Belenggu Cinta Sang Pewaris Tunggal
Percikan darah segar menyembur deras ke permukaan wajah cantiknya. Telapak tangannya mulai basah dengan darah yang terus mengalir. Pisau yang baru saja menembus perut Adit, masih ada di dalam genggamannya.
"Tidak, tidak, apa yang aku lakukan? Aku bukan pembunuh, tidak, bukan...,"
Tubuhnya terduduk lesu, tetesan keringat dingin mengalir deras di pelipis dahinya. Setelah sekian lama, tiba-tiba mimpi buruk itu kembali datang mengganggu tidurnya.
"Huffft, mimpi itu lagi." keluh nya sembari mengusap wajahnya yang sudah basah bermandikan keringat.
***************
Pagi ini cuaca di luar begitu cerah. Dari balik pintu berdiri seorang gadis berparas cantik, berhidung kecil mancung dan berkulit putih mulus. Tubuh indahnya dibaluti kaos berwarna kuning dan memakai celana pendek berwarna hijau lumut.
Dia bernama Maura Pratiwi. Anak semata wayang Doni Hardiansyah dan Sinta Anggraini.
Ayah Maura adalah salah satu pebisnis sukses yang sangat terkenal di kalangannya. Sayangnya, dia sudah lama menduda sejak di tinggal mati oleh istri tercintanya.
Beberapa tahun ke belakang, Maura menetap di luar negeri melanjutkan kuliahnya yang sempat tertunda di tanah air. Di sana, dia tinggal bersama om dan tantenya. Yang mana om nya yang bernama Dino adalah adik kandung dari ayahnya.
Setelah menyelesaikan kuliahnya, Maura kembali ke tanah air. Dia berencana membantu ayahnya mengurus perusahaan dan beberapa bisnis lainnya. Bagaimanapun, semua bisnis dan aset itu nantinya akan jatuh ke tangannya.
Menjadi satu-satunya pewaris dari semua aset kekayaan Doni Hardiansyah, tentunya tidak mudah bagi Maura. Apalagi sejak Doni mengumumkan semua itu di media, banyak mata lelaki yang mulai mengincar dirinya.
Namun, bukan hal itu yang menjadi beban pikirannya saat ini. Ayahnya sudah mengatur perjodohan untuknya, anak dari rekan bisnis Doni yang sudah sejak lama menyukai dirinya. Hal itu menyakitkan baginya, dia bahkan belum pernah melihat batang hidung pria itu sekalipun.
***************
Dalam kebimbangannya pagi ini, dia terduduk lesu di taman pekarangan rumah. Ingin sekali dia menentang keputusan sepihak dari ayahnya, tapi dia tidak memiliki daya melakukannya.
Bahkan trauma yang pernah dia alami di masa lampau, membuatnya benar-benar takut menghadapi pernikahan itu. Bagaimana mungkin dia mampu menjalani itu semua, menatap mata pria saja dia tidak sanggup.
Di tengah-tengah kegalauannya, dia tersentak dari lamunannya. Seseorang tiba-tiba memegangi punggungnya dari arah belakang, membuatnya gamang dan bergegas bangkit dari duduknya.
"Non Maura, kenapa melamun?" tanya Bik Sam membuyarkan pandangan Maura.
Maura melotot kan matanya, hampir saja dia jantungan ulah Bik Sam yang tiba-tiba mengagetkannya. Dia menghela nafas dan membuangnya kasar sembari memegangi dadanya yang berdegup kencang.
"Bik Sam, Maura pikir siapa?" ucap Maura dengan senyum sedikit pahit.
"Non kenapa, sepertinya ada sesuatu yang sedang Non pikirkan?" tanya Bik Sam penasaran.
"Tidak apa-apa Bik, Maura cuma lelah." sahut Maura berbohong, dia tak berani menyuarakan isi hatinya kepada siapapun.
***************
Siang harinya, Maura beristirahat di dalam kamar. Matanya mulai lelah, bahkan pikirannya sama sekali tidak bisa diajak kompromi.
Tangannya meraih sebuah laptop dan membukanya sembari berbaring di atas tempat tidur. Ditatapnya layar laptop tersebut hingga dia pun menemukan pesan masuk melalui sebuah aplikasi.
Bola matanya yang berwarna coklat mulai menggelinding mengikuti setiap kata yang tengah dia baca. Hingga pada akhirnya dia pun mengukir senyum di wajah cantiknya.
Tak berselang lama, terdengar suara ketukan pintu dari arah luar. Matanya menilik tajam, dia mengabaikan laptopnya dan melangkah ke arah pintu.
"Ayah," sapa Maura mendapati ayahnya berdiri tegap di depan pintu.
Maura mendongakkan kepalanya, tangannya terbuka lebar lalu melingkar di tubuh tinggi Doni dan memeluknya dengan erat.
"Kamu lagi ngapain Nak, apa Ayah mengganggu?" tanya Doni, dia pun membalas pelukan anaknya dan mengecup ujung kepala Maura dengan penuh kasih sayang.
"Tidak Yah, memangnya kenapa?" tanya Maura mencari tau.
"Tidak apa-apa, Ayah hanya ingin berpamitan. Ada pekerjaan yang harus ayah selesaikan di luar kota. Kali ini mungkin sedikit lama, kamu tidak apa-apa kan di rumah sendirian?" ucap Doni menjelaskan maksud kedatangannya.
Maura menatap lekat wajah Doni. Baru beberapa hari tiba di tanah air, tapi ayahnya terlalu sibuk dengan bisnis yang dijalaninya. Dia bahkan belum puas melepas kerinduannya terhadap sosok cinta pertamanya itu.
"Iya Yah, Maura tidak apa-apa. Ayah pergi saja, masih ada Bik Sam dan Pak Anto di sini bersama Maura!" jawab Maura meskipun sebenarnya hatinya sedih melepas kepergian ayahnya.
"Baiklah, jaga diri baik-baik! Jangan keluyuran kemana-mana, sebentar lagi kamu akan bertunangan dengan David!" ucap Doni, hal itu membuat raut wajah Maura berubah dalam sekejap.
Maura mengangguk kecil, meskipun batinnya memberontak, namun dia tak berani menentang keputusan ayahnya. Bagaimanapun Doni adalah satu-satunya orang tua yang membesarkannya dengan segala kemampuan yang dia miliki. Maura tidak ingin membuat ayahnya kecewa.
Setelah Doni menghilang dari pandangannya, Maura menutup pintu kamarnya dan bergegas naik ke atas tempat tidur.
Hatinya patah, batinnya hancur berkeping-keping. Jika saja trauma itu tidak mendarah daging di jiwanya, mungkin dia bisa sedikit berani menyuarakan pendapatnya. Hanya keajaiban lah yang dapat membantunya lepas dari belenggu ini.
Kini dia kembali menatap layar laptopnya, membuka sebuah pesan masuk dan segera membalasnya.
Tangannya semakin lihai memainkan keyboard yang ternganga di depan matanya. Tak henti-hentinya dia tersenyum membaca setiap kata yang tersurat pada layar laptopnya.
"Ok baiklah, nanti aku jemput ya." isi pesan terakhir yang dikirim oleh Maura.
Lama menetap di luar negeri membuatnya rindu saat-saat remaja dulu. Berkumpul bersama sahabatnya sembari bercengkrama tanpa beban yang harus dia pikul, dan malam ini dia sudah janjian untuk keluar bersama sahabat lamanya.
***************
Hari semakin sore, dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi membersihkan tubuhnya yang mulai gerah. Suara aliran air yang mengguyur tubuhnya terdengar jelas sampai ke dinding kamarnya.
Usai mengenakan pakaiannya, dia turun menuju lantai bawah. Bola matanya menggelinding mencari-cari keberadaan seseorang. Hingga pada akhirnya, dia pun membawa langkah kakinya menuju paviliun yang terletak di samping rumah.
Dari jarak yang cukup jauh, garis wajahnya sedikit terangkat. Langkah kakinya bergerak semakin cepat menghampiri seorang pria yang tengah duduk dengan secangkir kopi di tangannya.
"Sore Pak Anto!" sapa Maura dengan lantang.
Suara Maura yang seperti petasan kaleng itu seketika membuat Pak Anto terperanjat kaget, pria berkumis tipis itu bahkan hampir saja menumpahkan kopi yang ada di tangannya.
"Eh, kopi, kopi!" latahnya sembari mengelus dadanya yang berpacu.
"Hahahaha," Maura terkekeh melihat raut wajah Pak Anto yang menggemaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Pemujamu
mampir kk
2022-08-01
2
Putri Putri
mampir kk💪💪
2022-07-28
3
Semata Wayang
mampir
2022-07-01
4