TANTRA
“Seharusnya kamu cukup tau diri bahwa posisimu tidak pantas untuk bersanding dengan putriku!” Tegas Prof. Wondo dengan pandangan lurus menatap bangunan di depannya.
“Ketampanan saja tidak cukup untuk membuat suatu rumah tangga menjadi bahagia. Sayangnya putriku tidak sadar akan hal itu! Dia terlalu terpesona padamu!” Pria paruh baya itu melanjutkan tanpa menatap pemuda tampan yang sedang menjadi lawan bicaranya.
“Aku ingin melihat putriku segera menikah dengan lelaki yang mapan dan bertanggung jawab. Selesai wisuda ini, putriku akan melanjutkan karirnya di sebuah perusahaan besar. Jika kamu memang lelaki yang mempunyai harga diri, harusnya kamu malu karena posisi pasanganmu yang mempunyai pendapatan tetap dan karir yang mapan. Sementara kamu? Masih berstatus sebagai seorang mahasiswa kedokteran!”
Perkataan Prof. Wondo ini semakin membuat hati Tantra bergemuruh. Ingin mengabaikan ucapan Guru Besarnya namun ia tak menampik bahwa ucapan itu cukup membuat drop mentalnya.
Tantra mencoba mengumpulkan keberanian untuk membalas ucapan lelaki paruh baya di hadapannya. “Saya berjanji akan mewujudkan impian Masyita. Menjadi dokter sesuai dengan apa yang putri anda minta. Saya berjanji akan membuatnya bahagia.”
“Kapan?” Lugas Prof. Wondo.
“Saya butuh kepastian untuk putri saya! Bukan janji apalagi angan-angan!” Tanpa menunggu jawaban Tantra, Guru Besar Fakultas Kedokteran yang menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Daerah terbesar itu melangkah pergi meninggalkan Tantra yang berdiri sendiri di koridor ruang Auditorium tempat berlangsungnya acara wisuda.
Tantra menarik napas dalam.
Cukup dalam untuk mengisi dadanya yang sedari tadi terasa sesak akibat obrolan berat yang ia lakukan dengan ayah dari kekasih pujaannya.
“Dor!”
Tantra terhenyak saat suara seorang gadis membuatnya kaget.
“Kok ngelamun? Mikirin apa sih?” Tanya Masyita. Seorang gadis cantik yang tengah diperjuangkan oleh Tantra.
“Mikirin kamu!” Jawab Tantra datar.
“Dih, Gombal!” Masyita mengira bahwa ucapan Tantra adalah rayuan.
Tantra tersenyum pada gadis pujaannya itu. Ia tak sampai hati jika Masyita sampai mengetahui bahwa ayahnya tidak merestui hubungan mereka.
“Ayo mas, sudah ditunggu Mama sama Papa tuh.” Masyita menunjuk melalui pandangan mata kearah orang tuanya yang sudah bersiap di mobil.
“Mau kemana?” Tanya Tantra.
“Studio Photo! Setelah itu ke restoran. Papa mau merayakan kelulusanku dengan acara makan-makan. Ayo mas! Jangan membuat Papa menunggu lebih lama.” Masyita menarik lengan Tantra untuk menghampiri orang tuanya.
Tantra mengikuti Masyita. Memandang dengan seksama gadis cantik nan anggun mengenakan kebaya yang tertutup baju toga wisuda berjalan di depannya.
Setibanya di mobil, Masyita langsung masuk dan duduk di samping kemudi.
Prof. Wondo masih berdiri disamping mobil. Seolah bersiap menikam Tantra dengan statementnya lagi.
"Menumpang?" Tanya Prof. Wondo.
Lelaki paruh baya itu lalu menyerahkan kunci mobil pada Tantra.
"Orang yang menumpang pasti cukup tau diri untuk tidak merepotkan pemilik mobil." Kata Prof. Wondo lalu segera masuk kedalam mobil.
Sekali lagi Tantra mengalah. Mengikuti permainan orang yang sangat diidolakan oleh Masyita.
Tantra pun mengantar Masyita dan keluarganya ke tempat yang sudah mereka rencanakan.
Ke studio Photo untuk mengabadikan momen wisuda Masyita. Lalu menuju restoran mewah tempat mereka merayakan keberhasilan Masyita.
Di restoran mewah itu, sekali lagi Tantra merasa ada jarak antara dirinya dengan Prof. Wondo. Meskipun dirinya duduk dihadapan Prof. Wondo, tapi keberadaannya seolah tidak dianggap oleh lelaki itu.
"Selamat ya nak atas keberhasilanmu." Suara bariton khas dari Papa Syita membuka obrolan mereka. "Setelah ini apa rencanamu ke depan nak?"
"Aku ingin bekerja menjadi seorang akuntan di perusahaan besar Pa. Besok aku akan mulai memasukkan surat lamaran kerja." Jawab Masyita
"Papa punya kenalan di PT. Andromeda. Pemilik perusahaan itu adalah pasien papa. sekarang perusahaan itu dikelola oleh putra sulungnya. Papa pernah berbincang-bincang dengan putranya, ternyata dia temen SMA mu dulu.” Prof. Wondo menjelaskan sambil memotong steak di depannya.
"Oh ya? Siapa namanya Pa?" tanya Syita.
"Papa lupa namanya. Dia bilang kalau dulu dia itu salah satu pengagummu di sekolah. Tapi kamu tidak pernah memperdulikannya. Padahal Papa lihat dia anaknya ganteng loh nak, pinter, sukses pula.” Papa Syita tetap berbicara tanpa memperdulikan Tantra di hadapannya.
Tantra mulai sulit menelan potongan steak di mulutnya. Lidahnya terasa hambar untuk sekedar mengecap rasa. Perbincangan Papa Syita dengan putrinya membuat sesak di dada Tantra.
dret.. dret.. dret..
Suara ponsel Prof. Wondo berdering.
Selesai menjawab panggilan itu, Prof. Wondo langsung berdiri, mengajak anak dan istrinya untuk pergi karena ada panggilan mendadak supaya dirinya langsung ke Rumah Sakit.
"Tapi Pa, Syita masih ingin bersama mas Tantra.” Ucap Syita dengan sedikit manja.
Prof. Wondo memandang Tantra dengan cukup tegas seolah mengisyaratkan peringatan untuknya. Tantra mengerti maksud guru besarnya itu walau hanya lewat tatapan mata. Prof. Wondo mengkhawatirkan putrinya karena Tantra tidak membawa kendaraan sendiri.
“Saya akan mengantar Masyita naik taxi. Dan saya pastikan MAsyita kembali kerumah dengan keadaan baik. Professor tidak perlu khawatir.” Ucap Tantra dengan sangat meyakinkan.
Mendengar itu, Prof. Wondo dan istrinya pun pergi meninggalkan restoran itu tanpa berkata lagi.
Tantra dan Masyita melanjutkan acara makan mereka sambil saling bercengkrama. Saling mengucapkan selamat dan mengungkapkan kasih sayang mereka. Hingga potongan terakhir steak masuk ke mulut Tantra, barulah ia tersadar bahwa semua makanan ini belum dibayar.
Tantra pun segera menyelesaikan makanannya dan meminta bill pada pelayan. Seketika matanya membola melihat angka yang muncul pada kertas tagihan itu.
Rp. 2.500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Meski terkejut, tapi Tantra tak menampakkannya di depan Masyita. Ia mengambil kartu debitnya untuk membayar makanan itu. Meski dalam pikirannya ia masih tidak menyangka kalau makanan mereka akan semahal itu.
“Ini daging sapi apa daging paus sih? Mahal amat!” Gumam Tantra dalam hati. “Ludes sudah tabunganku!”
Setelah menyelesaikan pembayaran, Tantra memenuhi janjinya untuk mengantar Masyita pulang kerumah dengan selamat. Sesampainya dirumah Masyita, Ia langsung pamit pulang. Tantra melangkah pergi meninggalkan rumah itu. Setelah beberapa meter menjauh dari sana, Tantra menelpon sahabatnya.
“Halo Ra! Bisa jemput aku enggak?” Kata Tantra pada sahabatnya yang bernama Rania.
“Bisa! kamu lagi dimana?” Tanya Rania melalui sambungan Teleponnya.
“Depan rumah Prof. Wondo. Aku tunggu disini yah? Motorku ketinggalan di kampus.” Jawab Tantra.
“Sama Masyita?” Tanya Rania. Tak dipungkiri hatinya merasa sedikit sesak jika harus melihat kebersamaan Tantra dengan Masyita.
Selama ini Rania memang mencintai Tantra. Mencintai dalam diam. Karena Rania sadar bahwa hati Tatra hanya untuk Masyita. Semua perjuangan Tantra untuk menjadi dokter adalah untuk mewujudkan impian Masyita yang ingin memiliki suami seorang dokter seperti Prof. Wondo, Ayah yang sangat ia banggakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
hasimnely
absen
2023-04-11
1
lutfia
hiih, pingin tak heeeeehhh 👊
2023-03-02
1
Efvi Ulyaniek
ga respect sama ortu nya masyita
2023-01-01
0