Bab 2.

Ada yang berbeda dengan Maura malam ini, tiba-tiba saja dia ingin sekali mengenakan pakaian peninggalan ibunya. Hanya itu yang bisa mengobati rasa rindunya terhadap sosok sang ibu. Meskipun terlihat jadul, namun tetap cantik menempel di tubuh indahnya.

Rambutnya yang tadi terurai, kini sudah dijalin dengan rapi. Bahkan wajah cantiknya tak dipoles sama sekali. Tampilannya benar-benar natural dengan sedikit lipstik menghias di bibirnya.

Kini Maura dan Pak Anto ada di dalam mobil yang tengah melaju menyusuri jalan raya. Dengan wajah datarnya, Maura meminta Pak Anto membawanya ke kediaman salah seorang sahabatnya.

"Pak, kita ke rumah Dinda ya!" ajak Maura dengan suara lembutnya.

"Ok Non," jawab Pak Anto penuh semangat.

Setibanya di depan rumah Dinda, Maura turun dan melangkah memasuki gerbang. Seketika, dia mengukir senyum di wajahnya mendapati gadis tomboy nan cantik rupa sudah menunggu di teras.

Dinda adalah salah seorang sahabat terbaik Maura. Keduanya sudah bersama sejak mereka masih duduk di bangku SD. Bahkan saat SMA, keduanya tergabung di kelas yang sama.

"Malam Din," sapa Maura melambaikan tangannya, lalu keduanya saling berpelukan melepas kerinduan yang sudah lama tertahan.

Beberapa tahun tak bertemu, Dinda keheranan melihat penampilan Maura yang berubah drastis. Tak biasanya gadis itu berpakaian terlalu tertutup seperti yang dia lihat saat ini.

"Apa yang terjadi denganmu, kenapa penampilanmu jadi berubah seperti ini?" tanya Dinda sembari mengernyitkan keningnya bingung.

"Tidak apa-apa Din, cuma iseng saja kok. Bagaimana menurutmu?" jawab Maura sembari berputar-putar layaknya cinderella.

"Jangan ditanya lagi! Dari dulu kamu lah ratunya." sanjung Dinda mengakui kecantikan Maura.

"Ah, tidak usah berlebihan! Justru kamulah yang banyak berubah, semakin cantik, aku sampai pangling loh."

Maura mengangkat tangannya mencubit hidung Dinda hingga memerah bak udang goreng. Keduanya terkekeh begitu lepas.

Rasanya baru kemarin mereka beranjak dewasa, tapi kini semuanya sudah berbeda. Dinda yang dulunya hitam dekil, hari ini menjelma menjadi gadis cantik dengan balutan blouse merah dan celana jeans navy yang dikenakannya.

Mengingat waktu yang terus berjalan, keduanya segera melangkah ke arah mobil yang masih menyala. Pak Anto dengan senang hati membukakan pintu belakang untuk duo gadis cantik itu.

Malam ini, Maura mengenakan dress berlengan 7/8, berwarna hitam dan bermotif bunga kecil selutut. Meskipun terlihat sederhana, tapi sangat serasi dengan wajah polos Maura.

Pak Anto menginjak pedal gas, mobil itu melaju menyusuri jalan raya.

Tak lama berselang, Pak Anto memutar stir mobilnya memasuki gerbang sebuah cafe. Tempat itu juga memiliki bar di dalamnya. Lumayan terkenal di kalangan anak muda jaman sekarang.

Pak Anto turun lebih dulu usai memarkirkan mobilnya, tangannya meraih gagang pintu dan membukanya lebar. Duo gadis cantik itu menyusul turun dari dalam mobil.

"Pak Anto mau ikut ke dalam?" tanya Maura, dia rasanya tak tega meninggalkan pria itu sendirian.

"Tidak usah Non, Bapak nunggu di sini saja!" sahut pria berkepala botak itu.

Dilihat dari luar, suasana cafe itu tampak biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa dari tempat itu. Semua sama saja dengan cafe lain pada umumnya.

Namun sesampainya di dalam, Maura mulai kelimpungan melihat setiap sisi yang ditangkap sorot matanya. Luas, namun ada bilik-bilik tertentu yang tersedia sesuai kebutuhan pengunjungnya.

Maura melirik sekelilingnya, seketika kakinya terasa berat untuk melangkah. Mulutnya kelu dengan telapak tangan mulai basah mengandung keringat dingin.

Alunan musik di dalam sana terdengar bergemuruh di telinganya. Ada yang bernyanyi mengikuti alunan lagu, ada pula yang berjoget mengikuti irama musik. Belum lagi suara teriakan, sorakan yang membaur jadi satu. Membuat telinga Maura sakit menusuk gendang telinganya.

"Din, tempat apa ini? Kenapa membawaku ke sini?" tanya Maura meminta penjelasan.

"Jangan banyak tanya, nikmati saja!" jawab Dinda sembari mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti irama musik.

"Tapi aku tidak nyaman berada di sini, keluar saja yuk!" ajak Maura, dia benar-benar takut melihat banyaknya pria di dalam sana.

Maura menahan langkah kakinya. Sebelah tangannya mencengkram lengan Dinda kuat, lalu menariknya hingga langkah gadis tomboy itu terhenti seketika.

"Jangan begini Maura! Tempat ini tidak menakutkan seperti yang kamu bayangkan." tekan Dinda meyakinkan sahabatnya itu.

"Tapi, Din...,"

"Sudah, ikut saja!" potong Dinda menyelang perkataan Maura.

"Semesta, tolong bantu aku! Aku tidak bisa bernafas di tempat seperti ini, dadaku terasa sesak." batin Maura menggerutu memohon pertolongan.

Ibarat makan buah simalakama, Maura serba salah dibuatnya. Diikuti takut, tak diikuti sahabat kecewa. Ya sudahlah, akhirnya Maura pasrah dan menekuk wajahnya.

Semakin ke dalam, raut wajah Maura semakin pucat. Dia menggigit ujung bibir bawahnya melawan rasa takut yang bersarang di dalam hatinya. Jika saja dia tau dari awal bahwa Dinda akan membawanya ke tempat seperti ini, lebih baik dia tidur saja di rumah.

Di waktu yang bersamaan, seseorang menyeringai melihat pemandangan langka itu.

"Hei, bukankah itu putrinya pengusaha kaya raya itu?"

"Iya, itu putrinya Doni Hardiansyah kan?"

"Wow, ternyata dia cantik sekali."

"Ya ampun, aku baru kali ini melihatnya secara langsung."

"Sayang sekali dia akan bertunangan, patah hatiku huhu,"

Semua mata memperhatikan Maura dan membicarakannya spontan. Tidak ada seorang pria pun yang tidak tertarik melihat kecantikannya.

"Sudah, sudah, nikmati acara kalian. Jangan mengganggu pengunjung di sini!" ucap seseorang membubarkan keributan tersebut.

Kini Maura dan Dinda sudah duduk di samping Ayu yang menunggu sedari tadi. Ketiganya saling melepas rindu dan berpelukan satu sama lain. Setelah sekian lama, akhirnya niat mereka berkumpul kesampaian juga.

"Ra, aku dengar kamu akan bertunangan. Benar?" tanya Ayu penasaran.

"Iya Ra, aku juga dengar beberapa waktu lalu. Kamu yakin?" tambah Dinda.

Maura menghela nafas berat, sulit baginya menjelaskan sesuatu yang bertentangan dengan hati kecilnya saat ini.

"Puft, kita tidak usah membahas itu ya! Aku ingin terbang saja menjauh dari muka bumi ini kalau bisa." jawab Maura, semangatnya memudar mendengar itu lagi itu lagi tanpa henti.

Sadar akan ketidaknyamanan Maura membahas perihal itu, Ayu pun dengan cepat mengalihkan pembicaraan. Kini ketiganya fokus menceritakan kesibukan masing-masing setelah lulus kuliah.

Waktu terus berjalan, ketiganya mulai bernostalgia mengingat masa-masa indah berseragam putih abu-abu dulu. Obrolan hangat itu ditemani berbagai macam minuman dan makanan yang sudah tertata di atas meja. Tidak ada alkohol, yang ada hanya jus buah segar bermacam rasa.

Semakin ke sini, obrolan mereka bertiga semakin leluasa. Bahkan Maura yang tadinya canggung, kini sudah berbaur dengan suasana. Gemuruh gelak dan tawa ketiganya mulai menyatu dengan keadaan di sekelilingnya. Bahkan ketiganya tak henti-hentinya terkekeh menahan geli yang menggelitik di perut masing-masing.

Terpopuler

Comments

Putri Putri

Putri Putri

oalah, malah nongkrong di bar

2022-07-28

2

Semata Wayang

Semata Wayang

kenapa gak tanya dulu mau kemana

2022-07-02

2

Alenka

Alenka

teman gak ada akhlak

2022-06-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!