Menjadi Istri Kedua Sang Presdir

Menjadi Istri Kedua Sang Presdir

harus ikhlas menerima kenyataan pahit

aku pun baru saja kehilangan kedua orang tuaku, hati ini terasa kosong seperti tidak punya semangat untuk hidup. aku tinggal di rumah yang tidak terlalu besar tapi layak untuk di huni. orangtuaku meninggal akibat kecelakaan tragis yang menimpa mereka berdua. hatiku begitu hancur berkeping-keping mendengar berita besar yang mengakibatkan kedua orangtuaku mengalami kecelakaan dan mengakibatkan meninggal di tempat. aku menangis sejadi-jadinya di makam kedua orangtuaku yang tanahnya masih basah dan masih banyak taburan bunga di atas makam kedua orangtuaku. paman menepuk pundakku lalu aku menoleh dengan linangan air mata yang jatuh ke pipiku. Karena tak kuasa harus menerima kenyataan pahit ini.

"sudahlah zahra ikhlaskan ayah dan ibumu, mereka sudah tenang disana."pamanku berucap kepadaku dan mengusap-usap punggungku supaya aku lebih tegar dan kuat. Yahh harus kuat menerima kenyataan yang ada di depan mata kepalaku sendiri.

hiks...hiks...hiks...

aku menangis sesegukan mendengar penuturan pamanku. "tapi paman aku harus tinggal dimana, aku tidak sanggup harus tinggal di rumah itu karena terlalu banyak sekali kenangan mereka berdua." ucapku sambil menangis sesegukan.

"kamu tenang saja, kamu bisa tinggal dengan paman. ikut paman ke kota." ucap pamanku memberi saran.

" T-tapi paman apa tidak apa-apa aku ikut dengan paman, aku takut dengan bibi Rani." ucapku kepada paman sambil menundukkan kepala.

"tidak apa-apa, ayo kamu ikut dengan paman." ujar pamanku.

" ayah,, ibu,, aku akan pergi ke kota dengan paman dan aku akan tinggal di sana untuk waktu yang lama. aku akan menjenguk kalian Sesekali bila aku tidak sibuk." ucapku sambil menyeka sudut mataku yang penuh dengan air mata. lalu aku bangkit menyusuri jalan Setapak menuju jalan raya besar.

aku dan paman pergi dari makam kedua orangtuaku dan segera bergegas menuju mobil milik pamanku. aku masuk ke dalam mobil paman dan duduk di samping kursi Pengemudi. aku menatap ke Sembarang arah, melihat-lihat jalan yang sangat ramai. air mataku tidak mau berhenti, menyeka sudut mataku yang di penuhi air mata menggunakan tisu, hati ini masih terasa sakit, pikiran ku terasa hampa dan kosong.

"sudahlah zahra, ikhlaskan. kamu tidak boleh seperti ini, kamu harus bangkit." tutur pamanku.

aku memilih diam sembari menatap jalanan, dan rasa kantuk itu tiba-tiba menyerang lalu aku pun terlelap saking kebanyakan menangis aku pun tertidur.

"zahra...zahra...zahra,, bangun nak kita sudah sampai." ucapnya lalu pamanku menggoyang- goyangkan lenganku. aku terkesiap ternyata sudah sampai di rumah pamanku . lalu aku turun dari mobil. dan menutup pintunya. betapa terkejutnya aku melihat rumah paman yang sangat megah dan mewah itu.

"I-ini rumah paman, besar sekali." ucapku takjub menatap bangunan yang megah itu.

paman hanya terkekeh melihatku. lalu mengajakku untuk masuk ke dalam rumah besar itu.

" ma,, mama???" Teriak pamanku memanggil-manggil istrinya itu.

dari lantai atas aku melihat seorang wanita cantik walaupun usianya tidak muda lagi, ia adalah bibiku? namanya bibi Rani. ia menuruni anak tangga dengan angkuhnya menatapku dengan begitu sinis. memang dari dulu bibiku sangat tidak suka padaku dan keluargaku karena kami tidak selevel dengannya. Lihat saja pakaian yang melekat di tubuhnya pasti barang-barang mahal semua. Entah kenapa aku merasa insecure melihatnya.

"kenapa anak ini kamu bawa sih pa." ucapnya ketus dengan tangan yang terlipat di depan dada.

"MAMA,,."bentak pamanku kepada istrinya itu yang tak sopan pada keponakannya sendiri.

"loh kenapa sih pa, kok malah marah-marah ke mama."jawabnya sengit tapi ekor matanya masih menatapku seperti melihat musuh.

"zahra akan tinggal disini." Seru pamanku.

"A-apa papa bilang, coba ulangi." kata bibiku begitu terkejut mendengar penuturan suaminya itu. Paman tio menghela nafas besar dan menatap istrinya itu.

"zahra akan tinggal disini, bersama kita." ungkap paman mengulang lagi dengan tegas.

"gak bisa gitu dong pa, kenapa harus tinggal disini sih. mau tinggal dimana dia??" jawab bibiku tak Terima bila aku tinggal disini.

"zahra akan tinggal di kamar kosong di lantai atas." ucap pamanku tegas dan tak mau di  bantah.

"aku gak setuju,," jawab seseorang yang baru saja masuk ke dalam rumah. ia adalah hana anak dari pamanku.

"nah hana aja gak setuju, apalagi mama." jawab mereka berdua kompak..

"pokoknya papa tidak mau tau, zahra akan tetap tinggal disini bersama kita..TITIK," ungkapnya tegas mengajakku untuk naik ke lantai atas.

"nah zahra ini kamar kamu yah," kata paman tio.

"wah besar sekali kamarnya paman, ini mah lebih besar dari kamar zahra." kataku jujur.

paman hanya menggelengkan kepala melihatku, aku menunduk malu, melihat kelakuanku yang norak ini.

"ya sudah kamu istirahat, ganti baju lalu turun ke bawah untuk makan malam, "seru paman.

" emmm.. makasih paman, sudah mau nampung zahra disini.." ucapku tulus.

"kamu tidak perlu berterima kasih nak, kamu kan keponakan paman satu satunya sudah seharusnya paman bantu keluarga paman," jawabnya padaku.

aku menganggukan kepala, lalu paman berlalu pergi dari kamar yang aku tempati. aku segera merapikan baju bajuku ke dalam lemari.

namun di sisi lain, di lantai bawah ibu dan anak kekeh menolak kalau zahra tinggal disini

"kenapa sih anak itu harus tinggal disini, dia kan punya rumah di kampung kenapa harus tinggal di kota."seru bibi Rani tak terima.

"Iya betul itu kata mama pa, kenapa anak kampung itu harus tinggal disini. aku kan malu kalau teman-temanku tau, aku punya sepupu yang kampungan dan udik itu." hana bergidik jijik.

"sudah cukup kalian jangan membantah, zahra itu masih saudara sepupu kalian berdua. sudah seharusnya kita saling tolong menolong. ini malah memprotes gak jelas." bentak paman Tio dengan nafas yang memburu.

mereka berdua terdiam menundukkan kepala , tidak bisa berbuat apa-apa bila suami dan papanya berucap seperti itu

"cih,, aku harus cari cara untuk mengusir gadis kampung itu." gerutu hana dalam hati. ia tak Terima di bentak oleh ayah kandungnya sendiri cuma karena gadis kampung itu.

lalu mereka semua segera naik ke lantai atas untuk bersiap-siap untuk makan malam bersama.

suasana di ruang makan sangat dingin dan mencekam, tidak ada yang berbicara sama sekali hanya tatapan sinis, dan lirikan tajam menuju ke arahku. ya aku baru saja turun dan menuju ruang makan, baru saja aku mendorong kursi yang kosong untuk duduk di samping pamanku,mereka berdua seperti tidak suka kalau aku berada disini .

"emm, paman lebih baik aku makan di belakang saja. gak enak kalau disini takut hana dan bibi gak suka keberadaanku." jawabku lirih.

" tidak usah kamu hiraukan, abaikan saja mereka berdua dan kamu tetap akan disini zahra." Seru pamanku.

"baiklah, karena semuanya sudah berada di tempat masing-masing, mari kita mulai makan malam." titah paman Tio.

mereka semua menikmati makanan yang ada di piring masing-masing, tidak ada yang bersuara hanya terdengar suara denting sendok dan garpu. makan malam telah usai, mereka semua bangkit dari tempat duduknya, hana bergegas naik ke lantai atas, sedangkan bibi sedang menonton televisi di ruang tengah. dan pamanku berlalu pergi ke ruang kerja nya yang ada di lantai atas. aku mendekati bibiku yang asik menonton film, lalu aku duduk di sofa samping bibi .

" kamu ngapain disini." jawabnya sewot sekali.

"emm.. anu bibi, apa boleh aku duduk disini menonton tv disini." Pintaku kepada bibi Rani.

bibi melirik ku sinis, lalu membuang muka ke sembarang arah. aku menghela nafas panjang sepertinya bibi tidak suka kalau aku berada di ruang tengah hanya untuk sekedar menonton tv.

"ya sudah boleh tapi kamu jangan dekat dekat bibi, kamu duduk aja tuh di pojokkan sofa ." ungkap bibi merasa jijik denganku sambil mengibas-ngibaskan tangannya supaya aku menjauh darinya.

aku mengganggukan kepala, lalu duduk di pojokan sofa. setelah selesai menonton TV . aku bangkit dari sofa menuju ke lantai atas menuju kamar yang baru saja aku tempati.

aku membuka pintu kamar, lalu segera bersiap untuk tidur. ku baringkan tubuh ini di atas ranjang . tiba tiba air mata ini terjatuh sendiri, aku terisak mengingat kenangan manis dengan kedua orangtuaku. "Tuhan kenapa engkau mengambil orang yang sangat aku cintai, aku sangat rindu kepada mereka berdua." ucapku lirih sembari menangis sesegukan hingga tak terasa tertidur pulas saking seringnya menahan tangis terus-menerus seperti ini.

Terpopuler

Comments

Noviyanti

Noviyanti

semangat

2022-06-19

1

maulana ya_manna

maulana ya_manna

mampir thor

2022-06-18

0

Nur Ahmadsaefudin

Nur Ahmadsaefudin

pembukaan lumayanlah.. ceritanya ckp menarik.. aq cuma mau kasih saran, biar bacanya enak.. tlg diperhatikan tanda baca setelah percakapan dikasih tanda kutip, biar bacanya enak kayak lagi ngobrol beneran.. maaf ya.. sekedar masukan aja.. semangat...

2022-05-27

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!