Keesokan harinya, sebelum mulai beraktivitas masing-masing, Tantra dan Masyita saling memberi semangat melalui telepon. Tantra sangat optimis untuk menghadapi sidangnya dengan bermodal semangat yang diberikan oleh kekasihnya.
Sementara Masyita, ia berangkat ke kantor dengan bahagia dan senyum yang mengembang. Sungguh hatinya merasa senang kali ini. Senyumnya pun serasa tak mau hilang dari bibirnya meski ia sedang sibuk bekerja di kantor.
"Lu kenapa Ta? Senyum terus dari tadi. Perasaan yang dihadapan Lu itu kan cuma angka, apa bagusnya? Heran Gue! Perasaan ngerjain keuangan kan gak ada seru-serunya Ta!" Kata Dian, teman sekantor Masyita.
"Apa jangan-jangan…" Dian berkata sambil memicingkan matanya ke arah Masyita, menatapnya dengan curiga.
"Lu habis dilamar Pak Dito yah?" lanjut Dian.
"Hush! Sembarangan! Bukan itu! Hari ini aku seneng banget! cowokku sidang skripsi, kalau lulus, dia akan ambil profesi buat ambil sumpah jadi dokter. Tinggal satu tahap lagi aku bisa nikah sama dia." Syita menjawab senang sambil memeluk Dian untuk meluapkannya.
"HAH? Lu udah punya cowok? Trus pak Dito tau?" tanya Dian kaget.
"Ya tau lah, waktu cowokku nelpon kemarin juga pas lagi makan sama Pak Dito." jawab Syita.
"Duh, kasian Pak Dito! Cintanya bertepuk sebelah tangan! Coba dia kasih cintanya buat gue, pasti gue kasih dua tangan gue buat dia tepuk tangan." Seloroh Dian
"Kamu ngomong apa sih Di? Pak Dito itu temen aku, udah dari SMA kita jadi teman dekat. Jangan mikir aneh-aneh!" tegas Syita.
"Ni anak! Udah dikasih perhatian sedalem kerak bumi masih gak sadar juga! Malah datar aja kayak talenan! Orang sekantor juga bisa lihat Ta kalau pak Dito itu ada perasaan sama kamu!" kata Dian.
"Udah ah, tambah ngaco! Makan siang yuk! Ajakin anak-anak! Kali ini aku yang bayarin! Di warung seberang kantor aja yah?" Jawab Syita sambil nyengir.
Siang ini adalah waktu yang menegangkan untuk Tantra dan Dito. Tantra dengan sidang Skripsinya. Sedangkan Dito dengan meeting proyek besarnya.
Sementara Syita tengah asyik ngobrol dengan teman-temannya di trotoar jalan hendak makan siang bersama. Mereka berjalan santai lalu menyebrang jalan untuk sampai di warung. Namun saat di tengah jalan ada mobil box yang melaju kencang ke arah Syita dan Dian. Dian memberi isyarat tangan untuk meminta mobil box itu berhenti. Beruntung sang supir sigap dan mengerem mobilnya dengan jarak cukup dekat dengan mereka berdua. Syita dan Dian pun melangkahkan kakinya untuk lanjut menyeberang. Namun ada Sebuah motor sport dari belakang mobil box dengan kecepatan tinggi mengagetkan mereka berdua. Dian reflek menarik tubuh Syita untuk menyelamatkannya. namun,
BRAAAKK !!!!
Tubuh Syita terpelanting di jalan. Dian berteriak histeris dan berlari ke arah tubuh Syita yang tergeletak di tengah jalan. Orang-orang langsung berkerumun dan membantu menolong mereka.
Tak berapa lama, dua ambulan datang untuk membawa Syita dan pengendara motor ke rumah sakit. Kecelakaan yang dialami Masyita langsung ditangani oleh pihak Kepolisian. Pihak keluarga Masyita pun langsung dihubungi untuk datang ke rumah sakit.
Mama Syita yang panik bergegas pergi ke rumah sakit tempat Syita dirawat. Rumah sakit internasional yang tidak jauh dari kantor tempat Syita bekerja. Mama Syita datang bersama suaminya. Dalam kepanikannya, ia terus menggenggam lengan suaminya sambil mulut yang terus bergetar dengan doa-doa untuk putri semata wayangnya.
"Suster! Kami keluarga korban kecelakaan, Masyita Anindya, dia putri kami. Bagaimana keadaannya?" Tanya Papa Syita kepada perawat yang baru keluar dari ruang IGD.
"Bapak tunggu disini dulu, sebentar lagi dokter yang menanganinya akan menjelaskan pada anda." jawab suster tersebut dengan sopan.
Orang tua Syita pun menunggu di lorong putih di depan IGD. Lorong itu kini terasa sunyi dan menegangkan untuk mereka berdua. Mereka duduk menunggu sambil terus menggenggam rapat tangan mereka, takut sesuatu yang buruk terjadi pada putrinya.
Hingga beberapa saat kemudian terdengar panggilan untuk keluarga Masyita Anindya. Mereka bergegas memasuki IGD untuk bertemu dokter yang merawat putrinya.
Andre adalah dokter yang menangani Masyita. Andre adalah murid Prof.Wondo ketika ia masih mahasiswa dulu. Ia lantas berdiri untuk menyalami dosennya itu.
"Professor!" Andre mengulurkan tangannya untuk memberi salam pada Papa Syita.
Papa Syita pun menerima uluran tangannya dan bertanya, "Bagaimana kondisi putriku ?"
"Pasien atas nama Masyita mengalami benturan ringan di kepalanya. Jika dilihat dari memarnya, lukanya tergolong ringan. Namun jika pihak keluarga bersedia, kami bisa melakukan CT.Scan untuk memastikan." Jawab Andre.
Kedua orang tua Masyita masih terdiam menyimak penjelasan dokter Andre. Dokter itu kemudian melanjutkan penjelasannya. "Namun pasien mengalami patah tulang pada bagian kaki kirinya. dan karena kini pasien mengalami pendarahan, kami minta persetujuan dari keluarga untuk melakukan transfusi darah kepada pasien."
"Golongan darah saya sama dengan masyita, ambil darah saya saja dok." Ucap Mama Syita dengan mulut yang bergetar. Mama Syita pun dibawa untuk melakukan tes sebelum pengambilan darah untuk transfusi.
*
Sementara itu di kantor PT. Andromeda tengah terjadi meeting penting untuk proyek besar yang dipimpin Dito Nugroho. Namun tiba-tiba sang asisten menerima info dari sekretarisnya bahwa nona Masyita telah mengalami kecelakaan di depan kantor.
Bayu, sang asisten kemudian mendekati tempat duduk Dito dan membisikkan informasi tersebut kepadanya. Dito yang terkejut langsung berdiri dari kursinya, sontak membuat perhatian peserta rapat beralih kepadanya.
"Mohon maaf, ada hal darurat yang harus saya lakukan. Meeting hari ini saya serahkan kepada asisten saya. Apapun keputusannya adalah persetujuan saya." Selesai bicara, Dito kemudian berbisik pada Bayu "Pastikan hasilnya sesuai dengan yang kita bicarakan kemarin! kamu ambil alih rapat! saya akan ke rumah sakit."
Dito yang sudah keluar dari ruang meeting langsung menemui sekretarisnya. "Masyita dibawa ke rumah sakit mana ?"
"Rumah Sakit Internasional Pak. 1,5 kilometer dari kantor ini." Jawab Sang Sekretaris.
"Siapkan mobil saya di depan!" Dito bergegas turun menggunakan lift untuk sampai di lobby depan.
Sesampainya di rumah sakit, Dito langsung menuju IGD dan bertemu dengan Prof. Wondo.
"Bagaimana kabar Masyita Om?" tanya Dito pada Papa syita.
Belum sempat menjawab pertanyaan Dito, Dokter Andre menghampirinya dan memberitahukan bahwa kondisi Mama Syita tidak memungkinkan untuk diambil darah karena tensinya sangat rendah.
"Maaf Prof, Stok untuk Golongan darah pasien sedang kosong. Kami akan menghubungi PMI untuk meminta bantuan. Mungkin dari pihak keluarga juga bisa mencarikan pendonor untuk pasien." jelas dokter Andre.
Papa Syita langsung menghubungi orangnya di RSUD untuk meminta bantuan.
"Apa golongan darah Masyita Dok?" Tanya Dito.
"Golongan darahnya O+." jawab Dokter Andre.
"Sama dengan golongan darah saya dok! Ambil darah saya saja dok!" Dito lalu dibawa untuk menjalani pengambilan darah.
Beruntung darah Dito berhasil ditransfusikan. Kini mereka bersiap untuk menunggu Syita menjalani operasi untuk patah tulangnya.
Kini Dito, Prof. Wondo dan istrinya tengah menunggu di dekat ruang operasi. Mama Syita duduk sambil tak henti-henti memanjatkan doa untuk keselamatan putrinya. Sementara Papa Syita berjalan menghampiri Dito yang terduduk lemah di depannya karena baru melakukan pengambilan darah. Ia duduk disebelah Dito lalu menepuk pundak Dito.
"Terimakasih nak, kau sudah mau berkorban untuk Masyita." kata Prof. Wondo
"Bukan apa-apa dok. Asalkan Masyita selamat dan dalam kondisi baik. maafkan saya dok. Saya tadi telah lancang memanggil anda dengan sebutan om. saya sangat panik tadi." Dito merasa lancang karena mengubah panggilan untuk orang yang sangat dihormati oleh ayahnya tanpa seizin pemilik Nama.
"Bukan malasah nak. Kau bisa bebas memanggilku apapun. Dan panggilan itu terdengar lebih akrab. Kau bisa memanggilku Om mulai sekarang." Papa Syita tersenyum kearah Dito.
Operasi Masyita telah selesai. Mereka bertiga kemudian menunggu di ruang rawat sampai Masyita diantar kesana. Masyita yang tengah tertidur di atas brankar kemudian diantarkan perawat untuk masuk ke ruang rawat inapnya. Masyita masih belum sadar akibat efek dari bius saat operasi tadi.
Papa Syita mulai menjelaskan kepada istrinya dan pada Dito. "Saat Masyita sadar nanti, efek biusnya akan hilang. Syita akan merasakan nyeri bahkan kesakitan di bagian kakinya yang telah dioperasi. Usahakan Masyita tidak membuat gerakan yang justru akan membuat kakinya semakin sakit. kita harus bisa menenangkannya."
Mama Syita Duduk di samping brankar sambil menggenggam tangan Masyita dengan ditemani Suami di belakangnya. Sementara Dito berdiri di sisi brankar satunya, tepat di sebelah kepala Masyita.
Ketiga orang tersebut menunggu dengan tenang. sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. tak ada satupun dari mereka yang bersuara sampai Syita mulai melenguh pelan sambil menggerakkan kepalanya.
Masyita mencoba membuka matanya perlahan. Ia melihat sekitarnya dan mencoba mengingat kejadian terakhir dan dimana dia sekarang. Pandangannya mulai menyapu sekitar dan memandangi satu persatu orang di sekelilingnya.
"Mama, Syita kenapa Ma? Syita di rumah sakit?" tanya Syita bingung.
“Aduh! kaki Syita sakit Ma. Kaki Syita gak bisa digerakkan. Syita kenapa Ma? Syita mulai mengeluarkan serentetan pertanyaan dengan wajah yang menahan sakit.
"Syita sayang, kamu baru mengalami kecelakaan nak. Baru saja operasi selesai nak. Alhamdulillah semua baik-baik saja." Mama Syita coba menenangkan putrinya.
"Kenapa kakiku tidak bisa digerakkan?" tanya Syita lagi.
"Kamu baru saja menjalani operasi Ta. Memang terasa nyeri dan butuh beberapa kali terapi sampai kakimu bisa berjalan normal lagi." Jawab Dito.
Mendengar Dito bicara, Syita lantas mengarahkan pandangannya ke arah Dito. Menatapnya sesaat kemudian mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan seolah mencari sesuatu.
"Ada apa Ta? Kamu butuh sesuatu?" tanya Dito.
Bukannya menjawab, Syita malah mengalihkan pandangannya ke arah mamanya. "Mas Tantra mana Ma? Apa mas Tantra belum tau kalau Syita kecelakaan?"
Mendengar itu, Papa Syita langsung menghampiri Dito untuk mengajaknya duduk di sofa dekat jendela agak jauh dari brankar tempat Syita terbaring. Beliau seolah mengerti apa yang dirasakan Dito.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Indah Alifah
ini kok ceritanya mirip armita n Zubair saling berkorban mendukung dengn cita2nya pada akhirnya mereka tersakiti karna disuruh nikah dengn org lain
2022-12-13
0
Ifah Fatur
dito udah donorin darah buat masytha,,,, pasti ortuny utang budi suruh nikah am dia secara am tantra ngk suka ortu masyta,
2022-09-26
1
pensi
semoga keadaan masyitah tidak terlalu parah
2022-08-01
2