ALAS ROBAN [ END ]
..."Bruukkk"...
Azam meletakkan satu kardus mie instan yang berisi baju baru di atas meja makan kantor, tempat ia bekerja.
"Apaan nih?" tanya Bima, salah seorang rekan kerja Azam sekaligus tetangga Azam di kampung halaman.
"Baju," jawab Azam datar.
"Banyak banget?"
"Buat ibuk, bapak, kakak, adik dan semuanya."
"Kenapa gak dipaketin aja sih? kan expedisi masih buka?"
"Apa masih bisa sampai sebelum lebaran?"
"Bisa kayaknya."
"Wah meragukan, udahlah aku bawa saja daripada gak nyampek malah jadi perkara."
"Ribet, kenapa gak beli jauh-jauh hari?"
"Jangan protes mulu Bim!"
"Hemm..."
Azam mengambil kardusnya lalu kembali duduk di kursi kerjanya. Bima hanya mengernyitkan dahi seraya beranjak kembali juga. Azam dan Bima merupakan teman masa kecil hingga dewasa. Mereka pun diterima bekerja di tempat yang sama. Lebih tepatnya, Bima yang lebih dulu bekerja di sana lalu mengajak Azam saat ada lowongan pekerjaan lagi.
Hari ini, tidak ada yang istimewa selain semua pekerja bersiap untuk menyambut libur panjang lebaran. Semua orang bersuka cita, tak terkecuali Azam dan Bima. Mereka berdua kembali berdiskusi perihal kapan jadinya untuk mudik. Mereka memang bertetangga di kampung halaman mereka, Jepara.
"Besok gimana?" tanya Bima.
"Malam ini saja Bim, sudah kangen keluarga besar."
"Yasudah kalau begitu, sampai kosan langsung siap-siap!"
"Oke."
Meski telah sepakat, Bima malah ketiduran di kosan hingga membuat Azam sedikit kesal. Bima sendiri seolah tak bisa menahan kantuknya hingga terlelap dan kemudian bermimpi. Dalam mimpinya, Bima dihampiri oleh seorang kakek tua yang tak ada angin, tak ada hujan, menasihatinya meski mereka tidak saling mengenal.
"Jangan berangkat dulu malam ini!" cegah kakek itu.
"Kenapa? kakek siapa?" tanya Bima.
"Jangan pergi sekarang!"
"Tapi kenapa?"
Belum juga mendapat jawaban, Bima terbangun karena Azam membangunkannya.
"Bangun woi! malah tidur."
"Duh Zam.. gak pas banget sih banguninnya."
"Kenapa? mimpi jorok kamu ya?"
"Enggaklah, aku mimpi aneh malahan."
"Mimpi apa?"
"Ada seorang kakek yang melarangku berangkat mudik malam ini."
"Halah, mimpi gak jelas itu. Selagi bukan kakekmu, gak usah dipikirkan!"
"Gila! kakekku sudah lama meninggal."
"Eh, jangan-jangan yang datang, itu kakekmu."
"Bukanlah, wajahnya beda."
"Kakek buyutmu? nenek moyangmu?"
"Azam!"
Azam terkekeh.
"Kali aja bener Bim, arwah kakeknya kakekmu masuk ke dalam.."
"Udah-udah sana, minggir! aku mau packing."
"Hemm, buruan loh!"
"Iya-iya."
...🍂🍂🍂...
Pada akhirnya, Bima mengabaikan mimpinya dan tetap berangkat malam itu juga. Usai menunaikan solat maghrib, Bima dan Azam berangkat ke terminal. Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menemukan bis sesuai tujuan. Beruntungnya lagi, bis langsung berangkat meski penumpang masih longgar.
"Widih, mantap nih!" ujar Azam.
"Iya Zam, gak perlu nunggu lama."
"Iya."
Meski terkesan sunyi tapi semuanya tampak normal. Tentu saja, Bima dan Azam menanggapi kediaman para penumpang secara wajar. Mereka pikir, perjalanan malam pastilah melelahkan. Sepertinya juga, para penumpang merupakan pegawai yang langsung melakukan perjalanan mudik usai pulang bekerja, sehingga wajar jika mereka memilih diam dan tak lama lagi, mungkin akan terlelap. Itu jugalah yang akan Bima dan Azam lakukan.
Di saat Bima hampir terlelap, ia melihat ada seorang kakek di tepi jalan yang mana rupanya begitu mirip dengan kakek yang tadi datang ke mimpinya. Kakek itu hanya berdiri diam menatap ke arah Bima. Alhasil, Bima lekas memberitahu Azam perihal kakek tersebut. Sayangnya, Azam tidak dapat melihat sebab bis telah melaju melewatinya.
"Kok bisa ya?"
"Bisa apa?" tanya Azam.
"Kakek yang ada dalam mimpiku ternyata sungguh ada di alam nyata."
"Kamu salah lihat kali Bim."
"Enggak, baru juga tadi mimpinya, sebelum kita berangkat."
"Ya kalau begitu wajar, emang banyak orang yang mirip."
"Tapi enggak kalau mirip semuanya. Sampai dengan pakaian dan celananya juga."
"Emm."
Sesaat setelahnya, Bima membulat sebab ia kembali melihat kakek yang sama di pinggir jalan. Padahal, jelas-jelas telah dilewati bis tadi. Melihat hal itu, Azam pun bertanya:
"Kenapa kamu?"
Bima mengucek matanya lalu menatap Azam dalam diam.
"Kamu kenapa Bim? jangan bikin aku takut!"
"Zam.."
"Iya, apa? kenapa?"
"Kakek yang ada di mimpiku sekaligus yang tadi aku lihat, barusan muncul lagi di pinggir jalan."
"Ah ngaco kamu."
"Serius Zam, ini aja mulai merinding aku."
"Ngantuk kamu Bim, tidur gih!"
"Tuh tuh tuh, lihat tuh, ada lagi dia!" seru Bima sembari menunjuk ke jendela bis.
Azam yang penasaran segera melihatnya namun, Azam tidak melihat apa-apa.
"Sengaja kamu ya? sengaja bikin aku ketakutan."
"Enggak Zam, masak kamu gak lihat sih?"
"Aku gak lihat apa-apa Bim."
"Hah?"
"Udah ya duduk, tenang dan pelan-pelan pejamin mata! kali aja bisa tidur."
Bima menurut tapi, baru saja dia memejamkan mata, lekas ia berteriak sebab, tiba-tiba sosok kakek yang sedari tadi ia lihat, muncul di jendela bis, melayang sembari mengetuk kaca jendela. Azam panik seraya lekas bertanya perihal apa yang terjadi? Bima bangkit dan lekas menjauh dari sisi jendela.
"Ada apa Bim? ada apa?"
"Itu Zam.. kakek itu.."
"Hah? di mana?"
Anehnya, Azam masih tetap tidak bisa melihat sosok kakek yang Bima lihat. Yang lebih aneh lagi, meski Bima telah membuat keributan sedemikian heboh, tak ada satu pun penumpang yang menoleh ke arah mereka. Seolah, mereka semua tak mendengar apa-apa. Beberapa saat kemudian, Bima memilih duduk di kursi yang lain. Azam mengikutinya sembari mengulurkan sebotol air mineral.
"Kamu ini kenapa sih Bim?"
"Kakek itu hantu Zam. Dia bisa melayang di jendela bis."
"Hemm.. iya-iya aku percaya. Minum lagi gih sampai kamu tenang!"
Bima mengangguk lalu kembali menenggak air mineral yang tadi, Azam berikan.
"Bim, aku jadi mikirin mimpimu. Kalau memang kakek itu muncul di mimpimu dan memintamu untuk tidak berangkat mudik malam ini, artinya kan itu sebuah peringatan. Aku juga tidak tahu tentang apa yang akan terjadi nanti tapi bukannya itu menjadi hal yang baik? lantas kenapa, dia malah datang untuk menghantuimu?" tanya Azam yang lekas membuat Bima turut berpikir keras.
"Benar juga Zam, apa maksudnya?"
"Karena sama-sama tidak tahu, anggap saja kalau dia hanya sekedar usil semata. Tidak perlu dipikirkan lagi! kita hanya perlu duduk manis hingga kita, sampai di kampung halaman."
"Hemm.. iya Zam."
"Kalau memang masih takut, banyakin baca doa Bim!"
Bima mengangguk, Azam menghela napas panjang lalu kembali mengalihkan pandangannya ke depan sebelum kemudian memejamkan matanya. Sementara Bima, memberanikan diri menoleh ke arah jendela sebab muncul rasa penasaran. Beruntung, sosok kakek yang tadi melayang, sudah menghilang. Bima pun dapat bernapas lega dan tanpa sadar, mengucapkan hamdalah.
"Alhamdulillah."
...🍂 BERSAMBUNG..🍂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Park Kyung Na
mampir
2023-03-18
1
Rinisa
Next read...
Novel ke 5, baca sesuai urutan...🤗
2022-10-20
1
Putrii Marfuah
lanjut....xixixixii
penasaran di pabrik boneka kok koment pada sebut2 mama azam..
2022-10-15
1