Fake Love
Pagi hari, Desa Lukla menuju base camp, Mount Everest , Nepal.
Dengan menggendong tas Carrier atau ransel gunung , Alwyn bersama sejumlah orang dari Tour mendaki gunung berjalan mengikuti sherpa. Menyusuri jalan menanjak menuju desa berikutnya.
Sherpa adalah pemandu gunung di sekitar mount Everest, Nepal.
Setelah berjalan kaki melewati beberapa desa, dan beberapa kali pemberhentian, akhirnya mereka sampai juga di Base camp.
Base camp adalah tempat atau kota kecil terakhir yang di temui pendaki sebelum mendaki Mount Everest.
Jung Hoseok, Ketua Tim memutuskan untuk beristirahat satu hari di base camp sebelum memulai pendakian.
Sementara yang lain beristirahat di dalam tenda, Alwyn memilih berdiam diri di luar. Di temani Yadav Eeshvi, salah seorang dari lima orang sherpa yang mengiringi pendakian ini.
Dengan bahasa Inggris yang terbata bata, Yadav menunjuk lima pegunungan yang tertangkap oleh pandangan mata. Dia juga menjelaskan jika tidak tertutup awan, bisa melihat puncak Everest juga.
Alwyn mengangguk antusias. Ini adalah kali kedua dia mencoba menjajal Mount Everest. Dua tahun lalu, dia gagal di Ceruk Selatan yang merupakan Camp IV, tempat peristirahatan terakhir sebelum mencapai puncak Everest.
Karena di Ceruk Selatan, oksigen di sana hanya 30 persen, membuat dia mengalami hipoksia. Kepalanya pusing, lemas sampai akhirnya tak sadarkan diri. Sementara yang lain meneruskan pendakian, dia di kembalikan ke Khatmandu, ibukota Nepal.
Hipoksia adalah gejala kekurangan oksigen.
Sekarang dia kembali lagi. Dengan persiapan matang. Dengan tubuh lebih bugar. lebih sehat.
Alwyn menatap langit yang menaungi lima pegunungan. Lima pegunungan yang di juluki puncak leviathans. Meski tampak indah, tetap saja mount Everest adalah gunung yang ingin dia daki.
Dert...dret...
Alwyn merasakan ponsel di kantong celana jeansnya bergetar.
Dia mengeluarkan ponsel dan melihat nama kakeknya sebagai penelepon. Sambil berkerut, dia mengangkat telepon.
"Kamu di mana?" tanya kakek setelah Alwyn mengucapkan salam.
"Di base camp," jawab Alwyn heran.
Kenapa kakek meneleponnya? Sebelum dia memutuskan untuk ikut tour ini 3 bulan yang lalu, dia sudah memberitahu kakek. Bahkan saat dia hendak naik helikopter dari Kathmandu menuju desa Lukla, dia tak lupa menelepon.
"Kapan pulang?" tanya kakek.
Kapan pulang? Pertanyaan apa ini. Dia baru saja datang . Lagipula , setelah selesai mendaki Everest, dia sudah memesan tour diving ke Great Blue Hole, Belize, Amerika Tengah.
"Sekitar dua bulan lagi, kek," jawab Alwyn. "Gunung Everest ini gunung tertinggi di dunia Kek, jadi harus melewati banyak desa dan camp, yang hanya bisa di lalui dengan berjalan kaki," jelasnya panjang lebar.
"Kamu pulang sekarang!" perintah kakek yang bak petir menggelar di telinga Alwyn.
"Pulang? Kenapa Kek? Kenapa tiba tiba?" tanya Alwyn beruntun. " Untuk ikut tour ini aku membayar 2 miliar, Kek," sambungnya menyayangkan.
"Kakek tidak perduli. Lagipula yang membayar itu bukannya uang perusahaan?" tukas Kakek mengingatkan .
Jleb! Alwyn merasa tertohok. Selama ini dia memang di hidupi oleh uang perusahaan keluarga. Karena dia tidak bekerja. Siapa yang butuh kerja jika ada transferan milyaran rupiah tiap bulan ke dalam rekening?
"Tul kek," seringai Alwyn sambil mengangguk pada Yadav yang meminta ijin untuk masuk ke dalam tenda.
"Sadar ternyata," suara kakek masih terdengar kesal. " Sekarang kamu pulang ke Jakarta, semalam malamnya hari harus sudah sampai di rumah, Kakek tidak mau tahu," putus Kakek tegas.
" Ada apa sih Kek? Kok mendadak? Aku kan tidak bisa pulang begitu saja..." Alwyn berusaha membantah.
Tut ..Tut...
Kakek mematikan sambungan telepon. Alwyn mencoba menelepon. Sampai beberapa kali. Tapi tidak di angkat kakek. Malah di reject. Di tolak.
Alwyn makin heran. Selama ini , sudah lima tahun berlalu, Sejak dia lulus kuliah, dia tidak pernah pulang ke Jakarta. Dia terlalu sibuk berpetualang. Nyaris separuh bumi sudah dia jelajahi.
Mulai dari benua Antartika yang dingin, melihat pancaran Aurora di Reykjavik, Islandia, menyinggahi Padang Savana di Amboseli, Afrika sampai mengunjungi death valley, California ,yang merupakan tempat terpanas di bumi.
Dia bahkan hampir mengikuti perjalanan ke Mars jika tidak di cegah kakek.
Dan tidak pernah sekalipun kakek menyuruhnya pulang. Kakek memahami jiwa petualang dalam dirinya.
Jika kakek ingin bertemu, mereka akan bertemu di suatu tempat yang telah di sepakati. Tidak jauh jauh. Seputaran Asia saja. Karena kakek sudah terlalu tua untuk berpergian jauh.
Apakah kakek sakit? Alwyn menduga duga. Namun suara kakek di telepon tadi kuat bertenaga.
Alwyn menelepon Pak Andi Rahmat, asisten pribadi kakek. Begitu di angkat Pak Rahmat, dia segera melancarkan pertanyaan bertubi tubi.
"Maaf Mas, ikuti permintaan kakek ya," pinta Pak Andi menjawab segelontoran pertanyaan Alwyn.
Ugh! Alwyn menghembuskan nafas. Percuma juga bertanya pada Pak Andi. Beliau pasti tidak akan memberikan informasi tanpa seizin kakek.
"Baiklah," kata Alwyn mengalah. " Tolong beritahu kakek, aku tidak akan bisa sampai di Jakarta malam ini. Aku harus menuruni bukit dengan berjalan kaki, melewati sekitar empat desa dulu untuk mencapai Lukla, dari sana aku naik helikopter ke ..." jelasnya panjang. " Mungkin aku baru sampai di Jakarta sekitar satu Minggu lagi," katanya memperkirakan.
"Baik Mas, setiba di bandara Mas Alwyn bisa telepon saya, nanti akan saya jemput," sahut Pak Andi dengan nada lega.
Kita kira seminggu kemudian.
Alwyn sampai di Jakarta pada sore hari. Dia di jemput oleh Pak Andi dan seorang supir. Mereka langsung menuju kediaman kakek , di kawasan elit Jakarta Selatan.
"Bagaimana kabar Kakek?" tanya Alwyn memulai percakapan. Selama seminggu ini dia berusaha menelepon kakek, namun tidak pernah di angkat.
"Mas Alwyn bisa bertanya langsung pada kakek," jawab Pak Andi hati hati.
Seh...Alwyn menatap laki laki yang umurnya separuh kakek itu dengan perasaan kesal. Setidaknya ,dia ingin sedikit petunjuk mengenai sikap kakek yang aneh.
Akhirnya, sepanjang perjalanan, mereka hanya diam membisu. Satu satunya kalimat yang keluar dari mulut Pak Andi adalah, Mari Mas Alwyn turun, sudah sampai ."
Ck, Alwyn berdecak. Tanpa perlu di beritahu, dia juga sudah tahu sudah sampai di rumah Kakek. Sudah lima tahun berlalu, namun rumah itu tetap terlihat sama. Tidak ada renovasi. Hanya cat rumah yang terlihat masih baru.
Beberapa pelayan keluar dari dalam rumah. Mereka bergegas mendatangi Alwyn yang baru saja keluar dari mobil.
Mereka hanya bisa melongo saat melihat Alwyn turun dengan membawa tas carrier. Tas itu di pegang sendiri olehnya.
"Tidak ada barang ya," kata Alwyn memberitahu. "Dari pendakian ,aku langsung kemari."
"Baik, Mas Alwyn," sahut mereka serempak. Mereka semua adalah pelayan yang sudah bekerja lama dengan kakek. Karenanya mereka mengenal Alwyn.
"Biar saya bawakan," mereka kemudian berebut mengambil tas carrier yang tengah di pegang Alwyn.
"Sudah, jangan berebut," kata Alwyn sambil melepaskan tas carrier nya.
"Iya Mas," sahut mereka tapi tetap saling sikut untuk bisa memegang tas Carrier yang di julurkan Alwyn.
" Mari masuk, Mas, Kakek sudah menunggu di ruang kerja," kata Pak Hisham ,kepala rumah tangga. Dia memegang erat tas carrier milik Alwyn. Rupanya ,dia pemenangnya.
Bahkan ,Pak Hisham pun berebut untuk membawakan tas itu, batin Pak Andi. Meski sudah lama meninggalkan rumah Kakek, Mas Alwyn tetap di cintai. Sikap yang bahkan tidak di tunjukan para pelayan pada Pak Razin.
"Kenapa lama sekali!" suara menggelegar kakek seketika terdengar begitu Alwyn menjejakkan kaki memasuki rumah.
****
Cerita ini terinspirasi dari seseorang yang begitu mencintai gunung🤩🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Mimi Nene
begitu novel ini langsung baca sampai selesai
2024-01-29
0
anindya cintya
nabung episode, biar bacanya enak, ga nanggung
2024-01-21
2
siti nurzarah
novel baru otor mantap👍
2023-09-20
1