Pagi hari, Desa Lukla menuju base camp, Mount Everest , Nepal.
Dengan menggendong tas Carrier atau ransel gunung , Alwyn bersama sejumlah orang dari Tour mendaki gunung berjalan mengikuti sherpa. Menyusuri jalan menanjak menuju desa berikutnya.
Sherpa adalah pemandu gunung di sekitar mount Everest, Nepal.
Setelah berjalan kaki melewati beberapa desa, dan beberapa kali pemberhentian, akhirnya mereka sampai juga di Base camp.
Base camp adalah tempat atau kota kecil terakhir yang di temui pendaki sebelum mendaki Mount Everest.
Jung Hoseok, Ketua Tim memutuskan untuk beristirahat satu hari di base camp sebelum memulai pendakian.
Sementara yang lain beristirahat di dalam tenda, Alwyn memilih berdiam diri di luar. Di temani Yadav Eeshvi, salah seorang dari lima orang sherpa yang mengiringi pendakian ini.
Dengan bahasa Inggris yang terbata bata, Yadav menunjuk lima pegunungan yang tertangkap oleh pandangan mata. Dia juga menjelaskan jika tidak tertutup awan, bisa melihat puncak Everest juga.
Alwyn mengangguk antusias. Ini adalah kali kedua dia mencoba menjajal Mount Everest. Dua tahun lalu, dia gagal di Ceruk Selatan yang merupakan Camp IV, tempat peristirahatan terakhir sebelum mencapai puncak Everest.
Karena di Ceruk Selatan, oksigen di sana hanya 30 persen, membuat dia mengalami hipoksia. Kepalanya pusing, lemas sampai akhirnya tak sadarkan diri. Sementara yang lain meneruskan pendakian, dia di kembalikan ke Khatmandu, ibukota Nepal.
Hipoksia adalah gejala kekurangan oksigen.
Sekarang dia kembali lagi. Dengan persiapan matang. Dengan tubuh lebih bugar. lebih sehat.
Alwyn menatap langit yang menaungi lima pegunungan. Lima pegunungan yang di juluki puncak leviathans. Meski tampak indah, tetap saja mount Everest adalah gunung yang ingin dia daki.
Dert...dret...
Alwyn merasakan ponsel di kantong celana jeansnya bergetar.
Dia mengeluarkan ponsel dan melihat nama kakeknya sebagai penelepon. Sambil berkerut, dia mengangkat telepon.
"Kamu di mana?" tanya kakek setelah Alwyn mengucapkan salam.
"Di base camp," jawab Alwyn heran.
Kenapa kakek meneleponnya? Sebelum dia memutuskan untuk ikut tour ini 3 bulan yang lalu, dia sudah memberitahu kakek. Bahkan saat dia hendak naik helikopter dari Kathmandu menuju desa Lukla, dia tak lupa menelepon.
"Kapan pulang?" tanya kakek.
Kapan pulang? Pertanyaan apa ini. Dia baru saja datang . Lagipula , setelah selesai mendaki Everest, dia sudah memesan tour diving ke Great Blue Hole, Belize, Amerika Tengah.
"Sekitar dua bulan lagi, kek," jawab Alwyn. "Gunung Everest ini gunung tertinggi di dunia Kek, jadi harus melewati banyak desa dan camp, yang hanya bisa di lalui dengan berjalan kaki," jelasnya panjang lebar.
"Kamu pulang sekarang!" perintah kakek yang bak petir menggelar di telinga Alwyn.
"Pulang? Kenapa Kek? Kenapa tiba tiba?" tanya Alwyn beruntun. " Untuk ikut tour ini aku membayar 2 miliar, Kek," sambungnya menyayangkan.
"Kakek tidak perduli. Lagipula yang membayar itu bukannya uang perusahaan?" tukas Kakek mengingatkan .
Jleb! Alwyn merasa tertohok. Selama ini dia memang di hidupi oleh uang perusahaan keluarga. Karena dia tidak bekerja. Siapa yang butuh kerja jika ada transferan milyaran rupiah tiap bulan ke dalam rekening?
"Tul kek," seringai Alwyn sambil mengangguk pada Yadav yang meminta ijin untuk masuk ke dalam tenda.
"Sadar ternyata," suara kakek masih terdengar kesal. " Sekarang kamu pulang ke Jakarta, semalam malamnya hari harus sudah sampai di rumah, Kakek tidak mau tahu," putus Kakek tegas.
" Ada apa sih Kek? Kok mendadak? Aku kan tidak bisa pulang begitu saja..." Alwyn berusaha membantah.
Tut ..Tut...
Kakek mematikan sambungan telepon. Alwyn mencoba menelepon. Sampai beberapa kali. Tapi tidak di angkat kakek. Malah di reject. Di tolak.
Alwyn makin heran. Selama ini , sudah lima tahun berlalu, Sejak dia lulus kuliah, dia tidak pernah pulang ke Jakarta. Dia terlalu sibuk berpetualang. Nyaris separuh bumi sudah dia jelajahi.
Mulai dari benua Antartika yang dingin, melihat pancaran Aurora di Reykjavik, Islandia, menyinggahi Padang Savana di Amboseli, Afrika sampai mengunjungi death valley, California ,yang merupakan tempat terpanas di bumi.
Dia bahkan hampir mengikuti perjalanan ke Mars jika tidak di cegah kakek.
Dan tidak pernah sekalipun kakek menyuruhnya pulang. Kakek memahami jiwa petualang dalam dirinya.
Jika kakek ingin bertemu, mereka akan bertemu di suatu tempat yang telah di sepakati. Tidak jauh jauh. Seputaran Asia saja. Karena kakek sudah terlalu tua untuk berpergian jauh.
Apakah kakek sakit? Alwyn menduga duga. Namun suara kakek di telepon tadi kuat bertenaga.
Alwyn menelepon Pak Andi Rahmat, asisten pribadi kakek. Begitu di angkat Pak Rahmat, dia segera melancarkan pertanyaan bertubi tubi.
"Maaf Mas, ikuti permintaan kakek ya," pinta Pak Andi menjawab segelontoran pertanyaan Alwyn.
Ugh! Alwyn menghembuskan nafas. Percuma juga bertanya pada Pak Andi. Beliau pasti tidak akan memberikan informasi tanpa seizin kakek.
"Baiklah," kata Alwyn mengalah. " Tolong beritahu kakek, aku tidak akan bisa sampai di Jakarta malam ini. Aku harus menuruni bukit dengan berjalan kaki, melewati sekitar empat desa dulu untuk mencapai Lukla, dari sana aku naik helikopter ke ..." jelasnya panjang. " Mungkin aku baru sampai di Jakarta sekitar satu Minggu lagi," katanya memperkirakan.
"Baik Mas, setiba di bandara Mas Alwyn bisa telepon saya, nanti akan saya jemput," sahut Pak Andi dengan nada lega.
Kita kira seminggu kemudian.
Alwyn sampai di Jakarta pada sore hari. Dia di jemput oleh Pak Andi dan seorang supir. Mereka langsung menuju kediaman kakek , di kawasan elit Jakarta Selatan.
"Bagaimana kabar Kakek?" tanya Alwyn memulai percakapan. Selama seminggu ini dia berusaha menelepon kakek, namun tidak pernah di angkat.
"Mas Alwyn bisa bertanya langsung pada kakek," jawab Pak Andi hati hati.
Seh...Alwyn menatap laki laki yang umurnya separuh kakek itu dengan perasaan kesal. Setidaknya ,dia ingin sedikit petunjuk mengenai sikap kakek yang aneh.
Akhirnya, sepanjang perjalanan, mereka hanya diam membisu. Satu satunya kalimat yang keluar dari mulut Pak Andi adalah, Mari Mas Alwyn turun, sudah sampai ."
Ck, Alwyn berdecak. Tanpa perlu di beritahu, dia juga sudah tahu sudah sampai di rumah Kakek. Sudah lima tahun berlalu, namun rumah itu tetap terlihat sama. Tidak ada renovasi. Hanya cat rumah yang terlihat masih baru.
Beberapa pelayan keluar dari dalam rumah. Mereka bergegas mendatangi Alwyn yang baru saja keluar dari mobil.
Mereka hanya bisa melongo saat melihat Alwyn turun dengan membawa tas carrier. Tas itu di pegang sendiri olehnya.
"Tidak ada barang ya," kata Alwyn memberitahu. "Dari pendakian ,aku langsung kemari."
"Baik, Mas Alwyn," sahut mereka serempak. Mereka semua adalah pelayan yang sudah bekerja lama dengan kakek. Karenanya mereka mengenal Alwyn.
"Biar saya bawakan," mereka kemudian berebut mengambil tas carrier yang tengah di pegang Alwyn.
"Sudah, jangan berebut," kata Alwyn sambil melepaskan tas carrier nya.
"Iya Mas," sahut mereka tapi tetap saling sikut untuk bisa memegang tas Carrier yang di julurkan Alwyn.
" Mari masuk, Mas, Kakek sudah menunggu di ruang kerja," kata Pak Hisham ,kepala rumah tangga. Dia memegang erat tas carrier milik Alwyn. Rupanya ,dia pemenangnya.
Bahkan ,Pak Hisham pun berebut untuk membawakan tas itu, batin Pak Andi. Meski sudah lama meninggalkan rumah Kakek, Mas Alwyn tetap di cintai. Sikap yang bahkan tidak di tunjukan para pelayan pada Pak Razin.
"Kenapa lama sekali!" suara menggelegar kakek seketika terdengar begitu Alwyn menjejakkan kaki memasuki rumah.
****
Cerita ini terinspirasi dari seseorang yang begitu mencintai gunung🤩🤗
"Kakek," Alwyn bergegas mendatangi kakek sambil memberi sebuah pelukan.
"Anak bodoh!" Kakek membiarkan Alwyn memeluk tubuhnya. "Kakek sudah menunggu lama," bisik kakek di telinga Alwyn.
"Maaf ya kek," sahut Alwyn. Dia melepaskan pelukannya. " Aku sudah mencoba pulang secepat aku bisa, kakek kan tahu bagaimana situasi di pendakian," sambungnya meminta di maklumi.
"Mari ke ruang kerja," kakek mengandeng tangan Alwyn.
Mereka bergandengan tangan menuju ruang kerja yang terletak di sisi kiri ruang tamu.
Ruang kerja kakek masih seperti yang di ingat Alwyn. Bernuansa kayu yang hangat. Semua perabotan terbuat dari kayu pilihan. Di ukir sesuai selera kakek. Berupa pola ukiran khas Jawa. Seperti ukiran kelopak bunga dan daun.
"Duduklah," Kakek menunjuk sebuah kursi kayu vintage yang sudah di lapisi busa di atasnya.
"Iya,Kek," kata Alwyn. Dia duduk di kursi yang di tunjuk kakek.
Alwyn melihat kakek duduk di kursi di seberangnya. Duduk berjauhan begitu membuat dia leluasa menatap kakek.
Di usianya yang sudah menginjak 75 tahun, kakek terlihat sehat. Kakek bahkan masih bisa berjalan tanpa bantuan tongkat. Badannya juga masih tegap dan kuat . Tapi, kenapa dia merasa kakek tengah menyembunyikan sesuatu?
Wajah kakek saat ini mengingatkan Alwyn ketika kakek mendengar kecelakaan ayah dan ibunya ,sepuluh tahun yang lalu. Mereka berdua meninggal dalam sebuah kecelakaan tunggal yang tragis. Kecelakaan itu terjadi di ruas tol menuju kampusnya.
Kecelakaan yang membuat dia masih menyalahkan dirinya sendiri. Sampai saat ini. Andai ayah dan ibu tidak menjemputnya ke kampus, mungkin mereka masih hidup.
Dan sekarang? Berita buruk apa yang membuat wajah kakek begitu menderita? Alwyn bertanya tanya dalam hati. Ingin memulai bertanya. Namun tidak tahu di awali dari mana.
Apalagi kakek masih tetap belum bersuara.
Mungkin Mas Razin tahu. Dumb! kenapa tidak berpikir untuk menelepon Mas Razin? Alwyn mengutuk kebodohannya.
Alwyn merogoh celana jeans nya. Dia mengeluarkan ponsel dari kantong nya. "Sebentar ,Kek, aku mau menelepon Mas Razin dulu," katanya meminta izin. " Aku lupa memberitahu Mas Razin jika hari ini aku pulang, " katanya beralasan.
"Tidak perlu telepon Razin," balas kakek dengan suara serak.
"Kenapa ,Kek?" tanya Alwyn heran. " Meski Mas Razin tegas padaku, tapi dia tidak pernah marah."
"Tidak perlu menelepon Razin, karena kita akan pergi menemuinya," balas kakek memberitahu. " Ayo," kakek berdiri dari kursi.
Alwyn bergegas mengikuti. Sikap kakek membuat dia tambah penasaran.
Sepuluh menit kemudian, bersama Pak Andi dan seorang supir, mereka berangkat untuk menemui Razin.
Hati Alwyn mulai merasa tidak enak ketika mobil berhenti di lobi utama Rumah sakit. Kakek memberi isyarat untuk turun.
"Mas Razin sakit ,Kek?" tanya Alwyn sembari melangkahkan kaki mengikuti kakek masuk ke dalam rumah sakit.
"Lihat saja nanti," timpal kakek. Kemudian beliau diam saja sampai mereka berhenti di depan ruangan ICU. " Masuklah," kata kakek .
Masuk? Hati Alwyn semakin tidak enak . "Masuk ,Kek?" dia balik bertanya.
"Iya, masuk," Kakek membuka pintu.
Alwyn mengikuti dari belakang.
Di dalam ruangan ICU, kakek memakai pakaian steril yang tergantung di pintu. Alwyn juga ikut memakainya.
Di seberang pintu terdapat sebuah ranjang pasien. Pasien tersebut di pasang ventilator yang merupakan alat bantu pernafasan. Di samping ranjang pasien terdapat alat monitoring. Untuk memantau kondisi pasien.
"Siapa ....Mas Razin?" gumam Alwyn. Tangisnya tertahan di tenggorokan saat melihat kakek mengangguk. "Kenapa? Sakit apa?" tanyanya lemah.
Sebelum dia naik helikopter ke desa Lukla, selain menelepon kakek, dia juga menelepon Razin. Bahkan video call. Kakaknya itu terlihat baik baik saja . Tak terlihat seperti sakit berat.
"Kita bicara di luar," putus Kakek sambil melepaskan baju sterilnya.
Alwyn ikut melepas baju sterilnya. Kemudian mereka berjalan ke luar dan mencari tempat yang nyaman untuk bicara.
"Razin di tabrak seseorang saat hendak ke kantor," kata kakek. "Sekarang Razin vegetatif," lanjut kakek sedih.
Kondisi vegetatif adalah dimana pasien tidak sadarkan diri karena gangguan otak kronis.
Alwyn tak bisa bersuara. Dia shock. Hanya air mata menggenang di pelupuk mata. Dia juga tak tahu harus bicara apa.
"Laki laki itu menabrakkan mobilnya ke mobil Razin. Dia meninggal di tempat. Alhamdulillah Razin selamat, tapi kondisinya seperti itu," lanjut kakek. Suaranya makin serak. "Begitu kakek mendapat kabar itu, kakek langsung menelepon kamu...." Kakek berhenti bicara. Beliau menundukkan wajah.
Kesedihan menyelimuti mereka berdua . Hening. Sepi. Tidak ada suara .
Kondisi yang sama persis seperti sepuluh tahun yang lalu. Mereka termenung sedih di selasar rumah sakit. Bedanya, sekarang mereka hanya berdua.
Tap..Tap..tap
Langkah kaki mendekat. Alwyn mengangkat kepala. Terlihat Pak Andi berjalan ke arah mereka.
"Kita pulang, ada banyak yang akan kakek bicarakan ," ajak kakek pada Alwyn.
"Iya ,Kek," angguk Alwyn.
*****
Mansion ( rumah mewah berukuran besar ) Brisena , terletak di kawasan pinggir kota Jakarta.
"Apa maksud mama dan papa?" terdengar suara jeritan dari dalam mansion. Dia Cyrilla Brisena, anak tertua keluarga Brisena .
" Kamu kan sudah dengar jelas. Clearly!" jawab Pak Anton Brisena tegas, sang papa.
"Kamu nurut saja ya Nak," suara lembut Danella Brisena, sang mama.
" Dia itu vegetatif. Dokter saja tidak tahu kapan dia bisa siuman. Aku pernah baca, ada yang sadar setelah 27 tahun. Bayangin pa, ma, 27 tahun! itupun kondisinya tidak bisa pulih seperti semula," kata Cyrilla getir . " Lalu bagaimana dengan nasibku?" dia tertunduk.
"Keluarga Daiyan, adalah taipan ekonomi di negara ini, akan sangat mengerikan jika mereka tersinggung dengan kita," papa mengingatkan.
" Mereka pasti akan melakukan pengobatan terbaik untuk Razin," sambung mama.
"Aku tetap tidak mau," Cyrilla bersikukuh. "Bukankah hanya di sebutkan anak Anton Brisena?" dia mengingatkan. " Bukan anak tertua?"
"Jangan coba coba menukar takdirmu dengan adikmu," tegas papa." Dia masih kecil."
"Setelah 27 tahun lagi, dia juga sudah tua," Cyrilla meringis. "Lihatlah adik , Pa," dia memutar wajah ke arah samping, di mana Dyarani, adik semata wayangnya duduk santai di sofa sambil memutar mutar poninya. " Dengan sikap seperti itu, tidak akan ada laki laki yang mau, kecuali laki laki vegetatif," sambungnya.
"Jaga bicaramu, Rilla," papa mengingatkan. "Laki laki Vegetatif itu adalah calon suamimu. Dan akan tetap calon suamimu!" tegas papa tak terbantahkan.
"Papaaaa!" Cyrilla menangis histeris.
****
"Dewan komisaris memutuskan kamu sebagai CEO menggantikan Razin," kata kakek setibanya mereka di rumah.
"Maaf,Kek, aku tidak bisa," tolak Alwyn cepat. Dia sang petualang, pengembara dunia, menjadi seorang CEO? Lelucon apa ini!
"Kenapa tidak bisa? Kamu seorang Daiyan. Darah seorang pebisnis," tandas kakek. "Selama ini kakek tidak pernah meminta apapun darimu," kakek mengingatkan.
"Aku bukan pebisnis ,Kek. Kuliah aku dulu juga jurusan jurnalistik. Aku tidak tahu apa apa tentang bisnis," urai Alwyn lemah lembut. Menghadapi kakek tidak boleh keras kepala. Karena kakek lebih keras kepala!
"Kakek akan mengajarimu," timpal kakek. Tiba tiba kakek bangkit dari kursi lalu bersimpuh di lantai.
"Kakek kenapa?" Alwyn buru berdiri.
"Kakek memohon padamu," ucap kakek.
Apa? Alwyn tersentak kaget. Sungguh, kakek menempatkan dia dalam situasi sulit. "Kakek berdiri dulu," dia mengulurkan tangan. Berniat membantu kakek berdiri. " Kita bisa bicarakan lagi."
"Tidak ada yang perlu di bicarakan," tandas kakek. "Kakek akan terus begini sampai kamu mengatakan iya," tekad kakek.
Waduh! Alwyn menepuk keningnya. " Baiklah,Kek, aku mau, tapi jangan salahkan aku jika perusahaan hancur di tanganku," katanya mengingatkan.
"Tidak akan," timpal kakek. Wajahnya tersenyum lega. " Besok kamu ikut ke perusahaan bersama kakek," kata kakek sambil berdiri. " Untuk bertemu dewan komisaris dan tunangan mu."
"Tunanganku?" Alwyn mengernyit. Apa lagi ini? Sejak kapan dia punya tunangan?
"Kamu menggantikan tugas Razin sekaligus mewarisi tunangannya," jelas kakek.
****
Halo readers, like, komen dan vote yang banyak ya .... Please☺️🙏
"Mewarisi tunangan?" Alwyn merasa salah dengar . "Kakek serius?"
Kakek mengangguk. Tegas.
"Menggantikan jadi CEO, aku mau, meski terpaksa. Tapi kenapa pula aku juga harus mewarisi tunangannya Mas Razin?" Alwyn bertanya heran. Dia merasa hari ini kakek luar biasa mengejutkannya. "Tunangan itu bukan barang yang bisa berpindah tangan, Kek," imbuhnya.
"Kamu punya kekasih?" Kakek malah bertanya.
"Hum...tidak," geleng Alwyn. Dia memang punya beberapa teman perempuan. Sesekali having fun bersama. Hanya untuk bersenang-senang. Laki laki petualang seperti dia tidak punya waktu untuk berkomitmen.
"Kalaupun kamu punya kekasih, kamu juga harus putus dengannya. Mulai saat ini kamu sudah punya tunangan," balas kakek.
"Hah?" Alwyn terperanjat. Dia tidak menyangka jika kakek begitu liberal. " Tunangan Mas Razin bagaimana pula bisa menjadi tunanganku, Kek," katanya lagi.
"Itu sebuah perjanjian," kata kakek dengan pandangan jauh menerawang.
" Tiga tahun yang lalu, saat terjadi Krisis keuangan di Indonesia, perusahan kita ikut terkena dampak. Harga saham anjlok. Para investor membatalkan kontrak kerja," kakek memulai ceritanya.
"Untuk menyelamatkan perusahaan, Kakek meminta bantuan keluarga Brisena,waktu itu mereka termasuk dalam top five perusahaan kuat di Indonesia. Mereka setuju untuk membantu. Kakek menawarkan saham preferen sebagai jaminan. Tapi mereka menolak. Mereka meminta CEO perusahaan sebagai menantu," cerita kakek.
Saham preferen adalah surat berharga sebagai bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang kekuasaannya lebih tinggi dari pemegang saham biasa.
"CEO saat itu adalah Razin. Kamu mengerti kan?" Kakek menatap mata Alwyn. Meminta pengertian.
" Lalu Mas Razin setuju?" tanya Alwyn tak percaya. "Bukankah Mas Razin sudah punya kekasih? Mbak Mayang? Mereka sudah berpacaran sejak awal kuliah," imbuhnya.
"Mayang tidak bisa di bandingkan dengan perusahaan," balas kakek tegas. " Razin mengerti dan dia setuju."
Kakek terdengar begitu tidak berperasaan. Memaksa sepasang kekasih yang saling mencinta untuk berpisah demi sebuah kepentingan.
"Kakek tidak pernah memberitahu aku," sesal Alwyn. "Aku tidak pernah menyangka Mas Razin sampai harus menjual cintanya demi perusahaan. Jika aku tahu, aku pasti akan menolak transferan setiap bulan itu," sambungnya menyesali.
"Razin meminta kakek untuk tidak memberitahu kamu," jawab kakek . "Apa sekarang kamu mau menyalahkan keputusan Razin?" tukas Kakek kesal.
Alwyn terhenyak di atas kursi kayu vintage. Perjalanannya menjelajahi separoh dunia ternyata di biayai oleh pengorbanan cinta kakaknya.
"Apa kamu ingin kakek bersimpuh sekali lagi?" kata kakek melihat Alwyn diam saja.
"Ya, aku mau," sahut Alwyn tercekat. Mas, cepat sembuh. Aku kangen, batinnya.
*****
Malam hari di Mansion Brisena.
Sambil berjalan berjinjit, Cyrilla melewati ruang tamu menuju pintu depan.
"Kamu mau kemana?" sebuah suara menghentikan langkahnya.
Tanpa menoleh Cyrilla sudah tahu suara siapa. " Iya ,Pa," dia menoleh ke belakang.
"Kemana?" Papa menuruni tangga.
Ugh,, kenapa papa bisa mendengar langkah kaki aku? kata Cyrilla dalam hati. Padahal sudah berjalan begitu pelan. "Ke Club," jawabnya pelan.
"Ke Club?" ulang papa. " Tunangan mu sedang kritis di ICU dan kamu malah ke Club?" kata papa marah.
"Aku sudah seminggu ini berdiam diri di dalam rumah, tidak boleh ke mana mana. Sejumlah acara fashion show dan photo shoot di batalkan, aku stres ,Pa," rengek Cyrilla. "Aku sudah janji dengan Ling ling, kami hanya minum jus jeruk lalu pulang, boleh ya, Pa?" sambungnya memelas.
"Masuk kamarmu," perintah papa. "Jangan buat papa marah," kata papa.
"Aku akan menyamar ,Pa. Tidak ada yang akan mengenali aku," Cyrilla tak kehilangan akal. "Boleh ya ,Pa?" dia menangkupkan kedua tangan di dada. "Please ...."
Langkah kaki papa berhenti di tangga terakhir. " Kamu tidak boleh kemana mana, masuk kamar," perintah papa tak terbantahkan.
Huh! Cyrilla menghentakkan kaki. Sampai kapan dia harus berdiam diri di rumah? Tapi jika membantah lagi ,dia takut papa semakin marah.
Kejadian tadi sore saja,jika mama tidak ikut menenangkan papa, dia pasti sudah di hukum berat , karena dia tidak berhenti menjerit.
Akhirnya dia hanya di suruh istirahat di kamar.
"Iya,Pa," Cyrilla melangkahkan kaki menaiki tangga.
Papa bergeser memberi jalan. "Kamu berdoa untuk kesembuhan Razin," pesan papa.
Cyrilla mengangguk tanpa menjawab.
Papa membalikkan badan. Ikut menaiki tangga menuju ke atas. Tiba tiba ponsel di kantong celana papa berbunyi. Papa mengambil ponsel dan mengangkatnya.
" Rilla," panggil Papa setelah beliau menutup telepon.
Cyrilla yang sudah sampai di lantai atas, menoleh. Ada apa lagi? katanya dalam hati.
"Kamu tidur cepat, jangan bergadang, besok pagi ikut papa ke Daiyan inc, kita akan bertemu CEO yang baru," kata papa memberitahu.
Hah? Cyrilla memasang wajah bodoh . " Apa hubungannya denganku?" tanyanya.
"CEO Daiyan inc yang baru adalah tunangan kamu sekarang," jawab papa. " Jadi kamu tidak usah pusing memikirkan Razin lagi. Kamu senang kan dengan berita ini?" tanya papa.
CEO Daiyan yang baru adalah tunanganku? Cyrilla mencerna kalimat itu baik baik. Takut salah mengerti. "Bagaimana bisa CEO Daiyan yang baru adalah tunanganku? Bagaimana dengan Mas Razin?" tanyanya heran.
"Sesuai perjanjian. Pertunangan CEO Daiyan dengan putri keluarga Brisena," sahut papa.
"Jadi jika terjadi pergantian CEO Daiyan, aku juga akan berganti tunangan?" Cyrilla tidak bisa menahan histerisnya. Perjanjian apa ini!
"Tidak usah histeris begitu," Tukas papa tak senang. " Pergantian CEO Daiyan juga tidak sering. Kamu jangan membantah, masuk kamarmu dan tidur," sambung papa lagi.
"Siapa penggantinya?" tanya Cyrilla ingin tahu.
"Adiknya Razin, Alwyn," sahut papa.
*****
Kamar di lantai 2 di rumah besar Daiyan.
"Gue titip apartemen," Alwyn mengirimkan chat kepada Davka Dipta, tetangga apartemen nya di Manchester.
"Lo pergi berapa lama?" Davka membalas chat.
"Belum tahu, mungkin akan lama di sini," balas Alwyn.
" Ada masalah?" tanya Davka.
"Iya," balas Alwyn. Lalu dia mengetik menceritakan semua yang terjadi pada dia saat ini.
"Yang sabar ya, Man," balas Davka. Kemudian dia menuliskan sejumlah doa untuk kesembuhan Razin.
****
Kamar di lantai 2 di Mansion Brisena.
Huh! Cyrilla melempar tas bahunya ke atas ranjang. Dia kesal. Marah.
Dulu dia terpaksa setuju oleh perjanjian aneh itu. Karena dia masih kuliah. Masih 23 tahun. Sekarang beda. Dia seorang supermodel. Punya penghasilan sendiri. Bisa hidup mandiri. Tidak butuh uang dari Brisena Group.
Dulu bertunangan dengan Razin Daiyan membuatnya menjadi sumber keirian para gadis jomblo. Tidak heran karena tampilan Razin yang charming dan berwibawa.
Namun penggantinya, adiknya, Alwyn Daiyan adalah seorang pecundang.
Dia sering mendengar gosip di Daiyan inc ketika dia mendatangi Razin di jam makan siang.
Alwyn berpetualang di berbagai belahan dunia dengan mengandalkan uang bulanan. Dia tidak pernah bekerja. Dia hanya tahu bersenang senang.
Entah bagaimana nasib Daiyan Inc di tangannya, kata Cyrilla dalam hati.
Dan laki laki seperti itu tidak pantas untuknya!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!