harus kuat menjalani hidup

di pagi hari, sinar mentari melewati sela sela tirai yang berayun ayun, membangunkan seorang wanita cantik yang sedang tertidur pulas. aku mengerjapkan kedua mataku melihat jam di atas nakas ternyata sudah pagi. karena kebanyakan menangis jadinya aku tertidur. bodohnya aku pake segala ketiduran . lupa untuk ganti baju. lalu aku berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar, astaga betapa terkejut nya aku melihat isi kamar mandi yang sangat luas berbeda sekali dengan yang ada di rumahku .

aku bingung dengan tombol yang ada di dalam bak mandi, aku menekan tombol berwarna merah ternyata itu untuk air hangat, aku menanggalkan semua pakaian ku dan mencoba berendam di dalam bak mandi yang sangat luas, aku menikmati sensasi air hangat yang menerpa pori-pori kulit di tubuhku, rasanya menenangkan sekali rasanya aku malas sekali untuk bangkit, aku memejamkan mata sejenak .

Tak terasa sudah 15 menit aku berendam, lalu aku menggosok-gosokkan badan dengan sabun cair yang ada di meja kecil. lalu aku memakai bathrobe alias baju mandi, lalu berjalan menuju lemari pakaian dan memakai pakaian yang ku bawa dari rumah. setelah aku memakai pakaian, aku menuju meja rias untuk memoles make up tipis dan memakai lipstik tipis, dan membuka pintu kamar untuk turun di ke bawah, aku menuruni anak tangga dan ternyata paman, bibi dan hana sudah ada di ruang makan. lalu paman melambaikan tangan untuk meminta ku sarapan bersama. rasanya tidak enak saja kalau aku sarapan di meja makan karena aku di tatap sinis oleh bibiku dan anaknya.

"zahra kemarilah, kita sarapan bersama." paman mengajakku untuk bergabung sarapan bersama dengan mereka semua di atas meja.

"SE-selamat pagi paman,..bibi,...hana. "ucapku gugup tak berani menatap mereka bertiga.

"selamat pagi zahra, "seru paman tersenyum hangat . tapi hanya paman saja yang menyapa, tidak dengan 2 orang wanita yang ada di depanku ini. lalu aku menarik kursi dan duduk. aku membalikkan piring, lalu paman menyodorkan wadah nasi goreng di depanku.

"makan lah zahra, ini nasi goreng sangat enak , atau kamu mau makan roti. silahkan kamu mau makan yang mana??

Aku mengambil nasi goreng itu dan menaruhnya di atas piringku, lalu memulai memasukkan nasi goreng itu kedalam mulutku. Dan mengunyah secara perlahan-lahan. Sangat enak sekali mirip sekali masakan mama. aku tersenyum getir menatap makanan yang asapnya masih mengepul itu.

suasana tampak hening, karena semua yang ada di meja makan tampak menikmati sarapannya masing-masing,, aku menundukkan kepala sembari menyuapkan nasi goreng kedalam mulutku hingga habis tak tersisa, aku mengambil tisu di kotak wadah lalu mengusap sudut-sudut bibirku. lalu aku bangkit dari kursi ingin membawa piring-piring kotor itu ke arah dapur tetapi paman menahanku untuk tidak melakukannya.

"sudah zahra kamu duduk aja menikmati dessert puding, untuk piring-piring kotor biar para pelayan saja yang membawa nya ke dapur." Katanya lagi dan aku menurut dan duduk kembali di sebelah pamanku.

"biarin aja sih pa, kalau dia mau membantu membawa piringnya." celetuk hana tersenyum mengejek.

"hana..," Bentak pamanku dengan mata yang menatap tajam ke arahnya.

"zahra itu sepupu kamu bukan orang lain."geramnya lagi menahan kesal melihat anak semata wayangnya yang bertindak sesuka hatinya.

"kenapa sih pa? papa selalu saja bela dia." hana menunjukku dengan tatapan sinis nya, lalu dia menghentakkan kursi dan berlari menuju kamar nya .

pamanku menghela nafas kasar, melihat tingkah anaknya yang sangat keterlaluan itu, tapi aku menjadi tidak enak gara-gara aku hana dan pamanku jadi bertengkar.

"zahra kamu jangan masukan ke hati yah ucapan hana barusan." tutur pamanku lembut.

tiba tiba bibi rani datang dan mengucapkan kata-kata yang menyakiti hatiku.

"papa kenapa sih buat anak kita "hana" menangis, apa gara-gara dia anak kita menangis tadi. "tunjuk bibiku dengan tatapan mata yang begitu sengit.

"sudahlah ma, kamu jangan memperkeruh suasana. zahra itu keponakan kita." tegas paman tio berlalu pergi.

"ini semua gara-gara kamu." bentak bibi rani lalu dia menghentakkan kakinya pergi naik ke atas meninggalkan aku sendirian.

air mata yang ku tahan, akhirnya lolos juga. "kamu harus kuat zahra, gak boleh nangis,"hati kecil ku berucap untuk menguatkan diriku sendiri. aku menghapus air mata ini dan berjalan menuju taman yang lumayan cukup luas.aku Termenung memikirkan kedua orang tuaku. memang benar paman Tio orang kaya yang baik hati, karena dia adik dari mamaku. ia cukup sukses dengan usahanya, memang dia yang paling baik dan sayang padaku dari kecil hanya saja bibi dan anaknya dari dulu sangat gak suka padaku.

Karena perusahaan tempat papa bekerja bangkrut jadi sudah tidak ada penghasilan lagi, rumah lama yang di kota sudah di jual, lalu kami sekeluarga pindah dan papa membeli rumah di perkampungan yang jauh dari kota. ya menurutku cukup asri dan sangat sejuk karena di daerah pegunungan, karena tabungan orangtuaku tidak lah banyak.

papa dan mama akhirnya menjadi petani sayuran hidroponik dan mempunyai lahan yang tidak terlalu luas tapi cocok untuk bertanam cabai dan sayuran lainnya. usaha papa dan mama berkembang pesat hingga akhirnya menambah luas tanah, setiap paman dan bibi ku main kerumah kami yang di kampung, pasti bibi akan marah-marah dan mencibir dengan mulut pedasnya itu. katanya rumah kami sangat kecil, udah gitu gerah gak ada AC. dan lain sebagainya, aku tersenyum tipis dan menghela nafas panjang. "sampai kapan aku disini???,, sedangkan bibi dan hana sangat tidak suka padaku . apakah aku harus pergi dari sini, tapi...!!! aku tersadar dari lamunan karena seseorang menepuk pundakku.

"ehh non zahra, ngapain disini, kok melamun???"tanya bi Nur, wanita paruh baya yang sangat baik hati.

aku menoleh dan tersenyum, "ehh bi Nur, zahra lagi gak ngapa-ngapain kok. hanya duduk menikmati angin sepoi-sepoi bi nur." ungkap ku jujur, padahal aku melamun mengenang mendiang kedua orang tuaku.

"non zahra, kalau hati non zahra alda yang mengganjal bisa kok cerita sama bi Nur, "kata bi Nur lembut.

aku menggelengkan kepala, " enggak ada kok bi Nur, hanya teringat mendiang papa dan mama saja .

bi Nur mengusap-usap punggungku memberi kekuatan, supaya aku tabah dan sabar, harus ikhlas gak boleh sedih. harus kuat menjalani hidup yang masih panjang.

aku mengganggukan kepala, dan memeluk bi Nur namun sayang air mata ini lolos juga, hingga tak terbendung lagi. aku berusaha tegar namun apalah daya hati ini masih sakit hati setelah apa yang terjadi.

"non zahra, tidak usah menyiksa diri sendiri ataupun merasa bersalah, karena memang sudah kehendak takdir Tuhan. kita hanya bisa pasrah dan berdoa saja. "tutur bi Nur hati hati agar aku tidak tersinggung.

aku menyeka sudut mataku yang sudah basah dengan air mataku dan menghapus nya dengan kasar. benar apa yang di katakan bi Nur kalau aku harus kuat, supaya aku bisa melewati semuanya. aku memberi semangat pada diriku sendiri.

aku tersenyum," makasih yahh bi". Ucapku lirih.

sama sama non, ya sudah bi Nur mau ke belakang mau menyelesaikan pekerjaan yang tertunda. mari non,"ucap bi Nur berlalu pergi .

"kamu ngapain disini." bentak nya dengan suara melengking.

aku menoleh, ternyata bibiku sudah ada di depan mataku dengan gaya angkuhnya itu. dengan sorot mata yang begitu tajam dengan tangan yang terlipat di depan dada.

"umm, bibi Rani aku hanya duduk saja di taman, "aku menundukkan kepala tidak berani menatapnya.

"enak saja duduk duduk santai, emangnya kamu nyonya di rumah ini, akulah nyonya di rumah ini." bentak bibi Rani.

lalu bibi Rani menyodorkanku sebuah tempat menyiram tanaman, dan gunting untuk membersihkan tanaman liar yang di samping bunga bunga kesayangan bibi Rani. lalu bibi rani pergi begitu saja dengan angkuhnya

lalu men titah kan aku untuk merawat bunga bunga kesayangannya. dengan menghela nafas aku melakukan pekerjaan itu, aku tau ia sengaja melakukan ini padaku, setelah lebih dari 30 menit aku sudah menyelesaikan semuanya,

"loh zahra, kamu ternyata ada disini." jawab paman tio , aku menoleh dan tersenyum ramah pada beliau untuk menutupi kesedihanku. Aku berusaha tetap tersenyum supaya paman tio tak tau aku habis menangis tadi.

"iya paman aku habis menyirami bunga-bunga yang ada disini." kataku pada paman tio.

"kamu ngapain menyirami bunga-bunga yang ada disini, ini sudah ada yang mengerjakan. sudah taro itu gunting dan tempat buat menyiramnya, ayo ikut paman." titahnya lagi.

lalu aku menepuk-nepuk sisa-sisa daun yang menempel di tubuhku, aku segera berjalan mengikuti langkah paman. langkah kami terhenti di ruangan yang terdapat banyak sekali buku-buku berjejer rapih sekali.

"ada apa ya paman." ucapku menatap netra hitam milik pamanku itu.

"udah kamu duduk dulu aja zahra." titahnya lagi.

aku mulai duduk di sofa menghadap pamanku dengan sorot mata yang lurus menatap ke arahnya.

"begini zahra, apa kamu mau kuliah lagi??" tanya pamanku.

aku terdiam mendengar penuturan pamanku, aku memilin ujung bajuku. bingung harus menjawab apa. "aku pengin sekali kuliah tapi aku gak enak dengan pamanku." ucapku dalam hati.

"gimana zahra, apa kamu mau kuliah lagi." pamanku mengulang ucapannya padaku.

"ummm.., gimana yahh paman zahra bingung, dan terus terang saja zahra tak enak sama paman dan bibi, zahra sudah bersyukur banget bisa tinggal disini." ucapku lirih sambil menahan air mata yang sudah hampir mau jatuh. Namun sebisa mungkin aku harus kuat

"kamu gak usah gak enak, kita ini keluarga. sudah seharusnya saling membantu."paman menghela nafas kasar mendengar penuturanku.

"ya sudah kamu pikirkan dulu, baru kasih tau paman." Ucapnya lalu paman bangkit dari kursi bergegas keluar dari ruang kerja nya. aku pun mengikuti langkah pamanku dari belakang.

aku dan paman menuruni tangga, ternyata sudah waktunya makan siang. aku bergegas mengikuti langkah pamanku menuju meja makan disana sudah ada bibi Rani dan hana. seperti biasa mereka menatapku sinis dan angkuhnya.

aku memilih kursi yang kosong jauh dari keduanya di samping pamanku sebelah kiri, lalu menarik salah satu kursi dan mulai duduk. aku begitu takjub banyak sekali makanan yang tersaji di meja makan. aku bingung mau makan apa. aku mengambil ayam goreng dan udang asam manis saja di atas piringku dan menyuapkan nasi beserta lauk ke dalam mulutku, kami menikmati makan siang di piring masing masing tidak ada yang berbicara sama sekali. setelah selesai makan sepertinya paman ingin berbicara pada kami semua yang ada di meja makan.

"papa ingin berbicara dengan kalian semua." ucap pamanku.

"apa yang mau papa bicarakan sih, aku mau siap siap ke kampus nih." gerutu hana dengan nada yang terdengar ketus.

pamanku melirik hana tajam, hingga dia langsung terdiam cemberut tapi anehnya matanya menatap sinis ke arahku.

"papa akan mendaftarkan kuliah zahra di kampus kamu hana." ungkap pamanku ke anaknya itu.

"A-apa papa bilang, zahra satu kampus denganku , oh my god itu gak mungkin. aku gamau satu kampus dengan gadis itu." Hana menunjuk-nunjuk padaku dengan tatapan sinis nya. aku menundukkan kepala saja tak berani melihatnya.

"umm, P-paman, zahra gamau kuliah kok. Z-zahra mau kerja saja paman." ujarku jujur sambil menatap matanya itu.

"loh kenapa zahra, bukannya kamu mau jadi dokter." Seru paman tio.

"nah dia aja katanya gamau kuliah pa, terus kenapa papa maksa banget suruh dia kuliah di kampus hana." ketus hana sewot.

"Lagian aneh deh pa, kenapa sih kamu kekeuh banget mau kuliahin dia." tunjuk bibi Rani padaku dengan mata yang melotot.

"kalian berdua kenapa sih gak bisa bersikap baik ke zahra, hana kalian masih saudara sepupu dan mama, zahra itu keponakan kamu juga." ucap pamanku menahan kesal melihat anak dan istrinya yang selalu tidak suka dengan padaku.

pamanku memijit pelipis nya melihat tingkah keduanya yang selalu bikin emosi jiwa. Pasalnya mereka berdua kenapa tak bisa bersikap baik kepada zahra sepupu dan keponakannya sendiri

"emm paman zahra mau kerja saja, zahra gamau nyusahin paman dan bibi." Ungkapku menundukkan kepala tak berani menjawab lebih atau yang lainnya.

"ya bagus dong sadar diri, kalau kamu tuh nyusahin kami semua."jawabnya tak kalah ketus

"MAMA,.."bentak pamanku pada istrinya itu yang sudah kelewatan

" kenapa sih pa, emang kenyataannya kan kalau dia cuma jadi beban disini." Sindir bibi Rani padaku

lalu bibi Rani bangkit dari duduknya dan mendorong nya dengan kasar. begitupun hana juga sama. hatiku sakit mendengar penuturan bibi Rani ingin rasanya menangis tapi aku tahan. pamanku menarik rambutnya frustasi melihat tingkah keduanya, menghela nafas panjang lalu menghampiriku.

"zahra maafkan perkataan bibi mu dan hana yahh, mereka tidak bermaksud berkata seperti itu." tutur paman hati hati takut aku tersinggung.

"tidak apa-apa kok paman, aku bisa mengerti kok. dan aku sadar diri kalau aku disini hanya menumpang."ucapku lirih.

pamanku menepuk nepuk pundakku, "kamu harus sabar menghadapi sikap bibi mu dan hana yahh, sebenarnya mereka itu baik."tutur pamanku.

aku menggangguk kepala saja dan segera bergegas naik ke atas. setelah sampai kamar lalu menguncinya dengan rapat. air mata yang ku tahan akhirnya lolos juga, aku terisak dan sesegukan. masih terngiang-ngiang hinaan dari bibi Rani dan hana, "Tuhan kenapa mereka berdua sangat tidak suka padaku." aku menangis sesegukan dan berjalan menuju ranjang, membaringkan tubuhku di atasnya. menguatkan hatiku supaya tetap tegar dan kuat menghadapi kenyataan yang ada.

Terpopuler

Comments

𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉

𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉

semangat ya zahra pasti akan ada jalan buat kamu

2022-09-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!