ALAS ROBAN 2

"Kok ibuknya dari depan ya Zam? padahal kan dari tadi kita gak lihat orang lewat."

"Di belakang ada jalan muter kali Bim."

"Buat apa muter kalau bisa lewat sini?"

"Gak usah dipikirin! nih, sebat lagi!" ucap Azam sembari menggeser korek miliknya ke arah Bima.

Mereka berdua pun kembali menyalakan rokok masing-masing sembari mengobrol ke sana kemari. Sebatang rokok telah habis dihisap hingga batang kedua pun dinyalakan. Anehnya, si ibuk penjual warung, belum kembali ke depan.

"Kok masih belum diantar mienya?" tanya Azam.

"Hemm iya, kok lama banget ya?"

"Kita samperin Bim!"

"Bentar! buk.. mienya sudah belum? kami lapar nih."

Panggilan Bima tidak mendapatkan jawaban. Akhirnya, mereka berdua kembali masuk ke dalam.

"Buk, ibuk baik-baik saja kan? kami masuk ya?" tanya Bima sembari melangkah perlahan.

Kali ini, si ibuk berada di depan kompor tungku, jongkok seolah tengah menunggu masakannya matang tapi anehnya, sedari tadi hanya air saja yang ia masak.

"Buk.." panggil Bima.

"Iya," jawab si ibu tanpa menoleh.

"Pesanan kami kok belum diantar? sudah jadi apa belum ya?"

"Kalian sudah lapar ya?"

"Iya."

"Ini hampir matang."

Ternyata, di tungku satunya terdapat panci yang ditutup. Bima dan Azam pikir, disitulah mie mereka sedang dimasak.

"Kami tunggu lagi ya buk?"

"Sebentar, tolong bantu periksa!" pinta si ibu sembari menunjuk ke panci yang tertutup itu.

Tanpa mendebat, Azam dan Bima lekas berjalan mendekat seraya membuka tutup pancinya.

"Aaaaaa!" mereka berdua berteriak lantang.

Bima melempar tutup panci yang tadi ia pegang seraya beringsut mundur, menjauh dari perapian.

"Ada apa nak?" tanya si ibu dengan tenangnya.

"Ada kepala manusia di dalam panci," jawab Bima.

"Yang benar?" tanya si ibu lagi sembari menoleh perlahan.

"Aaaaaa!"

Azam dan Bima kembali berteriak seraya lekas berlari tunggang langgang meninggalkan warung tersebut. Mereka sangat ketakutan melihat wajah hancur si ibu. Ditambah ukuran tubuh si ibu yang tadinya normal berubah menjadi sangat tinggi. Belum lagi suara tawa cekikikannya yang begitu mengganggu pikiran.

"Katanya lapar?"

Pertanyaan si ibu masih terus terngiang-ngiang meski Azam dan Bima telah menjauh dari sana.

"Sini nak!"

"Astaghfirulloh.. astaghfirulloh.. ya Alloh.. tolong!" ucap Bima di dalam hati.

Keduanya berlari menuju bis yang mana ternyata, mesinnya sudah diperbaiki dan telah siap untuk melaju kembali.

"Sudah nyala pak? kita berangkat lagi?" tanya Azam pada kernet bis.

"Iya."

Azam dan Bima lantas naik dan kembali duduk seraya mencoba menormalkan deru napas yang tidak beraturan.

"Gila! ini gila sih Bim!"

Bima menggelengkan kepalanya, tanpa menjawab.

"Kok bisa sih?"

"Gak tahu Zam."

Bis mulai berjalan, AC kembali menyala seiring deru napas yang mulai terkendali.

"Apes banget sih kita?"

"Bener nih, kita memang gak seharusnya mudik malam ini," ujar Bima.

"Terlanjur Bim."

Bima diam sebab, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan selain berharap agar perjalanan ini lekas sampai di tujuan serta berjanji pada diri bahwa mereka, tidak akan melakukan perjalanan malam lagi.

...🍂🍂🍂...

Di saat kondisi telah kondusif. Azam dan Bima malah melihat penampakan lagi. Keduanya melihat si ibuk penjual warung berdiri di tepi jalan sembari melambaikan tangan.

"Bim.."

"Iya, aku tahu. Jangan dilihat Zam!"

Baik Bima maupun Azam memilih menutup mata. Sialnya, bukannya menghilang, sosok itu malah melayang mengikuti laju bis mereka membuat keduanya berteriak. Saat itu juga, semua penumpang menoleh ke arah mereka namun, hanya memandang dengan tatapan datar tanpa bersuara. Sementara sosok tadi masih terus melayang membuat Bima dan Azam memilih untuk meringkuk di bawah.

Lagi-lagi para penumpang hanya diam seraya perlahan memalingkan pandangan ke depan. Azam dan Bima sangat ketakutan hingga bacaan doa yang mereka baca menjadi berantakan. Lebih dari sepuluh menit sosok itu melayang sebelum kemudian menghilang. Azam yang pertama memberanikan diri untuk melihat ke jendela dan lekas menarik Bima saat yakin kalau sosok tadi telah menghilang. Di saat suasana masih tegang, ponsel Azam berdering membuat keduanya terjingkat.

"Astaghfirulloh Zam! ponselmu bunyi di waktu yang tidak tepat," keluh Bima.

"Maaf! Tantri telpon, aku angkat dulu!"

Bima mengangguk sembari membenarkan posisi duduk.

[ Hallo! ]

[ Hallo sayang, udah sampai mana? ] tanya Tantri di ujung panggilan.

[ Alas Roban. ]

[ Oh, gak lupa makan kan? ]

[ Enggak.]

[ Datar banget jawabnya? capek ya? atau ngantuk? ]

[ Takut. ]

[ Takut kenapa? ada apa? cerita yang jelas yang! ]

[ Nanti aja aku ceritain kalau sudah sampai di rumah.]

[ Sayang, kamu baik-baik saja kan? apa ada penjahat di sana? ]

[ Bukan-bukan. ]

[ Jangan bikin aku khawatir! ]

[ Aku baik-baik saja. Tenang ya, jangan berpikir macam-macam! aku bakal cerita nanti. ]

[ Hemm.. yaudah, kamu hati-hati ya! ]

[ Iya. ]

Azam mematikan sambungan teleponnya dengan Tantri lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas kecil miliknya. Azam dan Bima saling memandang penuh arti. Kini, mereka dihantui rasa takut yang enggan untuk pergi. Mata pun sulit dipejamkan. Dalam hati, keduanya terus berdoa, berharap semua akan segera berakhir.

"Bim.."

"Apa?"

"Boleh deh."

"Boleh apa maksud kamu?"

"Kita ganti bis."

"Gila kamu ya? kalau sekarang sudah gak mungkin ganti bis. Kita di tengah hutan nih, mau minta tumpangan siapa? yang ada, mereka juga bakal takut untuk berhenti. Sopir bis yang lain juga bakal mikir berkali-kali untuk berhenti."

"Hemm.. bener juga."

"Aku udah ngajakin kamu dari tadi tapi kamu malah gak mau."

"Maaf-maaf! sekarang benar-benar ngeri aku Bim."

"Apalagi aku yang sejak awal sudah diwanti-wanti sama sosok kakek di mimpiku."

"Oke, lain kali aku bakal dengerin kamu!"

"Telat!"

"Hemm..."

Suasana di dalam bis kian mencekam. Sunyi, jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya. Bahkan, suara mesin bis pun tidak terdengar. Baik Bima maupun Azam menyadari tapi keduanya, memilih untuk diam.

"Gila! ini sih pengalaman paling menyeramkan dan menegangkan sepanjang usiaku," gumam Azam di dalam hati.

"Sebenarnya, ini bis sungguhan atau bukan?"

"Kalau mereka semua manusia, gak mungkin bakal sedingin ini. Semua orang aneh, bis ini juga aneh. Suara mesinnya saja tidak terdengar, seperti melayang."

Batin Azam tidak bisa tenang. Segala macam pertanyaan dan dugaan silih berganti bermunculan. Otaknya benar-benar dibuat lelah tapi matanya, masih menolak untuk dipejamkan. Sama seperti Azam, Bima merasakan hal yang sama.

"Rasanya, seperti membeku di sini. Ya Alloh tolong kami! jaga kami, lindungi kami!" benak Bima.

"Bim, rokok.." ucap Azam sembari mengulurkan bungkusan rokok miliknya.

"Jangan macam-macam kamu Zam!"

"Aku bingung harus ngapain."

"Tidur!"

"Gak bisa."

"Sama."

Azam hanya bisa menelan ludahnya mendengar jawaban Bima seraya kembali memasukkan bungkusan rokok miliknya.

...🍂 BERSAMBUNG... 🍂...

Terpopuler

Comments

G

G

gayanya di awal sok keras, ujung2nya kertas

2024-04-11

0

Diankeren

Diankeren

mang knpa ngudud d dlm bis?

2024-01-17

1

Coco

Coco

kalau Azam sama Bima masuk kedunia Sukma? kok Azam bisa telfonan sama ayang bebnya?

2023-05-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!