Selesai berkemas, Aiyaz dan Aghna segera pergi ke bandara. Kepergian Aiyaz diantar teman dekatnya, Shiham. Mereka masih memiliki waktu tiga puluh menit untuk berbincang. Selama Aiyaz pergi, dia mempercayakan Shiham untuk memegang kendali perusahaanya.
"Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu? Harusnya kau senang karena disana ada Aiyla yang akan menemanimu." ucap Shiham.
Aghna yang ketika itu mendengar perkataan Shiham langsung membantahnya,"Bukan Aiyla yang kakak inginkan, tapi perempuan yang pernah ada di masa lalunya. Siapa namanya?" tanya Aghna.
"Ishla." jawab Shiham.
"Ah, Ishla."
"Sudahlah, kalian berdua ini membosankan. Sudah cukup! Jangan membahas tentang itu lagi, apa tidak ada lagi pembicaraan lain?" Aiyaz terlihat sedikit kesal. Mereka sangat senang bisa meledek Aiyaz seperti itu. Jadwal penerbangan mereka akhirnya tiba, Aiyaz dan Aghna berjalan memasuki pesawat.
Siang itu, Amine pergi menemui seseorang di sebuah kafe yang tidak jauh dari perusahaannya.
"Selamat siang, Nyonya. Bagaimana kabarmu? Lama tidak bertemu," ujar laki-laki itu.
"Selamat siang, Selim. Aku baik."
"Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Selim.
"Aku ingin kau mencari tahu siapa pemilik dari plat nomor ini!" Amine memberikan sebuah kertas kecil yang berisi nomor plat mobil.
"Untuk apa?" tanya Selim.
"Tiga tahun yang lalu, sebuah mobil menabrak putriku dan sekarang dia koma. Plat nomor ini aku dapatkan dari rekaman CCTV di tempat kejadian. Aku harap kau bisa segera menemukan pemilik plat nomor ini."
"Aku akan segera menghubungi mu setelah mendapatkannya."
Tidak terasa akhirnya pesawat yang ditumpangi Aiyaz dan Aghna sudah mendarat di salah satu bandara yang ada di Istanbul. Mereka segera memesan taksi, Aghna menarik napas lega. Dia masih tidak percaya jika dia sudah ada Istanbul, kota impiannya sejak kecil.
"Welcome to Istanbul... Aghna teriak dengan sangat kencang sehingga membuat perhatian semua orang menuju padanya.
"Apa yang lakukan?" ucap Aiyaz.
"Aku sangat senang kakak, akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di kota ini."
"Istanbul.... Aku datang..." teriak Aghna kedua kalinya. Aiyaz langsung menarik tangan Aghna dan masuk ke dalam taksi yang sudah dipesannya tadi.
Hari sudah malam, Aiyaz dan Aghna sampai di rumah yang sudah dibeli Aiyaz sebelumnya. Rumah itu berdiri di dekat Selat Bosphorus, dimana setiap hari akan disajikan pemandangan indah yang ada disana. Aghna pergi ke kamarnya, dan menaruh semua pakaiannya lemari.
Setelah selesai, Aghna pergi ke dapur untuk mencari makanan. Kulkas yang cukup besar itu belum terisi oleh satu makanan pun. Aghna pergi menemui Aiyaz di kamarnya.
"Kakak, apa kau lupa untuk mengisi kulkasnya? Aku sangat lapar," ucap Aghna dengan wajah memelas.
"Besok akan datang dua orang yang akan bekerja disini. Aku akan menyuruh mereka untuk mengisi kulkasnya. Mereka juga akan menemanimu saat aku sedang tidak ada di rumah." Aghna tidak mempedulikan apapun yang dikatan Aiyaz padanya, yang sekarang ingin dia lakukan hanyalah makan.
"Kakak, ayo kita pergi keluar untuk mencari makan, perutku sangat lapar." Jika dilihat-lihat kasihan juga Aghna yang harus menahan rasa laparnya. Terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumah.
"Siapa yang datang?" Aghna berlari untuk melihatnya. Orang itu berjalan ke arah Aiyaz dan memberikan kunci mobil itu padanya.
"Mobil ini akan menemanimu kemanapun kau pergi, Tuan." ucap laki-laki itu.
"Terimakasih."
Waw... Aghna takjub pada kakaknya itu. Baru saja tiba, apapun yang diperlukan Aiyaz sudah tersedia di depan mata.
"Ayolah, tunggu apa lagi? Aghna masuk ke dalam mobil itu dan meluncur untuk mencari makan. Letih yang dirasakannya hilang begitu saja saat tiba di kota ini, rasanya malam ini juga Aghna ingin berkeliling melihat keindahan kota Istanbul.
Malam itu Amine baru saja tiba di rumah. Dia langsung menemui Ishla di kamarnya. Dia duduk di dekat putrinya itu sambil memegang tangannya, "Putriku, bangunlah! Jangan terus tertidur seperti ini, ibu sangat kesepian, nak. Ibu tidak bisa jika tanpamu," Amine menangis sambil menciumi tangan Ishla. Entah apa yang terjadi, Amine melihat air mata Ishla keluar dan membasahi pipinya.
"Pertanda apa ini?" tanya Amine.
Amine segera menghubungi dokter pribadinya. Ketika dokter memeriksa keadaanya, tiba-tiba saja jari telunjuk Ishla bergerak.
"Ibu..., lirih Ishla pelan. Suara itu terdengar jelas oleh Amine. Perlahan demi perlahan Ishla mulai membuka matanya. Amine tidak bisa lagi menahan air matanya, dia sangat senang akhirnya Ishla sadar.
"Syukurlah, kau akhirnya bangun dari tidur panjang mu itu." ucap Amine sambil mencium kening Ishla. "Ibu sangat merindukanmu, sayang."
Ini sungguh keajaiban, Allah telah memperlihatkan kuasanya pada kita semua. Gadis yang koma kurang lebih tiga tahun akhirnya bangun lagi. Sungguh maha berkuasanya Allah atas segala sesuatu!
Aiyaz membawa Aghna ke restoran favoritnya. Disana Aghna bisa memesan makanan sepuasnya.
"Kakak, tolong pilihkan aku makanan terlezat yang ada disini! Pasti kau lebih tahu dari pada aku." Aiyaz memanggil seorang pelayan, "Aku memesan makanan terbaik yang ada disini," pinta Aiyaz pada pelayan itu.
"Baiklah, Tuan. Mohon ditunggu!"
Amine berbicara empat mata dengan dokter Alice di ruangannya.
"Bagaimana keadaan putriku?" tanya Amine.
"Kondisinya masih sangat lemah, tapi dia berhasil melewati komanya. Dengan berjalannya waktu semua akan kembali membaik. Tapi...
"Tapi apa?" Ishla mengalami koma cukup lama, sebagian ingatannya hilang dan butuh proses lama untuk mengembalikan ingatannya itu.
"Aku baru saja mendengar dia memanggilku Ibu," tanya Amine heran.
Alice memberitahu Amine bahwa Ishla hanya kehilangan separuh ingatannya, bukan seluruhnya. Semua kejadian yang terjadi tiga tahun yang lalu, hilang dalam ingatannya. Dia tidak akan ingat siapapun yang pernah ditemuinya saat itu.
Besok adalah hari terakhir Alice menjadi dokter pribadi Ishla. Dia akan pergi untuk bertugas di salah satu rumah sakit yang ada di Kanada. Sebagai gantinya, Alice sudah menyuruh putranya untuk menjadi dokter pribadi Ishla sampai dia benar-benar sembuh.
Aghna sangat menikmati makanannya, dan kini perutnya itu sudah terisi penuh dengan makanan. Selepas dari restoran, Aghna meminta Aiyaz untuk berkeliling melihat keindahan kota Istanbul saat malam.
"Jika tidak sekarang, kau tidak apa-apa kan?" Wajah Aghna terlihat sedikit kecewa tapi dia juga harus memikirkan perasaan kakaknya itu. Wajah Aiyaz terlihat sangat letih.
"Tidak masalah, kakak. Kita bisa melakukannya di waktu lain, lagi pula kau sepertinya sudah sangat lelah. Kita pulang saja ke rumah!" pinta Aghna pada kakaknya.
Pagi itu, Ishla terbangun karena sinar mentari yang mengenai wajahnya.
"Selamat pagi, sayang." sapa Amine lembut. Ishla belum diperbolehkan untuk banyak berbicara, hanya senyum kecil yang terukir diwajahnya.
"Ibu..., ucap Ishla pelan.
"Kenapa sayang? Apa kau membutuhkan sesuatu?" tanya Amine.
Ishla menunjuk kakinya, "Ada apa dengan kakimu? Apa kakimu merasa sakit?" Ishla menggeleng. Dia kembali menunjuk kedua kakinya. Tidak lama Alice datang.
"Selamat pagi, Amine."
"Selamat pagi, Alice."
"Ada apa?" tanya Alice.
Ishla terus saja menunjuk kedua kakinya, tidak tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh kedua kakinya. Alice membantu Ishla mengatakan apa yang ingin dia katakan.
"Ibu, kenapa kedua kakiku tidak bisa digerakkan?" perkataan Ishla membuat semua orang tercengang termasuk Alice sendiri. Dia sudah beberapa kali memeriksa keadaan Ishla, dan semua baik tidak ada masalah apapun. Amine mulai cemas dengan apa yang baru saja dikatan Ishla.
"Bagaimana? Semua tidak ada masalah bukan?" tanya Amine.
Alice ingin berbicara pada Amine di luar, Alice sangat meminta maaf dengan apa yang terjadi pada Ishla. Mobil itu menabrak Ishla dengan sangat kencang yang membuat kedua kaki Ishla mengalami kelumpuhan. Amine menutup mulutnya tidak percaya.
"Kenapa kau baru mengatakannya padaku?"
"Aku minta maaf, semua di luar dugaan ku." Amine tidak bisa membayangkan jika putrinya itu harus duduk di kursi roda. Apa yang akan dia katakan jika Ishla bertanya tentang kondisi yang sebenarnya. Amine tidak sanggup melihat putrinya seperti itu. Alice menguatkan Amine, dia percaya bahwa Ishla akan menerima semuanya. Dia itu gadis yang kuat dan pantang menyerah. Kelumpuhan yang dialami Ishla hanya sementara, dengan beberapa bulan melakukan terapi jalan, Alice sangat yakin bahwa Ishla akan dapat berjalan kembali. Hanya saja kita harus lebih bersabar.
Pagi itu, Aiyaz mengajak Aghna ke kediaman keluarga Diaz. Mereka akan bertemu dengan semua orang disana.
Pagi itu semua orang duduk untuk sarapan bersama. Kedatangan Aiyaz dan Aghna membuat semua orang terkejut.
"Aiyaz? Terlihat kebahagian di wajah Aiyla setelah melihat kedatangan Aiyaz. Dia pergi untuk memeluknya. "Aku sangat merindukanmu, Aiyaz. Kapan kau kembali? Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Aiyla seperti seorang wartawan yang menanyai Aiyaz dengan banyak pertanyaan yang tidak begitu penting.
"Kakak ingin membuat sedikit kejutan untukmu, kakak ipar." ucap Aghna.
"Oh ya ampun... Ternyata kau ini sangat romantis, ya."
Duduklah! Kita sarapan bersama." pinta Adlar pada Aiyaz dan Aghna.
"Kapan kau datang?" tanya Adlar.
"Kemarin, paman. Kebetulan ada pekerjaan yang harus aku kerjakan disini."
"Benarkah? Pekerjaan seperti apa?"
"Aku memimpin sebuah proyek besar disini." Semua kagum melihat keahlian Aiyaz dalam memimpin sebuah perusahaan. Di usinya yang masih dua puluh enam tahun dia sudah bisa menjadi pemimpin sebuah proyek besar seperti itu. Aiyla sangat senang mendengarnya, itu berarti Aiyaz akan lama disini, Aiyla bisa menghabiskan waktu lebih banyak lagi bersama Aiyaz.
"Apa sekolah mu sudah selesai, Aghna?" sekarang saatnya Nillam yang bertanya.
"Sudah, Bibi. Aku akan melanjutkan kuliah ku di sini."
"Jurusan apa yang kau ambil, Nak?" tanya Azizah.
"Kedokteran, Nenek."
Azizah meminta Aiyaz untuk tinggal bersama di rumah ini, lagipula mereka bukan lagi orang asing mereka juga sudah menjadi keluarga besar Diaz. Aiyaz melirik ke arah Aghna, wajah Aghna menunjukan bahwa dia tidak menyetujuinya sama sekali.
"Aku sudah membeli rumah baru, aku tidak ingin terus menerus merepotkan kalian, lagipula Aghna ada bersamaku, akan sangat canggung jika aku dan Aghna harus tinggal di rumah ini."
"Baiklah, jika itu keputusanmu aku tidak bisa memaksamu. Sering datanglah kemari!"
"Tentu saja, nenek. Kakak datang untuk menemui kakak ipar, sedangkan aku? Aku akan datang menemui kalian semua."
Sarapan pagi itu tidak begitu canggung, banyak gurauan yang dilakukan Aghna yang membuat semua orang tertawa.
"Kenapa dengan kakiku, Ibu?" tanya Ishla pelan.
"Kau harus sembuh dulu, sayang. Setelah itu, ibumu akan menceritakan semuanya padamu." ucap Alice.
Setelah mengantar Alice sampai ke depan pintu, Amine kembali menemui Ishla di kamarnya. Amine terus saja menatap putrinya itu, "Ibu, kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Ishla.
"Ibu senang akhirnya masa sulit itu sudah berlalu, kini ibu bisa melihat mu tersenyum lagi." Ishla memegang tangan Amine dan menatap wajahnya dengan sangat dalam.
"Apa kaki ku ini lumpuh, Ibu?" pertanyaan Ishla mengejutkan Amine. Dia terdiam tanpa mengatakan sepatah katapun untuk menjawab pertanyaan putrinya itu.
"Jika lbu diam saja, itu artinya Iya."
"Maafkan Ibu karena tidak bisa menjagamu dengan baik."
"Jangan menyalahkan diri ibu sendiri, ini sudah menjadi takdir ku. Aku akan kuat menghadapinya, aku yakin suatu hari nanti aku akan bisa berjalan kembali." Ishla menghapus air mata yang ada di wajah ibunya.
Selesai sarapan, Aiyaz dan Aghna berpamitan pulang. Dalam perjalanan banyak sekali yang ingin Aghna ketahui tentang Aiyla.
"Apa pekerjaan Aiyla?"
"Dia seorang model."
Waw... Jika Aiyla seorang model, tidak akan lama lagi Aghna akan melihat foto Aiyaz terpampang di surat kabar ataupun internet. Aghna melihat kesan pertama pertemuannya dengan keluarga Diaz sedikit canggung. Dia melihat Azizah tidak banyak bicara. Adlar adalah orang yang hangat dan terbuka, tetapi Nilam dia seperti orang yang sangat ambisius, tatapan matanya itu sangat tajam. Tentang Aiyla sendiri, Aghna kurang menyukainya. Dia terus saja membicarakan tentang dirinya sendiri tanpa melihat orang disekitarnya. Aghna sangat penasaran dengan Ishla, sosok perempuan yang ada di masa lalu Aiyaz. Apakah dia itu sama seperti Aiyla, atau malah sebaliknya? Sepertinya dia jauh berbeda dengan Aiyla, itu sebabnya kenapa sampai saat ini Aiyaz masih sangat mencintainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments