil, dengan setelan jas hitamnya, ditambah lagi kacamata hitam yang menutupi ketampanan wajahnya. Pria itu berjalan masuk dengan tangan satunya di masukkan ke dalam saku celananya yang membuat pria itu semakin keren dan gagah.

Dia pergi ke ruangannya dengan menggunakan lift. Saat keluar dari lift, semua pegawai sedang memperhatikannya, terutama kaum hawa. Mereka menatap tanpa mengedipkan matanya sedikitpun.

"Ekhm, suara itu menyadarkan semua orang dari khayalannya. Pria itu membuka kaca matanya di hadapan semua orang.

"Waw, benar-benar pria idaman." ucap salah satu pegawai perempuan di kantor itu.

"Hey, jaga perkatanmu itu! Aku bisa saja mengeluarkan mu hari ini juga."

"Maafkan aku, Pak." pegawai itu menundukkan kepalanya, dia tidak lagi berani menatap bosnya itu. Pria itu sampai di ruang kerjanya. Dia berdiri di dekat jendela ruangannya. Sudah tiga tahun berlalu, banyak sekali yang sudah berubah. Pria itu mengeluarkan sebuah foto di dalam laci tempat kerjanya, seorang gadis cantik dengan senyum lebar di wajahnya, dia adalah Ishla. Pria yang sedang memandangi foto itu tidak lain adalah Aiyaz Aksel Diaz.

Dia sudah sangat sukses di Kanada. Rasanya dia ingin kembali ke Istanbul untuk menjalani kehidupannya seperti dulu. Tapi itu sangatlah mustahil, waktu yang berlalu tidak akan pernah kembali lagi.

Tiba-tiba ponsel Aiyaz berdering,

"Halo!" suara yang tidak asing lagi di telinga Aiyaz.

"Apa kabarmu?" tanya Aiyla.

"Aku baik, dan kau?"

"Aku tidak baik karena tiga tahun ini aku harus jauh darimu."

"Kapan kau kembali? Aku sangat merindukanmu!" ucap Aiyla manja.

"Entahlah, tetapi aku akui disini aku merasa nyaman. ucap Aiyaz. "Aku harus menutup teleponnya, ada meeting pagi ini."

Aiyaz mencari alasan agar dia menyudahi percakapannya dengan Aiyla. Aiyaz tidak nyaman jika harus berlama-lama berbincang dengan Aiyla di telepon. Sebesar apapun cinta Aiyla pada Aiyaz tidak akan membuat Aiyaz melupakan cintanya pada Ishla.

Seorang perempuan datang ke ruangan Aiyaz, "Maaf tuan, semua orang telah berkumpul di ruang rapat."

"Baiklah, aku akan segera kesana. Tolong siapkan berkas yang diperlukan!"

"Baik, Pak."

Pagi ini Aiyaz akan melakukan rapat penting dengan beberapa perwakilan perusahan yang bekerja sama dengan perusahaan miliknya, mereka akan membahas tentang suatu proyek baru yang bernilai fantastis.

"Tuan Aiyaz, kami ingin kau sendiri yang menjadi arsitek dari pembangunan proyek ini." salah satu perwakilan memulai pembicaraan. "Kami sudah melihat banyak proyek yang berhasil didirikan hasil arsitek mu sendiri, untuk itu kami percayakan perancangan bangunan ini padamu," semua setuju dan sepakat jika Aiyaz arsitek dari proyek baru ini.

"Dimana proyek ini akan dibangun?" tanya Aiyaz.

"Istanbul."

"Kenapa harus di Istanbul?" tanya Aiyaz. Sebelum memutuskan, mereka sudah sangat matang memilih Istanbul untuk mendirikan proyek baru ini. Istanbul kota yang sangat indah juga kental akan sejarah, akan banyak turis berdatangan kesana untuk berlibur atau lainnya, kebetulan proyek baru ini akan dibangun menjadi sebuah perusahan besar yang memasarkan batu berlian nantinya. Mereka sepakat akan memberikan nama proyek baru itu, 'Istanbul Diamond' .

"Lalu, siapa yang akan memimpin proyek ini?" tanya Aiyaz.

"Kau sendiri, tuan Aiyaz."

"Kenapa aku harus yang memegang semua ini, apakah mereka tidak mampu untuk itu?" ucap Aiyaz dalam hatinya.

"Kami sudah melihat kemampuanmu dalam menangani proyek-proyek besar, dan semua itu berhasil dengan sangat sempurna. Apa kau keberatan tuan Aiyaz?"

"Hah? Tidak sama sekali," ucap Aiyaz.

Malam itu, Aiyaz baru tiba di apartemennya. Dia sudah kedatangan tamu disana, seorang gadis cantik juga imut yang tengah duduk di ruang tengah. Gadis itu berlari dan memeluk Aiyaz, "Kakak! Aku sangat merindukanmu," dia adalah Aghna Sofia, adik perempuan satu-satunya yang dimiliki Aiyaz.

"Kapan kau kembali?" Bukankah kau seharusnya berada di asrama tempatmu sekolah?"

Aghna memberikan sebuah surat kelulusan pada Aiyaz. Dia baru saja lulus SMA dengan peringkat tiga terbaik di salah satu sekolah yang ada di Kanada. Aiyaz sangat bangga pada adiknya itu, untuk merayakannya Aiyaz memesan banyak sekali makanan. Saat makan, Aghna menatap wajah Aiyaz dengan sangat serius.

"Ada apa? Kenapa kau menatap kakakmu seperti itu?" tanya Aiyaz.

"Apa aku boleh melanjutkan pendidikan ku?" Pertanyaan Aghna membuat Aiyaz tertawa.

"Kenapa? Apa ada yang lucu?"

"Tidak, hanya saja pertanyaan mu itu aneh. Tentu saja kau akan kuliah sampai lulus."

"Benarkah?" Aghna sangat bahagia karena akhirnya dia akan kuliah seperti teman-temannya yang lain. Aiyaz akan mencarikan universitas terbaik di Kanada untuk adiknya itu.

"Jurusan apa yang kau inginkan?" Aiyaz menghubungi seseorang untuk mencarikan universitas terbaik sesuai dengan jurusan yang Aghna pilih.

"Aku ingin kuliah di Istanbul, mengambil jurusan kedokteran." Mendengar perkataan Aghna, Aiyaz langsung terdiam.

"Kau boleh memilih universitas manapun, tapi tidak untuk Istanbul."

"Kenapa? Kau tahu Istanbul adalah kota impian ku sejak kecil, aku ingin sekali kuliah disana."

"Masih banyak universitas terbaik dengan jurusan kedokteran, bukan hanya di Istanbul saja."

"Kau melarang ku karena luka hati di masa lalu, bukan? Baiklah, jika kau tidak mengizinkan ku untuk kuliah disana, aku tidak akan kuliah." Aghna pergi ke kamarnya.

Semalaman Aiyaz tidak tidur karena terus memikirkan keinginan keras Aghna untuk kuliah di Istanbul. Apa salahnya jika dia ingin kuliah disana? Lagipula, Aiyaz yang memiliki masa lalu buruk dengan kota itu, bukan Aghna. Malam itu Aiyaz memesan dua tiket untuk keberangkatannya menuju Istanbul.

Pagi datang menyapa, Aiyaz sudah memesan makanan untuk sarapan paginya dengan Aghna. Dia pergi ke kamar Aghna,

Tok... Tok... Tok...

"Buka pintunya! Jangan bertingkah seperti seorang anak kecil, kau ini sudah besar." Tidak terdengar jawaban apapun dari dalam kamar. Aiyaz terus mengetuk kamar Aghna, sampai Aghna merasa risih dan membuka pintunya.

"Ayo kita sarapan bersama!" Wajah Aghna terlihat masih cemberut.

"Kau saja duluan, nanti aku akan menyusul."

"Jangan keras kepala seperti itu, aku tidak ingin keberangkatan kita ke Istanbul terhambat gara-gara sikap kekanak-kanakan mu ini."

"Istanbul?" ucap Aghna. "Kita akan pergi ke Istanbul?" Aghna memastikan bahwa perkataan kakaknya itu benar.

"Akhirnya...Terima kasih kakak, kau sudah mengizinkan ku untuk kuliah disana." Wajah Aghna terlihat sangat senang.

"Sudahlah, ayo kita sarapan dulu! Setelah itu, kemasi semua barang-barang mu, jadwal penerbangannya pukul sembilan pagi."

"Baiklah,"

ISTANBUL

Pagi itu, Amine menarik tirai kamar Ishla sampai cahaya mentari masuk dan mengenai wajah Ishla. Amine merapikan kamar putrinya itu meski sebenarnya tidak ada sesuatu yang perlu dirapikan, kamar itu selalu rapih dan buku-buku yang sering dibaca Ishla kini tidak lagi mendapat sentuhan dari tangan lembut Ishla. Mereka selalu tertata rapi, Amine selalu menyuruh pelayannya untuk membersihkan kamar Ishla setiap hari, jangan sampai ada satupun debu yang tinggal di kamarnya. Tidak lupa Amine selalu menyemprotkan wewangian yang berasal aroma bunga lavender karena Ishla sangat menyukai aroma itu.

"Maaf Nyonya, sarapan sudah siap."

"Tidak, Selma. Aku akan langsung pergi ke perusahaan, tolong jaga putriku ini dengan baik! Segera hubungi aku jika terjadi apa-apa pada putriku!"

"Baik, Nyonya." Sebelum berangkat Amine mencium kening Ishla dan berbisik pelan di telinganya, "Bangunlah, sayang. Ibu sangat merindukanmu!" Selepas itu Amine langsung pergi.

Sesampainya di perusahaan, Amine langsung pergi ke ruang kerjanya. Dia memeriksa semua berkas yang ada diatas mejanya yang kemarin belum sempat dibacanya.

"Permisi, Nyonya Amine. Ada seseorang yang ingin menemuimu di bawah."

"Siapa?" tanya Amine.

"Aku tidak tahu, Nyonya."

"Baiklah, aku akan pergi untuk melihatnya." Amine menggunakan lift untuk ke lantai bawah. Disana seorang pria tua berdiri di dekat pintu masuk.

"Kenapa kau tidak membiarkannya masuk?" tanya Amine pada salah satu kemanaan yang bertugas pagi itu.

"Maaf, Nyonya. Pria ini belum membuat janji padamu sebelumnya, aku hanya menjalankan peraturan perusahan ini."

"Baiklah, kau bisa kembali bekerja!"

Amine memperhatikan penampilan pria tua itu dari atas sampai bawah.

"Apa kau mencariku? Jika boleh tahu, apa yang membuatmu datang kemari?"

"Aku melihat jelas kecelakaan putrimu tiga tahun yang lalu." Amine terkejut mendengarnya, dia langsung membawa pria itu ke ruangannya.

"Apa yang kau tahu tentang kecelakaan malam itu?"

Si kakek memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, dia adalah Mustafa pemilik toko buku yang dikunjungi Ishla malam itu. Saat itu Ishla kesulitan mencari buku yang diinginkannya, sampai Mustafa membantu mencarinya dan akhirnya buku itu Ishla dapatkan. Kecelakaan saat itu sangat terlihat jelas di depan matanya. Mustafa ikut sedih terhadap kecelakaan yang menimpa Ishla.

"Aku harap putrimu baik-baik saja, Nyonya." Dengan tersenyum, Amine mengatakan bahwa Ishla baik-baik saja. Senyum yang ada di wajahnya bukan senyum kebahagian, Amine tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada putrimu?" tanya Mustafa.

"Dia mengalami koma, sampai saat ini dia belum juga sadarkan diri."

Mustafa menutup mulutnya tidak percaya.

"Ya Allah... Semoga putrimu itu cepat sadar, Nyonya."

"Aamiin, semoga saja."

Mustafa tidak bisa melakukan banyak untuk Ishla, dia hanya memberi sebuah flashdisk pada Amine.

"Flashdisk apa ini?"

Di dekat toko buku milik Mustafa terdapat sebuah CCTV yang mungkin malam itu merekam semua kejadian yang menimpa Ishla. CCTV itu sudah Mustafa salin ke dalam flashdisk miliknya. Amine memasang flashdisk ke dalam laptop miliknya, dia dan Mustafa sama-sama menyaksikan rekaman CCTV itu. Dalam rekaman CCTV itu, terlihat sangat jelas dari kejauhan sebuah mobil mewah berwarna hitam melaju dengan sangat kencang dan ugal-ugalan sampai kehilangan kendalinya dan menabrak Ishla yang akan menyebrang jalan.

"Aku pikir pengendara mobil itu dalam keadaan mabuk berat, sampai dia tidak bisa mengendalikan mobilnya sendiri." ucap Mustafa.

Amine melihat dengan jelas plat nomor mobil itu, dia langsung mencatatnya dan menyalin rekaman CCTV itu ke dalam laptopnya. Mustafa menyarankan Amine untuk melapor kecelakaan itu kepada pihak kepolisian, dengan bukti yang ada akan lebih memudahkan untuk mengetahui siapa pelaku tabrak lari itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!