Saat tiba di rumah, Amine tidak melihat Ishla. Dia segera menghubungi putrinya itu,
"Halo, Nak. Kau dimana?" tanya Amine.
"Aku sedang menunggu taksi Ibu."
"Katakan pada Ibu, dimana kau sekarang? Ibu yang akan menjemputmu kesana!"
Tidak lama mobil Amine datang dan berhenti di pinggir jalan, Ishla langsung masuk ke dalam mobil.
"Kau darimana saja? Bukankah kau bilang pada Ibu, jika kuliahmu itu selesai lebih awal?" tanya Amine sambil terus menatap ke depan
"Aku dari bandara, Ibu."
"Bandara?" ucap Amine heran.
Ishla menceritakan tentang kepergiaan Aiyaz ke Kanada, untuk itu dia ingin melihat Aiyaz untuk terakhir kalinya. Ishla meyakinkan Amine bahwa setelah kecelakaan itu dia tidak pernah lagi menemui Aiyaz.
Tiba-tiba, Ishla menyuruh Amine untuk memberhentikan mobilnya.
"Kenapa kau memberhentikan mobilnya disini?" tanya Amine.
"Aku ingin membeli buku untuk tugas kuliah besok, Ibu."
"Baiklah, Ibu akan mengantarmu."
"Tidak perlu, kau disini saja! Lagi pula toko bukunya ada di seberang sana."
"Baiklah, hati-hati."
Amine melihat jalanan kota saat itu sangat sepi. Hanya dua, tiga kendaraan yang melintas. Dia melihat Ishla yang baru saja keluar dari toko buku itu. Ketika akan menyebrang, tidak tahu darimana arah mobil itu datang, kecepataannya sangat tinggi dan mobil itu terlihat ugal-ugalan seperti hilang kendali. Mobil itu menabrak Ishla dengan sangat kencang. Amine melihat kejadian itu dari kaca spion mobilnya, dia segera keluar dan berlari ke arah Ishla. Mustafa yang saat itu melihat nya, dia langsung keluar untuk menolongnya.
"Ishla..., teriak Amine menghilangkan kesunyian malam itu.
"Ishla... Bangunlah sayang!" Amine segera membawa Ishla ke rumah sakit. Sudah lama dokter di dalam, tapi dia belum juga keluar.
"Bagaimana keadaan putriku?" tanya Amine pada perawat yang baru saja keluar dari ruangan.
"Maaf, nyonya. Dokter sendiri yang akan menyampaikannya langsung padamu."
Tidak lama dokter keluar dan menyuruh Amine untuk ke ruangannya. Dokter memberitahu Amine jika putrinya itu mengalami koma. Saat kecelakaan itu sampai saat ini, Ishla masih dalam keadaan koma. Satu tahun, dua tahun, sampai sekarang yang ketiga tahunnya, Ishla masih saja koma. Tidak ada kemajuan apapun yang ditunjukkan, dia seperti ada antara hidup dan mati.
"Ishla!" teriak Amine melepas kesunyian malam itu. Itu hanyalah sebuah mimpi buruk yang terus saja menghantuinya. Amine melihat keadaaan putrinya, matanya masih terpejam rapat, dia harap besok putrinya itu akan segera bangun dari tidur panjangnya.
KANADA
Pagi itu, seluruh pegawai bersiap untuk menyambut kedatangan CEO muda di EXP, sebuah perusahan kelas dunia dari Kanada yang mencakup arsitektur, desain dan konsultasi. Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan perusahaan. Seorang laki-laki tampan dan berkharisma baru saja turun dari mobil, dengan setelan jas hitamnya, ditambah lagi kacamata hitam yang menutupi ketampanan wajahnya. Pria itu berjalan masuk dengan tangan satunya di masukkan ke dalam saku celananya yang membuat pria itu semakin keren dan gagah.
Dia pergi ke ruangannya dengan menggunakan lift. Saat keluar dari lift, semua pegawai sedang memperhatikannya, terutama kaum hawa. Mereka menatap tanpa mengedipkan matanya sedikitpun.
"Ekhm, suara itu menyadarkan semua orang dari khayalannya. Pria itu membuka kaca matanya di hadapan semua orang.
"Waw, benar-benar pria idaman." ucap salah satu pegawai perempuan di kantor itu.
"Hey, jaga perkatanmu itu! Aku bisa saja mengeluarkan mu hari ini juga."
"Maafkan aku, Pak." pegawai itu menundukkan kepalanya, dia tidak lagi berani menatap bosnya itu. Pria itu sampai di ruang kerjanya. Dia berdiri di dekat jendela ruangannya. Sudah tiga tahun berlalu, banyak sekali yang sudah berubah. Pria itu mengeluarkan sebuah foto di dalam laci tempat kerjanya, seorang gadis cantik dengan senyum lebar di wajahnya, dia adalah Ishla. Pria yang sedang memandangi foto itu tidak lain adalah Aiyaz Aksel Diaz.
Dia sudah sangat sukses di Kanada. Rasanya dia ingin kembali ke Istanbul untuk menjalani kehidupannya seperti dulu. Tapi itu sangatlah mustahil, waktu yang berlalu tidak akan pernah kembali lagi.
Tiba-tiba ponsel Aiyaz berdering,
"Halo!" suara yang tidak asing lagi di telinga Aiyaz.
"Apa kabarmu?" tanya Aiyla.
"Aku baik, dan kau?"
"Aku tidak baik karena tiga tahun ini aku harus jauh darimu."
"Kapan kau kembali? Aku sangat merindukanmu!" ucap Aiyla manja.
"Entahlah, tetapi aku akui disini aku merasa nyaman. ucap Aiyaz. "Aku harus menutup teleponnya, ada meeting pagi ini."
Aiyaz mencari alasan agar dia menyudahi percakapannya dengan Aiyla. Aiyaz tidak nyaman jika harus berlama-lama berbincang dengan Aiyla di telepon. Sebesar apapun cinta Aiyla pada Aiyaz tidak akan membuat Aiyaz melupakan cintanya pada Ishla.
Seorang perempuan datang ke ruangan Aiyaz, "Maaf tuan, semua orang telah berkumpul di ruang rapat."
"Baiklah, aku akan segera kesana. Tolong siapkan berkas yang diperlukan!"
"Baik, Pak."
Pagi ini Aiyaz akan melakukan rapat penting dengan beberapa perwakilan perusahan yang bekerja sama dengan perusahaan miliknya, mereka akan membahas tentang suatu proyek baru yang bernilai fantastis.
"Tuan Aiyaz, kami ingin kau sendiri yang menjadi arsitek dari pembangunan proyek ini." salah satu perwakilan memulai pembicaraan. "Kami sudah melihat banyak proyek yang berhasil didirikan hasil arsitek mu sendiri, untuk itu kami percayakan perancangan bangunan ini padamu," semua setuju dan sepakat jika Aiyaz arsitek dari proyek baru ini.
"Dimana proyek ini akan dibangun?" tanya Aiyaz.
"Istanbul."
"Kenapa harus di Istanbul?" tanya Aiyaz. Sebelum memutuskan, mereka sudah sangat matang memilih Istanbul untuk mendirikan proyek baru ini. Istanbul kota yang sangat indah juga kental akan sejarah, akan banyak turis berdatangan kesana untuk berlibur atau lainnya, kebetulan proyek baru ini akan dibangun menjadi sebuah perusahan besar yang memasarkan batu berlian nantinya. Mereka sepakat akan memberikan nama proyek baru itu, 'Istanbul Diamond' .
"Lalu, siapa yang akan memimpin proyek ini?" tanya Aiyaz.
"Kau sendiri, tuan Aiyaz."
"Kenapa aku harus yang memegang semua ini, apakah mereka tidak mampu untuk itu?" ucap Aiyaz dalam hatinya.
"Kami sudah melihat kemampuanmu dalam menangani proyek-proyek besar, dan semua itu berhasil dengan sangat sempurna. Apa kau keberatan tuan Aiyaz?"
"Hah? Tidak sama sekali," ucap Aiyaz.
Malam itu, Aiyaz baru tiba di apartemennya. Dia sudah kedatangan tamu disana, seorang gadis cantik juga imut yang tengah duduk di ruang tengah. Gadis itu berlari dan memeluk Aiyaz, "Kakak! Aku sangat merindukanmu," dia adalah Aghna Sofia, adik perempuan satu-satunya yang dimiliki Aiyaz.
"Kapan kau kembali?" Bukankah kau seharusnya berada di asrama tempatmu sekolah?"
Aghna memberikan sebuah surat kelulusan pada Aiyaz. Dia baru saja lulus SMA dengan peringkat tiga terbaik di salah satu sekolah yang ada di Kanada. Aiyaz sangat bangga pada adiknya itu, untuk merayakannya Aiyaz memesan banyak sekali makanan. Saat makan, Aghna menatap wajah Aiyaz dengan sangat serius.
"Ada apa? Kenapa kau menatap kakakmu seperti itu?" tanya Aiyaz.
"Apa aku boleh melanjutkan pendidikan ku?" Pertanyaan Aghna membuat Aiyaz tertawa.
"Kenapa? Apa ada yang lucu?"
"Tidak, hanya saja pertanyaan mu itu aneh. Tentu saja kau akan kuliah sampai lulus."
"Benarkah?" Aghna sangat bahagia karena akhirnya dia akan kuliah seperti teman-temannya yang lain. Aiyaz akan mencarikan universitas terbaik di Kanada untuk adiknya itu.
"Jurusan apa yang kau inginkan?" Aiyaz menghubungi seseorang untuk mencarikan universitas terbaik sesuai dengan jurusan yang Aghna pilih.
"Aku ingin kuliah di Istanbul, mengambil jurusan kedokteran." Mendengar perkataan Aghna, Aiyaz langsung terdiam.
"Kau boleh memilih universitas manapun, tapi tidak untuk Istanbul."
"Kenapa? Kau tahu Istanbul adalah kota impian ku sejak kecil, aku ingin sekali kuliah disana."
"Masih banyak universitas terbaik dengan jurusan kedokteran, bukan hanya di Istanbul saja."
"Kau melarang ku karena luka hati di masa lalu, bukan? Baiklah, jika kau tidak mengizinkan ku untuk kuliah disana, aku tidak akan kuliah." Aghna pergi ke kamarnya.
Semalaman Aiyaz tidak tidur karena terus memikirkan keinginan keras Aghna untuk kuliah di Istanbul. Apa salahnya jika dia ingin kuliah disana? Lagipula, Aiyaz yang memiliki masa lalu buruk dengan kota itu, bukan Aghna. Malam itu Aiyaz memesan dua tiket untuk keberangkatannya menuju Istanbul.
Pagi datang menyapa, Aiyaz sudah memesan makanan untuk sarapan paginya dengan Aghna. Dia pergi ke kamar Aghna,
Tok... Tok... Tok...
"Buka pintunya! Jangan bertingkah seperti seorang anak kecil, kau ini sudah besar." Tidak terdengar jawaban apapun dari dalam kamar. Aiyaz terus mengetuk kamar Aghna, sampai Aghna merasa risih dan membuka pintunya.
"Ayo kita sarapan bersama!" Wajah Aghna terlihat masih cemberut.
"Kau saja duluan, nanti aku akan menyusul."
"Jangan keras kepala seperti itu, aku tidak ingin keberangkatan kita ke Istanbul terhambat gara-gara sikap kekanak-kanakan mu ini."
"Istanbul?" ucap Aghna. "Kita akan pergi ke Istanbul?" Aghna memastikan bahwa perkataan kakaknya itu benar.
"Akhirnya...Terima kasih kakak, kau sudah mengizinkan ku untuk kuliah disana." Wajah Aghna terlihat sangat senang.
"Sudahlah, ayo kita sarapan dulu! Setelah itu, kemasi semua barang-barang mu, jadwal penerbangannya pukul sembilan pagi."
"Baiklah,"
ISTANBUL
Pagi itu, Amine menarik tirai kamar Ishla sampai cahaya mentari masuk dan mengenai wajah Ishla. Amine merapikan kamar putrinya itu meski sebenarnya tidak ada sesuatu yang perlu dirapikan, kamar itu selalu rapih dan buku-buku yang sering dibaca Ishla kini tidak lagi mendapat sentuhan dari tangan lembut Ishla. Mereka selalu tertata rapi, Amine selalu menyuruh pelayannya untuk membersihkan kamar Ishla setiap hari, jangan sampai ada satupun debu yang tinggal di kamarnya. Tidak lupa Amine selalu menyemprotkan wewangian yang berasal aroma bunga lavender karena Ishla sangat menyukai aroma itu.
"Maaf Nyonya, sarapan sudah siap."
"Tidak, Selma. Aku akan langsung pergi ke perusahaan, tolong jaga putriku ini dengan baik! Segera hubungi aku jika terjadi apa-apa pada putriku!"
"Baik, Nyonya." Sebelum berangkat Amine mencium kening Ishla dan berbisik pelan di telinganya, "Bangunlah, sayang. Ibu sangat merindukanmu!" Selepas itu Amine langsung pergi.
Sesampainya di perusahaan, Amine langsung pergi ke ruang kerjanya. Dia memeriksa semua berkas yang ada diatas mejanya yang kemarin belum sempat dibacanya.
"Permisi, Nyonya Amine. Ada seseorang yang ingin menemuimu di bawah."
"Siapa?" tanya Amine.
"Aku tidak tahu, Nyonya."
"Baiklah, aku akan pergi untuk melihatnya." Amine menggunakan lift untuk ke lantai bawah. Disana seorang pria tua berdiri di dekat pintu masuk.
"Kenapa kau tidak membiarkannya masuk?" tanya Amine pada salah satu kemanaan yang bertugas pagi itu.
"Maaf, Nyonya. Pria ini belum membuat janji padamu sebelumnya, aku hanya menjalankan peraturan perusahan ini."
"Baiklah, kau bisa kembali bekerja!"
Amine memperhatikan penampilan pria tua itu dari atas sampai bawah.
"Apa kau mencariku? Jika boleh tahu, apa yang membuatmu datang kemari?"
"Aku melihat jelas kecelakaan putrimu tiga tahun yang lalu." Amine terkejut mendengarnya, dia langsung membawa pria itu ke ruangannya.
"Apa yang kau tahu tentang kecelakaan malam itu?"
Si kakek memperkenalkan dirinya terlebih dahulu, dia adalah Mustafa pemilik toko buku yang dikunjungi Ishla malam itu. Saat itu Ishla kesulitan mencari buku yang diinginkannya, sampai Mustafa membantu mencarinya dan akhirnya buku itu Ishla dapatkan. Kecelakaan saat itu sangat terlihat jelas di depan matanya. Mustafa ikut sedih terhadap kecelakaan yang menimpa Ishla.
"Aku harap putrimu baik-baik saja, Nyonya." Dengan tersenyum, Amine mengatakan bahwa Ishla baik-baik saja. Senyum yang ada di wajahnya bukan senyum kebahagian, Amine tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada putrimu?" tanya Mustafa.
"Dia mengalami koma, sampai saat ini dia belum juga sadarkan diri."
Mustafa menutup mulutnya tidak percaya.
"Ya Allah... Semoga putrimu itu cepat sadar, Nyonya."
"Aamiin, semoga saja."
Mustafa tidak bisa melakukan banyak untuk Ishla, dia hanya memberi sebuah flashdisk pada Amine.
"Flashdisk apa ini?"
Di dekat toko buku milik Mustafa terdapat sebuah CCTV yang mungkin malam itu merekam semua kejadian yang menimpa Ishla. CCTV itu sudah Mustafa salin ke dalam flashdisk miliknya. Amine memasang flashdisk ke dalam laptop miliknya, dia dan Mustafa sama-sama menyaksikan rekaman CCTV itu. Dalam rekaman CCTV itu, terlihat sangat jelas dari kejauhan sebuah mobil mewah berwarna hitam melaju dengan sangat kencang dan ugal-ugalan sampai kehilangan kendalinya dan menabrak Ishla yang akan menyebrang jalan.
"Aku pikir pengendara mobil itu dalam keadaan mabuk berat, sampai dia tidak bisa mengendalikan mobilnya sendiri." ucap Mustafa.
Amine melihat dengan jelas plat nomor mobil itu, dia langsung mencatatnya dan menyalin rekaman CCTV itu ke dalam laptopnya. Mustafa menyarankan Amine untuk melapor kecelakaan itu kepada pihak kepolisian, dengan bukti yang ada akan lebih memudahkan untuk mengetahui siapa pelaku tabrak lari itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments