Kabar kecelakaan yang menimpa Masyita telah sampai di telinga Mama Rania. Mama Rania yang biasa dipanggil dengan nama Dokter Laras adalah teman Prof. Wondo yang berprofesi sebagai Dokter spesialis kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang dipimpin Prof. Wondo.
Kabar itupun langsung ia teruskan pada putri tersayangnya. Beliau langsung menghubungi Rania dan memberitahu kondisi Masyita.
"Astaghfirulloh!" Rania yang terkaget sontak mencari ponselnya untuk menghubungi Tantra. Rania berkali-kali mencoba memberitahu Tantra, namun tak satupun panggilan teleponnya dijawab oleh Tantra. Rania mulai panik. Ia pun bergegas mengemudikan mobilnya untuk segera menemui Tantra.
Sesampainya di kampus, Rania memberhentikan mobilnya di parkiran depan. Dia turun dan segera berlari menyusuri koridor kampus. Dengan nafas terengah-engah, Rania sampai di depan ruangan tempat sidang skripsi. Dia melihat Tantra sedang duduk di kursi depan ruang tersebut.
"Gimana Skripsinya Tra?" Ucapan Rania terputus-putus karena ia mencoba mengatur napas setelah berlarian.
"Alhamdulillah lancar Ra. Kamu kenapa sih sampe ngos-ngosan gitu?" Tantra bertanya sambil tersenyum kecil melihat Rania dengan heran.
Rani memegang pundak kanan Tantra dengan satu tangannya. "Syita! Masyita kecelakaan Tra! dia butuh donor untuk golongan darah O+."
Tubuh Tantra serasa mati rasa. Tubuhnya beku mendengar berita tersebut. "Sekarang Masyita dimana Ra?" Tanya Tantra dengan wajah kaget pada Rania.
"Di rumah Sakit Internasional. ini! pakai mobilku saja! kita berangkat bareng kesana." Rania menyodorkan kunci mobil ke arah Tantra. Tanpa menunggu lama, Tantra langsung mengambil kunci tersebut dan berlari ke tempat mobil Rania diparkir.
Saat ini mereka berdua tengah diam di dalam mobil. Tantra masih begitu syok mendengar kabar Syita. Banyak sekali yang ia pikirkan dalam benaknya sambil terus berdoa untuk keselamatan Masyita.
Tantra telah sampai di parkiran basement. Dia langsung berlari diikuti Rania dibelakangnya. Tantra menuju pusat informasi untuk menanyakan kamar tempat Masyita dirawat. Ia pun langsung berlari setelah mendapat informasi dari petugas rumah sakit.
Setelah Tantra sampai di depan ruangan yang dimaksud, ia kemudian mengetuk pintu lantas membukanya. Pandangannya langsung tertuju pada Bed Pasien tanpa memperdulikan sekitar. Pandangan matanya menangkap Masyita yang terbaring di atas Bed dengan wajah lemas. Tantra melangkahkan kakinya menuju Bed.
Kedatangan Tantra mengejutkan semua orang yang berada di ruangan itu. Tak terkecuali dengan Masyita. Dia menatap wajah Tantra yang semakin dekat dengannya. Tantra langsung meraih tubuh Masyita ke dada bidangnya, memeluknya dalam dekapan Tantra.
Air mata yang semula menggenang kini mengalir turun di pipi Tantra. Kekhawatiran yang ia rasakan sedari tadi akhirnya menguap berganti perasaan yang entah diketahui dirinya sendiri.
Orang-orang disekitar mereka pun terdiam dalam pikiran mereka masing-masing. Kejadian yang baru dilihat oleh Rania, membuat dadanya sesak. Rania merasa bersyukur melihat Masyita selamat. Tapi hatinya terasa sakit melihat begitu cintanya Tantra pada Masyita. Sebisa mungkin ia menahan air mata yang menggenang supaya tidak menetes di wajahnya.
Begitupun dengan Dito. Ia berusaha sekuat tenaga menahan perasaannya. Emosinya mulai tak terkendali melihat wanita yang sangat dicintainya dipeluk oleh lelaki lain sekalipun kekasihnya sendiri. Meski begitu ia enggan untuk meninggalkan ruangan, enggan untuk meninggalkan Masyita. Dito memilih duduk di sofa dan menggunakan HP nya untuk mengecek pekerjaannya.
Suara Tantra memecah kesunyian diruangan itu. "Bagaimana kondisi kesehatan Masyita Tante?" Tantra bertanya pada mama Syita yang tengah berdiri disamping Bed. "Kamu mengalami benturan di kepala sayang?" Pertanyaan Tantra beralih setelah menyadari kepala Masyita yang terbalut kasa.
"Kata dokter, Syita hanya mengalami luka ringan akibat benturan di kepalanya Nak." Mama Syita yang menjawab pertanyaan Tantra karena melihat begitu khawatirnya Tantra dengan kondisi putrinya.
"Namun Syita mengalami patah tulang kaki yang menyebabkan ia harus istirahat sementara waktu sambil menjalani terapi". Lanjut Mama Syita.
"Apa Syita mengalami pendarahan tante? Info dari Rania tadi Syita membutuhkan transfusi darah." Tanya Tantra lagi.
"Iya nak. Awalnya tante yang mau jadi pendonor. Tapi karena tekanan darah cukup rendah, tante tidak bisa mendonorkan darah. Lalu Papanya Syita segera meminta bantuan mencari pendonor untuk Syita. Beruntung tadi ada nak Dito yang mau mendonorkan darahnya." Mama Syita kemudian mengarahkan pandangannya ke arah Dito.
Tantra mengikuti arah pandangan mama Syita. Hingga ia menyadari bahwa ada laki-laki selain dirinya dan Papa Syita diruangan itu.
Tantra berdiri hendak menghampiri Dito. Namun ia didahului oleh suara Rania. "Dito? Kamu disini? Kenal sama Masyita juga?" Tanya Rania yang juga baru tersadar adanya keberadaan Dito disana.
"Hai Ra! Lama nggak ketemu yah? Masyita itu temanku dari SMA dan sekarang dia jadi akuntan di perusahaan Papaku."
Papa Rania dan Papa Dito adalah rekan bisnis. Mereka tergabung dalam satu Asosiasi Pengusaha di Kota S.
Tantra terhenti sejenak menunggu perbincangan Dito dan Rania selesai. Hingga dia mengulurkan tangannya kepada Dito. "Terimakasih Pak Dito. Anda sudah rela berkorban untuk Masyita. Saya harap anda bersedia memberikan cuti untuk Syita selama masa terapinya beberapa bulan kedepan." Tantra mengatakannya dengan tulus dan tersenyum ke arah Dito.
Dito menerima uluran tangan Tantra dan menjabat tangannya. "Bukan masalah, yang penting kondisi Masyita baik-baik saja."
Obrolan mereka terhenti ketika petugas pembawa makanan untuk Masyita datang dan meletakkan makan malam pasien.
"Biar saya yang menyuapi Syita, bolehkan tante ? Tantra meminta persetujuan pada mama Syita dan dijawab anggukan kepala olehnya.
Tantra kemudian memencet tombol untuk menaikkan bagian atas Bed supaya posisi Masyita bisa sedikit terduduk. Namun pergerakan itu menimbulkan rasa nyeri di kaki Masyita, membuatnya mengaduh kesakitan.
Sontak Dito yang sedari tadi duduk di sofa, langsung berdiri menghampiri Masyita untuk menolongnya. Dito lantas membantu Masyita dengan merentangkan tangannya di balik punggung Masyita untuk menopang badannya.
Tantra merasa aneh dengan sikap Dito. Ia seolah menyadari bahwa ada perhatian lebih dari Dito untuk Masyita. Dan Hal ini pun disadari juga oleh Rania.
"Kakinya masih terasa nyeri ya sayang? Aku taruh bantal di belakang punggung ya biar kamu bisa enak duduknya." Tantra lantas berdiri dan berjalan ke arah tempat tidur untuk penunggu pasien. Ia mengambil bantal tersebut kemudian meletakkannya di balik punggung Syita untuk menggantikan tangan Dito sebagai penyangga.
Tantra kemudian mulai menyuapkan makanan untuk Masyita. Sementara Dito masih terdiam di sisi lain Bed, tepat di sebelah Masyita.
Prof. Wondo yang sedari tadi diam, kemudian berjalan ke arah Dito. Beliau berdiri tepat di sebelah Dito dan merangkul pundaknya seraya berkata "Terimakasih nak Dito. Kamu sudah sangat perhatian pada Syita. Kami berhutang padamu."
"Bukan apa-apa Om. Jangan menganggap itu sebagai hutang." Ucapan tulus Dito membalas kata-kata Prof.Wondo.
Rania yang menyaksikannya seolah mengerti apa yang dirasakan Tantra. Seolah mengerti seberapa sakit hati Tantra sekarang. Mendengar bahwa Papa Syita lebih perhatian pada lelaki lain yang mempunyai perasaan pada putrinya. Dan hal itu seolah sengaja ia tunjukkan di depan kekasih putrinya.
Dan semua itu membuat Tantra merasa tidak berguna untuk Syita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Ifah Fatur
tantra bukan orng kaya tp sbgai ortu harus bijak dg situasi jgn meremehkan begitu, padahal udah tahu tantra kekasih anakny,
2022-09-26
1
pensi
beruntungnya Tantra bersikap demikian tidak didepan seluruh keluarganya masyitah ya 🤭🙈
2022-08-01
2
pensi
kamu salah menyukai seseorang
2022-08-01
2