"Tolong Aku, Mas."
Kata-kata yang diucapkan oleh Kemuning pada Bara sore itu selalu terngiang. Dari sorot matanya seolah ada kesedihan yang terlihat.
"Apa maksudnya ya? Kok dia minta tolong. Maksudnya tolong apaan ya?" monolog Bara sambil tiduran di bawah pohon yang rindang belakang kampusnya.
Bruk, sebuah tas berhasil mendarat sempurna di atas perut Bara. Disusul suara gaduh dari teman-temannya yang riuh seperti ibu-ibu arisan panci.
"Woy bengong-bengong bae! Kesambet hantu jembatan loe." seru Julio.
"Mikirin apa sih, Bar? Serius amir eh serius amat." imbuh Anton.
"Waktu kita berkunjung ke rumahnya Kemuning tempo hari, apa yang ada di pikiran kalian?" Bara balik bertanya.
"Kemuning? Siapa tuh?" Keno terlihat bingung karena dia tidak tahu apa-apa soal gadis itu.
"Kemuning itu ceweknya Bara. Kamu mana tahu, wong kamu sibuk sama bantal gulingmu." cicit Rudi.
Keno merebahkan tubuhnya di hamparan rumput yang luas, dia menerawang ke angkasa yang cerah dan luas.
"Loe kenapa, Ken?" tanya Rudi.
"Kamu nggak ngerasain apa yang sedang aku alami. Kamu nggak tahu betapa aku tersiksa dengan keadaan ini. Tapi, semua harus aku jalani." desaah Keno penuh penyesalan.
"Apa maksud kamu?" tanya Bara.
"Tidak apa-apa? Kamu belum jawab pertanyaanku, siapa Kemuning?" Keno berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Nah iya aku hampir lupa! Waktu kita pamitan untuk pulang, pas aku salaman sama dia, dia natap mataku sambil bilang tolong aku. Maksudnya apaan ya? Aku bingung." cicit Bara.
Rudi, Julio, Anton, dan Keno saling bertukar pandang dengan dahi mengerut.
"Tolong? Apa dia sedang ada masalah?" tanya Rudi.
"Mungkin nggak sih kalo dia minta kita untuk bawa dia ke luar dari rumah itu? Aku melihat ada yang janggal. Kemuning seperti orang yang tertekan," ujar Julio.
"Apa mungkin Nancy itu benar-benar hantu dan Kemuning terperangkap di rumah itu? Rumah itu sangat angker dan menyeramkan. Iya nggak sih?" Timpal Anton.
"Jadi, aku harus gimana nih? Aku bingung! Menurut kalian, aku harus bagaimana?" Bara meminta pendapat pada ke empat temannya.
Mereka semua terdiam, memikirkan langkah apa yang harus diambil.
"Bagaimana kalo kita datang lagi ke sana? Tapi saat malam hari. Biasanya kan hantu keluar malam-malam. Jadi, kita bisa leluasa ngobrol dengan Kemuning." saran Anton.
"Setuju!" ucap Bara, Keno, Rudi, Dan Julio bersamaan.
###
Tepat pukul sebelas malam ke lima pemuda itu berangkat menuju ke rumah majikan Kemuning. Mereka berangkat menggunakan mobil milik Julio dan seperti biasa Anton yang jadi sopirnya. Berbekal senter dan keberanian, mereka pergi ke rumah yang sangat menyeramkan itu.
Hal yang pertama menyambut kedatangan mereka di rumah itu adalah gerombolan burung-burung yang berterbangan dan suara-suara aneh yang berasal entah dari mana.
Ada suara lengkingan orang berteriak, suaranya terdengar menyayat hati. Suara burung hantu juga tidak mau kalah, kukuk kukuk tak berhenti.
Sepanjang perjalanan di sekitar situ tidak ada penerangan selain sinar bulan dan sinar kilat yang memberi tanda bahwa sebentar lagi akan turun hujan.
Tepat pukul dua belas tengah malam, mereka sampai di rumah itu. Mereka sengaja memarkirkan mobil di jarak yang cukup jauh dari rumah tersebut, agar kedatangan mereka tidak diketahui oleh majikan Kemuning.
"Kamu yakin si hantu Nancy itu sudah ke luar?" tanya Rudi pada Anton.
Wush, sekelebat bayangan putih sambil tertawa cekikikan terbang di atas mereka yang sedang berjongkok di bawah pohon.
"Kok dia bisa terbang? Apa dia berteman dengan mak Lampir?" tanya Keno dengan suara pelan seperti berbisik.
"Jangan berisik! Dia bisa mendengar kita." ujar Anton lirih.
Krieeet,, pintu rumah terbuka lebar. Seseorang ke luar dari rumah itu sambil membawa sesuatu di tangannya dan benda apa itu, Bara dan yang lainnya tidak tahu.
"Itu Kemuning!" secara spontan Julio terpekik.
Sesosok bayangan yang tadi terbang menoleh ke arah para pemuda yang sedang bersembunyi.
"Siapa itu?" teriaknya dari udara.
Sosok itu menoleh ke arah Kemuning dengan tatapan tajam dan mata yang berwarna merah. "Apa kamu mengundang teman-temanmu kemari, gadis bodoh!" Terpancar kemarahan di wajah sosok itu.
"Tidak, nyonya." jawab Kemuning dari depan pintu.
"Itu hanya suara angin," imbuhnya.
"Herrrr ... " sosok itu melihat ke sekeliling dan berusaha mencari keberadaan ke lima pemuda. Untung saja Bara dan teman-temannya memakai pakaian serba hitam malam ini, jadi keberadaan mereka tidak terlihat ketika berada dalam gelap.
"Aku akan kembali saat malam berganti pagi, jangan membuat aku marah." pesan sosok putih itu lalu hilang entah ke mana.
"Mas! Apa itu kamu?" tanya Kemuning setelah keadaan aman.
"Keluar lah! Sudah aman." titahnya.
Bara dan teman-temannya ke luar dari tempat persembunyian, lalu menghampiri Kemuning.
Cras!! Kemuning menyayat ujung jarinya hingga darah segar mengucur dengan deras.
"Apa yang kamu lakukan?" pekik Bara.
"Dengan mencium aroma darah ini, Nancy tidak tahu kalo aku pergi." Tutur Kemuning sambil menatap wajah Bara dalam kegelapan.
"Mas, bantu aku pergi dari sini. Aku mohon!" Kemuning bersimpuh di hadapan Bara.
"Ayo!" ajak Julio.
Mau tidak mau Bara membawa serta Kemuning bersama mereka.
"Kita lewat jalan sana saja, Nancy tidak akan bisa mencium aroma tubuhku." Kemuning mengarahkan jari telunjuknya ke sebuah jalan yang tidak biasa dilalui oleh umum.
"Kita mau ke mana?" tanya Anton sambil mengemudikan mobilnya.
"Bawa aku ke rumah Bara.Di sana Nancy tidak bisa masuk." jawab Kemuning. Meski bingung dan banyak pertanyaan di benak mereka, tidak satu pun dari mereka yang membantah.
"Awas!!" pekik Keno, tiba-tiba sosok Nancy sudah berada di hadapan mereka dengan wajah yang menyeramkan.
"Apa kita akan mati sekarang?" tanya Rudi, celananya sudah basah oleh air yang berasal dari benda keramat miliknya.
"Mas, hanya kamu yang bisa menolongku dari jeratan Nancy." ucap Kemuning dengan lirih.
"Aku? Bagaimana mungkin? Emmm, maksud aku bagaimana caranya?" tanya Bara, dia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa.
"Mas sopir, jalankan mobilnya! Tabrak saja dia, dia tidak mungkin bisa menggangguku." perintah Kemuning.
Cup, tiba-tiba Kemuning mencium bibir Bara. Bukan hanya ciuman, tapi sesapan yang dalam dan cukup lama.
Bara kaget namun tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa mengikuti permainan dan membalas sesapan bibir Kemuning. Mumpung gratis pikirnya, sayang jika dilewatkan begitu saja.
"Kemuniiiiing ... !!!" Suara teriakan semakin lama semakin jauh seiring laju mobil yang semakin jauh meninggalkan tempat itu.
Kemuning melepaskan sesapannya, "Maaf, mas. Hanya itu cara agar kita selamat dari Nancy." jelas Kemuning.
Anton terus melajukan mobilnya ke arah rumah Bara, dia takut jika Nancy membuntuti mereka dan mengganggu mereka lagi.
Tidak butuh waktu lama, mereka sudah sampai di rumah Bara. Kakek, Mama, dan Papa Bara berdiri di depan pintu, seolah sedang menunggu kedatangan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments