Ditinggalkan oleh Rian setelah diantarkan, membuat Alya canggung berada di rumah orang asing sendirian. Memang sebelumnya Alya sudah dikenalkan dengan Dika dan Mira, teman ayahnya itu, mereka juga cukup akrab. Namun, saat tidak ada lagi Rian di antara percakapan mereka, Alya jadi merasa canggung.
Dika dan Mira terlihat ramah akan kehadiran Alya. Mereka juga menyuruh Alya untuk menganggap keduanya sebagai orang tua sendiri sebagai pengganti Rian. Juga menyuruh menganggap bahwa rumah ini sebagai rumah sendiri, dan jangan sungkan terhadap orang-orang rumah.
Rian memang langsung berangkat ke bandara setelah berbicara dengan Dika dan Mira untuk menitipkan anaknya. Alya juga tidur di rumah mereka pada hari yang sama juga. Masalah rumah yang mereka tinggali, Rian rupanya telah memasang iklan untuk menyewakan rumah itu. Dan karena sudah mendapatkan penyewa, Alya juga tidak bisa tinggal di sana. Alya sempat marah pada Rian karena tidak memberitahukannya tentang rumah yang sudah dipasang iklan jauh-jauh hari demi hari ini. Namun, karena Rian menjelaskan biaya sewa rumah untuk tambahan keperluan Alya selama di rumah orang, Alya bisa mengerti.
Rian sudah pergi. Dika dan Mira juga pergi dari ruang tamu untuk mempersiapkan kamar tamu untuk Alya tinggali.
"Aa, Dimas. Hai lagi," sapa Alya saat melihat Dimas melewati ruang tamu. Yang dilihat malah mengabaikan Alya. Padahal, jelas-jelas Alya menyapanya cukup kuat dan jelas.
Saat Dimas melewati ruang tamu kembali, Alya menyapanya kembali karena mengira sapaannya tadi kurang jelas. Namun, tetap sama, Dimas masih mengabaikannya.
"Dimas! Tolong aku, dong. Aku nyapa kamu, lho dari tadi. Orang tua kamu kemana, ya? Aku nggak enak di ruang tamu sendirian." Saat to the poin seperti itu, Dimas yang sudah menjauh langkah kakinya dari ruang tamu, akhirnya terhenti. Kemudian ia memandang Alya sejenak.
"Tunggu aja," balasnya singkat. Kemudian melanjutkan langkah menuju kamarnya.
"Jutek amat. Padahal, belum lama ini baik banget pas nolongin aku. Kayak beda orang, deh," gumam Alya saat duduk menunggu tuan rumah.
"Maaf menunggu kama. Nah, ayo Alya, biar tante tunjukkan kamarnya di mana," ucap Mira yang kemudian mengakhiri penantian Alya.
Mereka menunjukkan kamar yang cukup besar untuk Alya, meskipun tak sebesar kamar miliknya dulu.
...----------------...
Keesokan harinya, hari pertama berangkat sekolah setelah pindah. Cukup dadakan, karena di saat baru pindah semalam, Alya langsung pindah besoknya. Padahal, pegal-pegalnya saat mengemasi barang pindahan belum hilang. Rasanya ia ingin bolos sekolah dan di rumah saja, tapi Alya ingat kalau ia tidak bisa seenaknya di rumah orang.
Sarapan bersama terasa canggung. Padahal, Alya tadi cukup akrab dengan Mira yang ikut membantu di dapur. Mungkin, karena makan bersama dengan doinya, ia merasa canggung. Sayangnya, si doi bersikap biasa saja saat makan dengan Alya.
Mereka; Dika, Mira, Dimas, dan Alya satu meja makan, tapi dengan aktifitasnya masing-masing. Dika yang seorang dokter bedah harus mempelajari buku-buku kedokterannya sebelum memulai operasinya pagi ini. Alya yang hanya fokus dengan makanannya dan sesekali melirik ponselnya yang sudah banyak menghubungi Alya untuk diminta PR matematikanya, karena ia murid paling pintar di kelasnya. Lalu Dimas dengan ponselnya yang berisi e-book dari list yang sudah ia buat untuk dibaca. Sementara itu, Mira yang melihat semua orang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing merasa risih dengan suasana canggung ini di seorang tamu seperti Alya.
"Dim, karena Alya satu sekolah sama kamu, mulai hari ini kamu bareng sama Alya, ya, berangkat dan pulang sekolahnya." Mira membuka suara.
"Mana bisa, Bun. Nggak enak dilihat orang kalau Dimas bonceng cewek pakai motor," jawab Dimas datar.
"Nggak usah tante. Jangan repot-repot. Yang Dimas bilang bener, kok. Alya juga kurang nyaman kalau nebeng sama cowok terus. Alya bisa naik ojol, kok. Biasanya juga naik ojol kalau mau ke sekolah," ucap Alya menimpali dengan sopan.
"Siapa yang bilang berangkat barengnya naik motor? Bunda juga nggak mau kalau Alya dan Dimas dicibir orang karena sering nebeng bareng. Jadi, naik mobil aja, ya."
"Dimas memang bisa bawa mobil, tapi Dimas belum punya sim A, Bun," tolak Dimas. Ia masih fokus dengan bacaannya.
"Ya udah, cepat di urus. Sampai kamu ngurus sim A nya selesai, kalian Bunda anterin naik mobil. Tapi, Bunda nggak bisa jemput kalian waktu pulang sekolah soalnya kerja."
"Ya udah kalau gitu naik motor aja sampai dapat sim nya," usul Dika yang ternyata ikut terusik dengan percakapan yang dimulai oleh istrinya itu.
"Umm... kalau gitu, Alya naik ojol juga selagi menunggu," Alya berinisiatif.
"Nggak bisa dong, Alya. Kamu harus ikut Dimas," tolak Mira halus.
"Bun!" sanggah Dimas.
Alya merasa dinginnya Dimas mulai kelihatan. Masalah mengantarkan saja sebenarnya persoalan gampang, tapi Dimas menolaknya dengan dingin. Mira juga tidak dapat berbuat apa-apa jika Dimas sudah mendinginkan ruangan. Seketika, suasana meja makan hening dan canggung.
Alya merasa suasana ini ulahnya. Maka, ia harua memperbaikinya. "Udah tante, Alya nggak apa-apa, kok. Lagian udah terbiasa naik ojol juga. Alya nggak mau ngerepotin Dimas juga, Tante," ucap Alya lurus pada Mira tanpa merasa terbebani.
"Maaf, ya, Alya."
"Iya, santai aja, Tante. Aman, kok."
"Oiya, Dim. Nanti, kan, Indah pulang, tuh. Kamu kabarin dia, ya, kalau sekarang anggota keluarga kita nambah satu. Terus, kamu kenalin dia ke Alya. Bunda takut lupa ngabarin nanti, dan pas Indah pulang, Bunda masih kerja. Jadi, takut anak itu salah paham kalau nggak dijelasin langsung."
Mira bercerita soal anak perempuannya yang masih berusia sepuluh tahun. Ia memang tidak diberikan ponsel oleh Mira. Alya dengar, hari ini ia tidak bisa menjumpai anak bungsu Mira karena anak itu sedang ikut study tour di sekolahnya dan menginap. Dari yang Alya dengar, Indah adalah anak perempuan yang lucu yang akan menjadi teman Alya jika di rumah. Indah juga pasti akan senang mendapatkan teman perempuan baru.
"Iya, Bun."
Kemudian, semuanya melanjutkan menghabiskan makanannya. Sampai Dimas menghabiskan lebih dulu.
"Bunda..., Dimas berangkat dulu. Soalnya mau ngobrolin tentang olimpiade sama Bu Monic," ucap Dimas yang sudah menyimpan ponselnya, bersiap untuk berangkat.
"Wuih..., olimpiade lagi, Dim? Pinter banget anak Bunda. Olimpiade apa?"
"Fisika, Bun."
"Wah..., kalau gitu semangat ya, Dim. Bunda nggak pernah ragu, sih, sama kamu."
"Pergi dulu, Bun, Yah. Assalamu'alaykum,"
"Wa'alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab semua orang yang tersisa di meja makan.
Tak lama berangkatnya Dimas, berangkatlah Alya dengan abang ojolnya. Alya masih tak percaya Dimas akan sedingin ini. Padahal, beberapa hari lalu ia masih ditolong dengan tulus oleh Dimas dengan diantarkan juga memakai motornya. Seharusnya mengantarkan Alya juga mulai hari ini juga termasuk menolong, tapi Dimas menolaknya dengan dingin.Biarlah demikian, Alya tidak ingin membebani orang-orang yang bersedia menampungnya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments