Mengejar Cinta Si Dingin

Mengejar Cinta Si Dingin

Cinta Pandangan Pertama

Semasa SMP, Alya tidak pernah berpikir untuk pacaran dengan lelaki manapun. Ia dekat dengan banyak teman laki-laki. Tapi mereka hanya dianggap teman saja bagi Alya, tidak lebih. Kini Alya sudah menjadi siswi SMA, ia berpikir untuk merasakan cinta remaja kali ini.

Di hari pertamanya sekolah, sangat disayangkan ayahnya tidak dapat mengantarkannya karena urusan pekerjaan. Padahal, sesibuk apapun ayahnya tetap selalu mengantar Alya. Entahlah, apa karena Alya sudah SMA sehingga ia tidak ingin memanjakan Alya lagi, siapa yang tahu?

Ia menaiki ojek online menuju ke sekolahnya. Ia sedikit gugup karena masuk di kelas IPA, ayahnya yang seenaknya mendaftarkan. Padahal ia tahu Alya sangat payah di pelajaran eksakta. Terlebih, ia harus masuk di kelas terakhir, kelas 10 IPA 12. Dimana, kelas terakhir itu rumornya berisi orang yang paling bawah urutannya di pelajaran eksakta. Bahkan, kelas dengan ujungnya IPA 12 dijuluki kelas siswa gagal oleh kelas yang lainnya.

"Pak, ngebutan dikit, dong. Saya takut telat di hari pertama sekolah," ucap Alya memburu-burui driver ojol itu.

"Iya, sabar ya, Neng. Buru-buru juga nggak baik, nanti jadi bahaya," jawab driver itu santai.

Alya tidak dapat menuntut banyak dan diam bersabar. Lampu merah terasa sangat lambat di saat-saat seperti ini. Ini membuat Alya bosan memandangi padatnya jalanan. Ia memandang sisi lain jalan. Terlihat seorang laki-laki memarkirkan motornya dan menghampiri seorang nenek.

"Cowok itu ngapain sih? Wih, dilihat-lihat cakep juga motornya." Alya bicara pelan.

"Ma syaa Allah, mau bantu nenek itu nyebrang ternyata. Baik banget, sih. Fix sih, ini, cowok idaman banget. Mana ganteng lagi, tuh cowok," batin Kila mengucap kagum.

Lelaki itu sudah selesai menyebrangi si nenek. Tampak sikap yang begitu sopan dari si lelaki. Ia kembali menyebrang jalan untuk mengambil motornya. Saat ingin menengok ke kiri dan kanan, tatapan matanya bertemu dengan Alya.

"Aa, seragam sekolahnya sama dengan punyaku. Duh, repot nih kalau ada yang tahu kalau aku sesantai ini di hari pertama sekolah," ucapnya pelan.

Alya menjadi salah tingkah karena lelaki itu menatapnya cukup lama. Ia makin salah tingkah lagi karena lelaki itu berjalan menuju dirinya. Semakin dekat dengan Alya, dan Alya yang tidak tahan dengan momen inipun menunduk sebagai perlindungan.

"Hey, kamu satu sekolah denganku. Jangan bilang ke siapa-siapa soal yang kamu lihat tadi, ya." Lelaki itu berucap pada Alya. Merasa diajak bicara, Alya memperhatikan dan seketika mengangguk secara natural.

"Aaa, ternyata satu sekolah. Ya Allah, apa dia jodohku? Terus, tiba-tiba didatangi begitu sama dia. Fix, sih, aku suka sama dia kayaknya," batin Alya.

"Baik banget, Neng, temennya. Rendah hati gitu, biar nggak ada yang tahu kalau dia abis nolongin nenek tadi nyebrang," ujar driver ojol.

"Ee... bukan teman saya, Pak. Baru juga ketemu tadi. Tapi emang sih, Pak. Baik banget dia. Siapa sih dia?" Alyapun bertanya-tanya.

"Duh, aku jadi kepikiran dia terus-terusan, apa ini yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama?" pikir Alya.

Sepanjang perjalanan menuju sekolahnya, Alya tidak berhenti memikirkan lelaki itu. Lelaki tampan, memiliki motor keren, ramah, baik hati, dan rendah hati. Setidaknya, itulah kesan pertama Alya kepada laki-laki itu. Ia mengira-ngira, apakah mereka seangkatan? Apakah mereka sekelas? Apakah ia dapat bertemu lagi dengan lelaki yang membuatnya fall in love at first sight.

"Neng, udah sampai, nih. Katanya buru-buru biar nggak telat. Cepetan, lho, Neng, ntar telat beneran, lho," ucap driver ojol itu mengingatkan. Alya langsung tersadar dan buru-buru masuk ke sekolahnya.

"Makasih banyak, ya, Pak. Untung bapak ingatkan. Nih, Pak, kembaliannya buat bapak aja," ucap Alya.

"Neng, ini kembaliannya banyak banget. Uang merah gini, padahal ongkosnya cuman 15 ribu. Baik bener, dah, serasi banget sama laki-laki yang kita jumpai di jalan tadi. Saya doain Eneng bisa ketemu sama laki-laki tadi dan jadi jodoh, aamiin," ujar driver ojol itu. Ia seperti berbicara sendiri dengan isi bicaranya adalah mendoakan kebaikan untuk Alya. Siapa tahu, kebaikan Alya itu terbalas, dan doa baik dari driver ojol itu didengarkan oleh Tuhan.

...----------------...

Setelah melewati masa orientasi siswa, Alya yang mudah akrab mudah pula mendapatkan beberapa teman. Ia sudah tahu identitas lelaki yang saat itu ia jumpai di jalan raya. Namanya Dimas Amir Akbar, siswa kelas 10 IPA 1 yang satu kelasnya berisi orang-orang pintar dengan berbagai prestasi. Dimas sendiri masuk ke sekolah yang sama dengan Alya juga lewat jalur prestasi, tidak seperti Alya yang masuk lewat jalur reguler menggunakan nilai rapor yang pas-pasan.

Semangatnya sempat ciut karena kelas Alya dan Dimas bukan sekedar berbeda saja tapi kasta kelas juga berbeda. Di kelasnya Dimas banyak manusia-manusia yang memfokuskan diri untuk belajar, orang-orang didalamnya juga pendiam dan membosankan. Sangat berbanding terbalik dengan kelas Alya, kelas yang berisi orang-orang dengan peringkat terakhir pada tes masuk jalur reguler dan orang-orangnya isinya heterogen dan aneh-aneh.

"Aa, akhirnya kita ketemu. Kamu masih ingat aku, kan? Kita ketemu waktu itu di jalan saat hari pertama masuk sekolah." Alya yang sedang jalan-jalan di area kelas berpapasan dengan Dimas yang berjalan seraya membaca buku. Mudah ditebak dari gayanya itu kalau dia anak kelas IPA 1. Dimas yang merasa di ajak bicarapun menutup bukunya.

"Kenalin, aku Alya Zahra Shafira. Kamu bisa panggil aku Alya. Anak kelas 10 IPA 12. Kamu Dimas Amir Akbar, kan? Senang bisa bertemu kamu lagi. Aku panggil Dimas, ya?" Alya mengoceh terus-menerus dan ucapannya itu tidak digubris sama sekali oleh Dimas. Alya juga tidak mengulurkan tangannya untuk bersalaman sebagai bukti perkenalan, ia tidak terbiasa berkontak fisik dengan lelaki.

Dimas memang langsung tahu gadis itu yang ia jumpa saat di jalan waktu itu. Bahkan Dimas dapat mengingat semua wajah orang yang ia sudah pernah lihat dan ajak bicara meski sebentar. Dimas tidak menggubris karena poin yang disampaikan Alya tidak perlu tanggapan.

"Hey, aku masih bicara dengan kamu," ujar Alya lagi. Ia mengira Dimas tidak memperhatikan ucapannya.

"Iya, silahkan panggil sesuka kamu. Tentu aku ingat dengan kamu yang ada di jalan waktu itu. Oiya, sekali lagi aku ingatkan. Jangan bilang ke siapa-siapa soal yang kamu lihat waktu itu. Baiklah, senang bisa berkenalan dengan kamu, Alya. Kalau gitu, aku duluan ke kelas, ya." Akhirnya Dimas menggubris ucapan Alya. Alya sangat senang mendengar ucapan Dimas. Sepertinya mereka akan akrab setelah ini.

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!