“Seharusnya kamu cukup tau diri bahwa posisimu tidak pantas untuk bersanding dengan putriku!” Tegas Prof. Wondo dengan pandangan lurus menatap bangunan di depannya.
“Ketampanan saja tidak cukup untuk membuat suatu rumah tangga menjadi bahagia. Sayangnya putriku tidak sadar akan hal itu! Dia terlalu terpesona padamu!” Pria paruh baya itu melanjutkan tanpa menatap pemuda tampan yang sedang menjadi lawan bicaranya.
“Aku ingin melihat putriku segera menikah dengan lelaki yang mapan dan bertanggung jawab. Selesai wisuda ini, putriku akan melanjutkan karirnya di sebuah perusahaan besar. Jika kamu memang lelaki yang mempunyai harga diri, harusnya kamu malu karena posisi pasanganmu yang mempunyai pendapatan tetap dan karir yang mapan. Sementara kamu? Masih berstatus sebagai seorang mahasiswa kedokteran!”
Perkataan Prof. Wondo ini semakin membuat hati Tantra bergemuruh. Ingin mengabaikan ucapan Guru Besarnya namun ia tak menampik bahwa ucapan itu cukup membuat drop mentalnya.
Tantra mencoba mengumpulkan keberanian untuk membalas ucapan lelaki paruh baya di hadapannya. “Saya berjanji akan mewujudkan impian Masyita. Menjadi dokter sesuai dengan apa yang putri anda minta. Saya berjanji akan membuatnya bahagia.”
“Kapan?” Lugas Prof. Wondo.
“Saya butuh kepastian untuk putri saya! Bukan janji apalagi angan-angan!” Tanpa menunggu jawaban Tantra, Guru Besar Fakultas Kedokteran yang menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Daerah terbesar itu melangkah pergi meninggalkan Tantra yang berdiri sendiri di koridor ruang Auditorium tempat berlangsungnya acara wisuda.
Tantra menarik napas dalam.
Cukup dalam untuk mengisi dadanya yang sedari tadi terasa sesak akibat obrolan berat yang ia lakukan dengan ayah dari kekasih pujaannya.
“Dor!”
Tantra terhenyak saat suara seorang gadis membuatnya kaget.
“Kok ngelamun? Mikirin apa sih?” Tanya Masyita. Seorang gadis cantik yang tengah diperjuangkan oleh Tantra.
“Mikirin kamu!” Jawab Tantra datar.
“Dih, Gombal!” Masyita mengira bahwa ucapan Tantra adalah rayuan.
Tantra tersenyum pada gadis pujaannya itu. Ia tak sampai hati jika Masyita sampai mengetahui bahwa ayahnya tidak merestui hubungan mereka.
“Ayo mas, sudah ditunggu Mama sama Papa tuh.” Masyita menunjuk melalui pandangan mata kearah orang tuanya yang sudah bersiap di mobil.
“Mau kemana?” Tanya Tantra.
“Studio Photo! Setelah itu ke restoran. Papa mau merayakan kelulusanku dengan acara makan-makan. Ayo mas! Jangan membuat Papa menunggu lebih lama.” Masyita menarik lengan Tantra untuk menghampiri orang tuanya.
Tantra mengikuti Masyita. Memandang dengan seksama gadis cantik nan anggun mengenakan kebaya yang tertutup baju toga wisuda berjalan di depannya.
Setibanya di mobil, Masyita langsung masuk dan duduk di samping kemudi.
Prof. Wondo masih berdiri disamping mobil. Seolah bersiap menikam Tantra dengan statementnya lagi.
"Menumpang?" Tanya Prof. Wondo.
Lelaki paruh baya itu lalu menyerahkan kunci mobil pada Tantra.
"Orang yang menumpang pasti cukup tau diri untuk tidak merepotkan pemilik mobil." Kata Prof. Wondo lalu segera masuk kedalam mobil.
Sekali lagi Tantra mengalah. Mengikuti permainan orang yang sangat diidolakan oleh Masyita.
Tantra pun mengantar Masyita dan keluarganya ke tempat yang sudah mereka rencanakan.
Ke studio Photo untuk mengabadikan momen wisuda Masyita. Lalu menuju restoran mewah tempat mereka merayakan keberhasilan Masyita.
Di restoran mewah itu, sekali lagi Tantra merasa ada jarak antara dirinya dengan Prof. Wondo. Meskipun dirinya duduk dihadapan Prof. Wondo, tapi keberadaannya seolah tidak dianggap oleh lelaki itu.
"Selamat ya nak atas keberhasilanmu." Suara bariton khas dari Papa Syita membuka obrolan mereka. "Setelah ini apa rencanamu ke depan nak?"
"Aku ingin bekerja menjadi seorang akuntan di perusahaan besar Pa. Besok aku akan mulai memasukkan surat lamaran kerja." Jawab Masyita
"Papa punya kenalan di PT. Andromeda. Pemilik perusahaan itu adalah pasien papa. sekarang perusahaan itu dikelola oleh putra sulungnya. Papa pernah berbincang-bincang dengan putranya, ternyata dia temen SMA mu dulu.” Prof. Wondo menjelaskan sambil memotong steak di depannya.
"Oh ya? Siapa namanya Pa?" tanya Syita.
"Papa lupa namanya. Dia bilang kalau dulu dia itu salah satu pengagummu di sekolah. Tapi kamu tidak pernah memperdulikannya. Padahal Papa lihat dia anaknya ganteng loh nak, pinter, sukses pula.” Papa Syita tetap berbicara tanpa memperdulikan Tantra di hadapannya.
Tantra mulai sulit menelan potongan steak di mulutnya. Lidahnya terasa hambar untuk sekedar mengecap rasa. Perbincangan Papa Syita dengan putrinya membuat sesak di dada Tantra.
dret.. dret.. dret..
Suara ponsel Prof. Wondo berdering.
Selesai menjawab panggilan itu, Prof. Wondo langsung berdiri, mengajak anak dan istrinya untuk pergi karena ada panggilan mendadak supaya dirinya langsung ke Rumah Sakit.
"Tapi Pa, Syita masih ingin bersama mas Tantra.” Ucap Syita dengan sedikit manja.
Prof. Wondo memandang Tantra dengan cukup tegas seolah mengisyaratkan peringatan untuknya. Tantra mengerti maksud guru besarnya itu walau hanya lewat tatapan mata. Prof. Wondo mengkhawatirkan putrinya karena Tantra tidak membawa kendaraan sendiri.
“Saya akan mengantar Masyita naik taxi. Dan saya pastikan MAsyita kembali kerumah dengan keadaan baik. Professor tidak perlu khawatir.” Ucap Tantra dengan sangat meyakinkan.
Mendengar itu, Prof. Wondo dan istrinya pun pergi meninggalkan restoran itu tanpa berkata lagi.
Tantra dan Masyita melanjutkan acara makan mereka sambil saling bercengkrama. Saling mengucapkan selamat dan mengungkapkan kasih sayang mereka. Hingga potongan terakhir steak masuk ke mulut Tantra, barulah ia tersadar bahwa semua makanan ini belum dibayar.
Tantra pun segera menyelesaikan makanannya dan meminta bill pada pelayan. Seketika matanya membola melihat angka yang muncul pada kertas tagihan itu.
Rp. 2.500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Meski terkejut, tapi Tantra tak menampakkannya di depan Masyita. Ia mengambil kartu debitnya untuk membayar makanan itu. Meski dalam pikirannya ia masih tidak menyangka kalau makanan mereka akan semahal itu.
“Ini daging sapi apa daging paus sih? Mahal amat!” Gumam Tantra dalam hati. “Ludes sudah tabunganku!”
Setelah menyelesaikan pembayaran, Tantra memenuhi janjinya untuk mengantar Masyita pulang kerumah dengan selamat. Sesampainya dirumah Masyita, Ia langsung pamit pulang. Tantra melangkah pergi meninggalkan rumah itu. Setelah beberapa meter menjauh dari sana, Tantra menelpon sahabatnya.
“Halo Ra! Bisa jemput aku enggak?” Kata Tantra pada sahabatnya yang bernama Rania.
“Bisa! kamu lagi dimana?” Tanya Rania melalui sambungan Teleponnya.
“Depan rumah Prof. Wondo. Aku tunggu disini yah? Motorku ketinggalan di kampus.” Jawab Tantra.
“Sama Masyita?” Tanya Rania. Tak dipungkiri hatinya merasa sedikit sesak jika harus melihat kebersamaan Tantra dengan Masyita.
Selama ini Rania memang mencintai Tantra. Mencintai dalam diam. Karena Rania sadar bahwa hati Tatra hanya untuk Masyita. Semua perjuangan Tantra untuk menjadi dokter adalah untuk mewujudkan impian Masyita yang ingin memiliki suami seorang dokter seperti Prof. Wondo, Ayah yang sangat ia banggakan.
"Ra, ada info kerjaan part-time gak ? Lagi butuh pemasukan nih.” Tanya Tantra sambil mengemudikan mobil.
Kini mereka berdua sedang ada di mobil dalam perjalanan menuju kampus.
"Emang kenapa kamu butuh uang?" Rania masih berpikir untuk mencarikan pekerjaan untuk Tantra.
"Buat nambah tabunganku Ra! Tabunganku ludes! Padahal uang itu mau aku pake buat bayar praktek bulan depan." Tantra pun menceritakan kejadian di restoran pada Rania. Bukannya simpati, Rania justru tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya.
"Wah, kamu kena prank Prof. Wondo ya Tra?" kata Rania dengan tertawa lebar. "Masih untung duitmu cukup buat bayar! Kalau enggak, bisa cuci piring dong di dapur restoran? udah dandan cakep masak cuci piring?” ujar Rania sambil memegangi perutnya.
"Kamu Ra! Teman susah malah diketawain! Ini namanya pengorbanan demi cinta Ra! Makanya kamu buruan punya cowok biar tau gimana pengorbanannya!"
"Makan tuh cinta! Sekarang jadi ngelus dada kan gara-gara uangmu amblas ! Ha..ha..ha.." Ejek Rania.
Rania yang masih tertawa sambil menepuk pundak Tantra disampingnya. Tantra hendak menangkis tangan Rania, namun tanpa sadar dia justru menggenggam telapak tangan sahabatnya itu. Pandangan mereka pun bertemu untuk beberapa saat tetapi Tantra langsung mengalihkan pandangan ke depan untuk fokus mengemudi.
Sontak Rania melepaskan tangannya dari genggaman Tantra. Ia mencoba menetralkan perasaannya. Rania memulai obrolan lagi untuk memecah keheningan sesaat.
“Ehem, Tra! Gimana kalau kita bikin bisnis buat nambah penghasilan? Lumayan kan?” Rania mencoba memberi solusi.
“Bikin bisnis kan juga butuh modal Ra! Tabunganku aja ludes! Gimana punya modal buat bikin bisnis?” Sahut Tantra.
“Jangan pesimis dulu dong! Nih ya aku kasih tau kamu.” Rania berbicara sambil mengubah posisi duduknya menghadap Tantra. “Ada lahan di sebelah tempat praktek Mamaku. Lumayan besar sih ukurannya. Ada tempat parkir yang cukup luas juga di depannya. Lokasinya cukup strategis karena tepat di pinggir jalan raya, dekat kampus pula!”
“Itu kan bisnis keluargamu Ra! Nanti deh aku buatin ide bisnis buat tempat itu. Sekarang aku masih fokus mencari penghasilan tambahan dulu buat bayar ujian terakhir nanti.” Jawab Tantra masih fokus dengan jalanan di depannya.
Rania kembali menawarkan solusi pada Tantra. Ia meminta Tantra membuat proposal ide bisnis yang akan diserahkan kepada Papanya. Jika Papa Rania setuju, maka mereka akan membeli ide bisnis Tantra itu untuk mereka bangun.
Tantra pun setuju dengan usulan Rania karena mengetahui Papa Rania adalah salah satu pengusaha di Kota ini. Tantra yakin jika keluarga Rania akan bersikap profesional dan mampu menilai dengan tepat proposal bisnis yang akan ia buat.
Tantra akan mengusahakan apapun supaya bisa segera lulus dari sarjana kedokterannya, menjadi dokter dan menikahi Masyita. Tantra ingin membuktikan kepada Prof. Wondo bahwa dirinya mampu untuk membahagiakan Masyita.
Sementara itu, Prof. Wondo sedang makan siang dengan salah satu pasiennya. Beliau sengaja membuat janji dengan pasiennya yang bernama Tuan Surya Nugroho bermaksud untuk meminta bantuan beliau supaya Masyita bisa bekerja di Perusahaan Tuan Surya.
Ya, Tuan Surya adalah pemilik PT. Andromeda. Perusahaan besar yang menjadi impian Masyita.
Sesuatu hal yang tidak disangka oleh Prof. Wondo, Tuan Surya ternyata mengajak Putranya yang menjabat sebagai direktur di perusahaan itu.
Prof. Wondo memandang dengan kagum pemuda dihadapannya. Pemuda tinggi tegap dengan penampilan layaknya eksekutif muda yang terlihat smart dan meyakinkan.
“Ini Dito kan? Putra pertama Tuan Surya? Teman Masyita sewaktu SMA dulu kan?” Tanya Prof. Wondo dengan senyum mengembang yang tak lepas bibirnya.
“Benar Dok. Saya Dito, teman Masyita. Senang rasanya karena Dokter masih mengingat saya.” Jawab Dito ramah.
Sambil beramah-tamah, Prof. Wondo mulai menyampaikan maksudnya kepada Ayah dan anak yang duduk di hadapannya. Dito yang sedari tadi mendengarkan dengan seksama, mulai bereaksi atas apa yang disampaikan oleh Dokter kepercayaan ayahnya tersebut.
Dito pun memberikan kontak person yaitu kepala HRD di perusahaannya dan mengatakan kalau PT. Andromeda sedang membutuhkan seorang Akuntan.
Dengan senang hati, Prof. Wondo menerima tawaran dari Dito. Setelah urusan mereka selesai, Prof. Wondo pun segera pulang untuk memberitahu Putrinya tentang kabar tersebut tanpa memberitahu bahwa semua informasi yang didapatkan berasal dari Dito.
Begitu sampai di rumahnya, Prof. Wondo bergegas mencari keberadaan sang putri. Ia langsung memberitahu Masyita tentang peluang karir di PT. Andromeda.
Masyita yang mendengar berita dari sang Papa pun sangat gembira. Ia sudah tidak sabar ingin segera mengajukan lamaran di perusahaan tersebut.
Masyita pun menghubungi Tantra dan menceritakan bahwa kesempatan karirnya kini didepan mata. Mendengar kekasih hatinya begitu bahagia, Tantra pun seperti larut dalam suasana hati Masyita.
Tantra juga memberi kabar bahwa dirinya akan memulai bisnis dengan Rania dengan membuka sebuah cafe di sebelah tempat praktek Dokter Laras, Mamanya Rania.
Seketika senyum itu hilang dari bibir Masyita saat ia mulai mendengar nama Rania disebut oleh Tantra. Dari dulu Masyita merasa cemburu atas hubungan persahabatan antara Tantra dan Rania. Persahabatan yang terlalu dekat.
Meski dirinya yakin bahwa Tantra adalah tipe lelaki setia. Masyita bisa membuktikan itu dari semua pengorbanan Tantra yang sudah dilakukan untuk dirinya.
Dengan semua semangat yang diberikan Tantra, Masyita pun bersiap untuk mengajukan lamaran ke PT. Andromeda.
Di luar dugaannya, Masyita langsung menjalani interview dengan kepala HRD dan dirinya langsung diterima saat itu juga.
Sungguh Masyita sangat senang dan mengira semua ini adalah karena kemampuan dan kepintarannya.
Sementara itu, di sebuah ruangan yang luas dan tertata cukup elegan. Duduk seorang lelaki tampan yang sedang serius mempelajari berkas-berkas di hadapannya. Hingga suara sang asisten merubah fokusnya.
"Ini Tuan Muda, hasil interview Nona Masyita.” Ujar Bayu, sang asisten, seraya menyerahkan berkas hasil interview.
"Apa perlu kami tempatkan sebagai sekretaris anda Tuan ?" Lanjutnya.
"Tidak perlu! Dia ingin jadi akuntan! Jadi berikan dia posisi di bagian keuangan!" Kata Dito tegas.
"Tapi.. dalam satu minggu kedepan, pindahkan bagian keuangan ke lantai 12!" Lanjut Dito.
"Maaf Tuan. Bukankah lantai 12 ini khusus Direktur?" Tanya Bayu.
"Iya! Pindahkan saja! Aku ingin satu lantai dengannya supaya aku bisa melihatnya setiap datang dan akan pulang kantor." jelas Dito
Dito sudah menyelesaikan berkas yang harus ditandatanganinya. Sambil menutup berkas ia bertanya lagi pada Bayu. "Apa dia masih di ruang HRD?"
"Tidak Tuan. Nona sudah sudah turun karena interviewnya sudah selesai sekitar 10 menit yang lalu. Sepertinya Nona masih ada di lobby depan." Jawab Bayu.
"Baiklah aku akan menyusulnya. Tolong sampaikan pada security untuk menyiapkan mobilku di depan." Dito langsung pergi dari ruangannya dan turun ke lobby untuk mengantar Masyita pulang.
Setelah sampai di lobby, Dito melihat Masyita sedang duduk sambil memainkan ponselnya. Ia memperhatikan wajah ceria yang sangat dirindukannya. Dengan sangat hati-hati, Dito mulai menyapa Masyita.
"Hai Ta, Long time no see ya? Akhirnya kita bisa bertemu disini" Sapa Dito.
Masyita segera menyimpan Telepon selulernya. Ia menatap pemuda di depannya dengan alis mengernyit sambil memanggil memori otaknya untuk mengenali pemuda tersebut.
“Dito? Dito Nugroho kan?” Masyita mulai mengenali wajah teduh itu.
Seketika memorinya tersambung cepat.
“Eits, tunggu! Dito Nugroho berarti putra Surya Nugroho?” Masyita kaget dengan menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan. “Dito Nugroho? Kamu Direktur PT. Andromeda kan?”
Dito tersenyum lalu menanyakan keperluan Masyita datang ke kantornya. Ia menjalani perannya yang tidak tahu-menahu urusan Masyita melamar di perusahaan miliknya.
Masyita pun menjelaskan urusannya di kantor tersebut. Ia juga memberitahukan bahwa dirinya telah diterima di perusahaan tersebut dan akan mulai bergabung pekan depan.
Setelah cukup lama berbincang, Dito lantas mengajak Masyita untuk makan siang dengannya. Namun Masyita menolak halus ajakan Dito.
"Maaf To. Aku sudah ada janji dengan mas Tantra, dia mau jemput aku di parkiran basement."
Sedetik kemudian HP Masyita berdering. Ada panggilan dari Tantra. Masyita pun pamit pada Dito.
Dito hanya bisa melihat gadis yang sangat ia kagumi itu pergi sambil bergumam dalam hatinya "Aku pasti bisa mendapatkanmu Ta! Suatu saat aku akan berusaha menjadikanmu Nyonya Masyita Nugroho!"
Dito sudah berteman dengan Masyita sejak SMA. Dari kelas satu sampai kelas tiga mereka selalu bersama. Selama tiga tahun Dito menjadi teman baik Masyita dan selama tiga tahun itu juga Dito dengan rapi menyimpan perasaannya terhadap Masyita.
Seperti cara Tantra jatuh cinta pada Masyita, seperti itu pula cara Dito jatuh cinta. Cintanya muncul saat pertama kali melihat senyum dari wajah manis Masyita saat mereka masih menjadi siswa baru.
Namun Dito kalah langkah. Saat ia hendak menyatakan rasa pada perempuan yang sudah merenggut hatinya, ia justru harus merasakan sakitnya rasa patah hati karena melihat Tantra, sang kakak kelas yang menjabat ketua OSIS mendapat balasan cinta dari Masyita.
Dito mengalah. Ia memilih untuk memendam rasa dan berjanji bahwa rasa itu akan tetap ada untuk Masyita hingga wanita pujaannya kelak menjadi pendamping hidupnya.
Seperti saat ini, dia mengalah dan membiarkan Masyita pulang bersama Tantra.
Gadis cantik itu berjalan dengan senyum ceria menuju basement. Dengan langkah cepat ia mendekat ke arah pemuda tampan berkulit putih dengan rahang yang tegas yang sedang duduk diatas motor matic.
“Mas Tantra…!” Masyita memanggil pemuda yang sudah lama mengisi hatinya.
Tantra turun dari motornya, ia berdiri untuk menyambut Masyita. Postur tubuh Tantra yang tinggi tegap itu menyita perhatian karyawati yang berada disekitar mereka. Namun Tantra acuh karena perhatiannya kini hanya terpusat pada wanita dihadapannya.
“Gimana interviewnya? Lancar?” Tanya Tantra.
“Aku diterima mas! Mulai minggu depan aku udah jadi seorang akuntan!” Masyita bersorak mengungkapkan perasaan bahagianya pada Tantra.
Senyum menyembang muncul dari bibir Tantra. Ia memeluk tubuh ramping Masyita untuk menyatakan rasa bahagianya.
Sadar bahwa mereka sedang berada di lingkungan kantor, Tantra segera melepas pelukannya. Ia melihat Masyita yang menjadi kaku dan salah tingkah. Tatra lalu mengambil helm dan ia berikan kepada Masyita.
Masyita menerima helm itu sambil melihat sekelilingnya.
“Kenapa? Malu karena aku jemput naik motor? Motor matic lagi.” Tanya Tantra
Masyita menggelengkan kepalanya perlahan. “Bukan itu. Aku risih karena ada banyak perempuan yang menatap kagum pada mas Tantra.” Jawab Masyita dengan menunjukkan wajah cemberutnya.
“Sayang cemburu?” Tantra menundukkan kepalanya sejajar dengan wajah Masyita.
Gadis manis itu menunduk dengan bibir manyun. Tak menjawab pertanyaan kekasihnya.
Tantra lalu mengangkat dagu Masyita dengan jemarinya. Ia menatap lembut mata indah itu dan berkata, "Bahkan jika aku tertarik pada salah satu dari mereka, aku tidak akan mampu memberikan rasa dihatiku untuk mereka. Kamu tau kan kenapa? Karena hatiku sudah kau pegang. Kau pemilik hatiku sepenuhnya.”
Tantra mengusap lembut sisa rambut di kening Masyita. Perlakuan manis Tantra ini selalu berhasil meluluhkan hati Masyita. Membuatnya sangat bahagia dengan pemuda yang sudah banyak berkorban untuknya.
Mereka mulai menaiki motor matic dan segera pergi meninggalkan gedung tersebut. Tantra mengajak Masyita untuk makan siang di warung pinggir jalan. Salah satu hal yang menjadi alasan Tantra sangat mencintai Masyita adalah gadis itu mau menerima apapun kondisi Tantra.
Meski berasal dari keluarga yang cukup berada karena Papanya yang menjabat sebagai Direktur rumah sakit terbesar di wilayah Timur, Nyatanya tak membuat Masyita gengsi untuk makan di warung pinggir jalan. Asal bersama Tantra, ia rela berpanas-panasan di jalan.
Hingga langit berubah warna menjadi jingga yang menandakan sudah memasuki sore hari. Tantra memutuskan untuk mengantar Masyita pulang ke rumahnya. Tantra hanya mengantar sampai di depan gerbang rumah. Ia tak berniat untuk masuk ke rumah Masyita karena tidak ingin bertemu Prof. Wondo.
Masyita turun dari motor dan melepas helmnya. “Makasih ya mas, udah sempatkan waktu untuk menjemput Syita.” Ucap Masyita dengan binar bahagia yang tampak dari matanya.
“Sama-sama sayang.” Jawab Tantra. “Ta, em… Mas mau minta maaf yah. Mungkin beberapa waktu kedepan aku akan sibuk dan gak bisa antar jemput kamu.”
Raut wajah Masyita mulai berubah. Muncul gurat kesedihan yang ia tunjukkan. “Kenapa mas?”
“Aku ada project bisnis dengan Rania. Rencananya bisnis itu akan dimulai. Mungkin aku akan sedikit sibuk.” Jelas Tantra.
Raut wajah Masyita semakin berubah saat mendengar nama Rania. Perasaan Marah, sedih dan kecewa mulai tergambar di wajahnya. Meski ia sendiri tidak memahami apa yang dirasakan hatinya.
“Hei, kenapa cemberut?” Tantra meraih tangan Masyita dan menggenggamnya. “Aku sedang mengumpulkan uang untuk melunasi tunggakan biaya kuliahku karena pengajuan Skripsiku disetujui. Doakan yah supaya semua lancar dan aku bisa segera lulus. Biar kita bisa cepat nikah.” Ucap Tantra dengan memandang lekat wajah Masyita.
Senyum mengembang terbentuk di wajah Masyita. Gadis itu lalu melepaskan tangannya dari genggaman tangan Tantra. Ia usap pipi pemuda yang sangat dicintainya. “Semoga semua lancar yah Mas. Semoga kita bisa segera bersatu.”
Satu lagi kenangan indah yang mereka buat dan terekam dalam memori yang akan selalu mereka ingat. Perjuangan mereka kini selangkah lebih dekat menuju impian yang telah lama mereka inginkan. Meskipun mereka harus menanggung konsekuensi untuk jarang bertemu karena kesibukan masing-masing.
Tantra yang menjadi sangat sibuk karena harus mengurusi skripsi dan bisnisnya bersama Rania. Sedangkan Masyita juga sibuk karena sudah mulai bekerja di perusahaan milik Dito.
Sudah beberapa bulan Masyita bekerja di PT. Andromeda. Hubungannya dengan Dito kini semakin dekat karena intensitas pertemuan mereka yang semakin sering. Hampir setiap hari Dito selalu menyempatkan diri untuk mengajak Masyita makan siang bersama. Tak cukup dengan itu, Dito juga selalu bersiap saat pulang kantor untuk mengantarkan Masyita pulang kerumah.
Dengan sabar dan perlahan Dito mencoba mendapatkan hati Masyita. Dia lakukan mulai dengan memberikan perhatian-perhatian kecil pada Syita seperti menemani saat Masyita lembur kerja.
Dan kesempatan seperti sekarang yang ia dapatkan. Saat Masyita hendak menyerahkan laporan keuangan bulanan kepada Dito.
Tok Tok Tok,
Suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangan Dito. "Iya Masuk" Sahut Dito yang masih serius dengan laptopnya.
Masyita kemudian membuka pintu dan memasuki ruangan kerja yang luas dikelilingi dinding dengan wallpaper berwarna gelap dengan diterangi cahaya lampu di setiap garis sudut membuat kesan privasi dan elegan.
Mengetahui Masyita yang masuk, Dito lantas meninggalkan laptopnya dan berjalan mendekat. Ia mempersilahkan Masyita untuk duduk di Sofa merah yang terletak di seberang meja kerjanya.
Dito seringkali memperlakukan Masyita agak berbeda dengan karyawan lainnya karena wanita ini memang memiliki tempat istimewa di hatinya.
Masyita yang telah duduk bersebelahan dengan Dito kemudian menyerahkan berkas yang berisi laporan keuangan yang selesai ia kerjakan. "Ini Pak laporan keuangan minggu ini".
Dito menerimanya dan meletakkan berkas itu diatas meja begitu saja seolah tidak tertarik untuk membacanya. "Kalau lagi tidak ada orang seperti ini, jangan panggil aku Pak! Cukup Dito! Seperti kamu biasa memanggilku." Lugas Dito sambil menatap ke arah Masyita dengan intens. Masyita tak menjawab apapun dan hanya tersenyum tipis pada Dito.
"Aku sudah memesan makanan. Kita makan siang di ruanganku saja ya?" ajak Dito.
"Tapi... sebenarnya aku ingin makan siang bersama anak-anak kantor. Aku ingin lebih akrab dengan mereka. Gak papa kan?" Masyita menolak secara halus ajakan Dito.
"Oke! Besok kamu bisa makan bareng mereka karena besok aku ada meeting sampai siang. Tapi kali ini, kamu makan disini yah? Aku sudah terlanjur pesan makanan buat kamu loh, kan mubazir kalau gak dimakan." jawab Dito.
Masyita pun menuruti permintaan Dito dengan makan siang bersama di ruangannya. Dan saat mereka sedang makan, Tiba-tiba terdengar suara panggilan masuk di HP Masyita.
"Assalamualaikum Mas." Masyita memberi salam.
📞 "Wa'alaikumussalam, sayang masih dikantor yah? Maaf yah ganggu sebentar. Aku cuma mau bilang kalau besok aku mau sidang skripsi. Doakan semua lancar ya sayang."
"Iyah mas. Bismillah ya mas, Syita doakan semua lancar, mas Tantra bisa lulus." Jawab Masyita dengan Senyum merekah di bibirnya.
📞 "Insya Allah besok sore aku jemput pulang kantor yah? Kita makan malam berdua yah?""
“Iya, Syita tunggu besok sore ya mas. Semangat mas Tantra sayang!" Ucap Masyita memberi semangat. Tak dapat dipungkiri kalau sekarang Masyita merasa sangat bahagia mendengar kabar dari Tantra. Karena sekali lagi, ini adalah kemajuan tahap hubungan mereka.
Sementara Dito yang sedang makan seolah tidak peduli dengan obrolan Masyita dengan kekasihnya. Meski tak dipungkiri hatinya merasa sesak ketika mendengar Masyita mengucap kata sayang untuk Tantra. Dito berusaha tenang dan sabar agar tujuannya tercapai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!