KEANEHAN

Awalnya, Bima dan Azzam tak berpikir macam-macam tentang sikap para penumpang yang abai kala Bima membuat kegaduhan tapi lama-lama, mereka curiga juga. Jika dalam keadaan normal, sedikit bunyi saja sudah bisa memancing perhatian. Sementara kegaduhan besar yang Bima buat, bagaimana bisa tidak membuat satu pun penumpang memperhatikan keduanya?

"Aneh gak sih Zam?" tanya Bima.

"Kalau dipikir ulang, sepertinya memang aneh Bim."

Azam dam Bima mulai memperhatikan sekitar. Hening, tak ada suara apa pun selain bisikan mereka berdua. Sopir dan kernet bis tak saling berbincang. Begitu pun dengan penumpang lainnya. Azam bangkit, berinisiatif untuk berjalan maju ke depan, Bima menahan.

"Mau ngapain?"

"Sstttt!" ucap Azam seraya membuat isyarat agar Bima diam.

Selanjutnya, Azam mulai melangkah normal ke depan. Dia bertanya ke kernet, berapa harga karcisnya karena sedari tadi, ia dan Bima belum diminta bayar. Anehnya, si kernet hanya menjawab "nanti saja" dengan nada datar. Azam menelan ludahnya lalu berbalik perlahan hendak kembali ke tempat duduknya. Kesempatan itulah yang ia gunakan untuk mengamati penumpang lainnya.

...Deg.....

Azam bergidik seraya mempercepat langkahnya lalu kembali duduk di sebelah Bima.

"Gimana? tanya apa kamu ke kernet tadi?" cerca Bima.

"Dingin."

"Dingin? AC?"

"Bim.."

"Apa?"

"Ini bener-bener aneh."

"Kenapa? ada apa?"

"Yang kulihat, wajah semua penumpang terlihat dingin, tatapan mereka fokus ke depan dan tak bergerak. Bahkan, jika diperhatikan lebih seksama, seperti tak ada yang berkedip."

...Deg.....

"Nih ya, kernet yang tadi kutanyai pun hanya menjawab dengan datar. Kesannya dingin bangetlah pokoknya."

"Gak beres ini Zam."

Melihat temannya gusar, Azam lantas cekikikan membuat Bima kebingungan.

"Kenapa lagi kamu?"

"Aku bercanda Bim, jangan takut gitu. Orang-orang bersikap demikian juga wajar. Mereka semua capek, habis beraktifitas seharian dan dilanjut dengan perjalanan bis malam. Masuk akal bukan?"

"Zam.. zam, masih bisa ya kamu mikir begitu? apa kamu gak percaya sama sosok kakek yang membuatku ketakutan tadi?"

"Percaya tapi udah, kita aman."

Bima mendengus.

"Yaudah-yaudah, kamu ingin apa? kamu mau aku bilang kalau bis yang kita tumpangi saat ini nih bis setan? gitu?"

"Husssttt! ngawur kamu!"

"Lah terus gimana Bima? ngebingungin kamu, kayak cewek lagi PMS (Pra Menstruasi)."

"Ya seenggaknya jangan asal nglonyor gitu ngomongnya!"

"Oke-oke."

Azam mendekat lalu berbisik di telinga Bima:

"Bis ini, bis setan Bim."

Bima lekas meninju pelan temannya yang kian gencar mengusilinya. Entah memang Azam tidak takut atau sekedar mencairkan suasana saja. Yang jelas, hal ini cukup berhasil mencairkan bongkahan rasa takut di hati Bima hingga ia bisa terlelap. Azam baru merasakan keanehan saat suasana bis terasa kian senyap. Bahkan, bis yang biasanya diramaikan dengan musik dangdut, malah sama sekali tidak menyetel musik apa pun.

Selain Bima, tak ada penumpang lain yang terlelap. Yang paling aneh, beberapa jam telah berlalu tapi tidak ada satu orang pun yang berbincang. Azam bisa maklum jika itu penumpang tapi, sopir dan kernet pun turut diam. Terkesan seperti orang asing yang tidak saling mengenal. Tengkuknya merinding kala memikirkan kemungkinan yang tak ia harapkan. Azzam menggelengkan kepalanya guna menghalau pikiran-pikiran buruk yang mulai mengeliat.

Beberapa saat kemudian, Bima terbangun. Tidak lama, ia hanya melirik ke arah Azam lalu kembali memejamkan mata. Sialnya, Bima tidak bisa tidur dengan tenang sebab, kakek yang sebelumnya datang ke mimpinya, datang lagi. Dia terlihat berjalan menghampiri Bima yang hanya bisa berdiri diam tanpa bisa menggerakkan badan. Alhasil, Bima berusaha menenangkan diri seraya menunggu si kakek sampai di depannya tepat.

"Kek.."

Entah keberanian dari mana membuat Bima berani memanggilnya.

"Sudah kubilang jangan berangkat! kenapa masih berangkat?"

"Kenapa kek? saya dan teman saya telah sepakat untuk mudik malam ini. Ada apa memangnya?"

Si kakek hanya diam hingga akhirnya, Bima terbangun dari mimpinya. Bima tertegun sembari mengatur deru napasnya. Batinnya dipenuhi banyak tanya.

"Siapa sebenarnya kakek itu?"

"Kenapa begitu getol memperingatiku?"

"Memangnya ada apa dan apa yang akan terjadi jika aku melanjutkan perjalanan ini?"

Bima menarik napas dalam-dalam lalu menoleh ke arah Azam yang masih terlelap. Bima bingung hendak berbuat apa.

"Gimana ya? apa sebaiknya kuajak Azam untuk kembali ke kosan?"

"Ah, bisa bertengkar hebat aku nanti sama dia. Alasanku gak logis untuk mengambil keputusan itu."

"Atau.. ganti bis saja? Bagaimana pun, aku masih merasa kalau semua penumpang bis aneh. Kernet dan Sopir juga sama anehnya. Mungkin saja.. apa yang Azam celetukkan tadi, ada benarnya. Apa mungkin si kakek itu memperingatiku tentang bis ini?"

"Astaghfirulloh pusing, hati gak bisa tenang sama sekali."

Bima mencoba membangunkan Azam perlahan namun Azam sulit untuk dibangunkan.

"Zam.. Zam.. Azam."

"Hemm..."

"Bangun Zam! serem banget nih bis. Turun yuk, ganti bis yang lain!"

"Hemm.."

"Zam.."

"Hemm.."

"Bangun!"

"Hemm.."

"Hemm muluk!"

Bima mulai kesal, percuma saja membangunkan Azam. Akhirnya, dia berinisiatif untuk mencoba mengajak salah satu penumpang untuk berbincang. Pikirnya, berkenalan dulu lah lalu berbincang ringan agar suasana mencair perlahan. Sayangnya, jawaban penumpang tersebut tidak sesuai dengan yang Bima harapkan.

"Turun Jepara juga pak?" tanya Bima sembari mengulas senyum.

"Iya."

"Buset, singkat amat jawabnya," benak Bima.

"Kerja di Jakarta pak?"

Orang itu menganggukkan kepalanya.

"Sendiri saja mudiknya, apa semua keluarga tinggalnya di Jepara?"

Pertanyaan Bima kali ini mendapatkan pelototan tajam membuat Bima lekas bungkam.

"Maaf ya pak! maaf mengganggu istirahat bapak! silahkan dilanjut!" ucap Bima seraya beranjak kembali ke tempat duduknya.

Belum juga normal detak jantung Bima, kernet bis tiba-tiba berucap dengan nada yang kencang, seolah ucapannya sengaja ditujukan untuk Bima.

"Kalau mau selamat, diam! jangan banyak tanya!"

Bima menelan ludahnya seraya mengangguk tanpa sadar.

"Eh, itu.. buat aku ya maksudnya?" tanya Bima di dalam hati.

"Duh Azam, tidurnya pules banget sih?"

"Baru kali ini, naik bis seserem ini."

Bima masih terus ngedumel di dalam hati. Kemudian, ia merogoh ponselnya dari dalam tas lalu mengutak atik beberapa akun sosial media miliknya, guna mengalihkan fokus agar ketakutannya menghilang. Sialnya, jaringan tidak stabil, membuat Bima mendengus kesal.

"Bisa-bisanya ngadat di saat yang tidak tepat. Gak tahu situasi banget, sialan!"

Bima memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas lalu membaca doa tidur sembari memejamkan mata. Sayangnya, tidak semudah yang ia rencanakan. Matanya seolah enggan terpejam membuat Bima kian frustasi. Alhasil, Bima mencoba berhitung di dalam hati, mirip dengan metode untuk menidurkan anak kecil yang anehnya malah berhasil. Lambat laun, hitungannya melambat hingga membuatnya benar-benar terlelap.

... 🍂 BERSAMBUNG... 🍂...

Terpopuler

Comments

Rara Aida

Rara Aida

kadang sebuah peringatan dan tanda sering diabaikan yang bisa saja menjadi kenyataan

2024-01-28

1

Diankeren

Diankeren

bkn, buat Marjuki 😁

2024-01-17

1

Coco

Coco

Azam kalau ditempat asing jangan asal ceplos, ingat adab

2023-04-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!