Usai makan, semua penumpang kembali masuk ke dalam bis dan tak lama kemudian, bis melaju, melanjutkan perjalanan yang terhenti beberapa waktu. Masih dengan keadaan yang sama dan suasana menyeramkan serupa tapi Azam dan Bima memilih diam, mengabaikan hingga saat Bima, panik tiba-tiba.
"Kenapa kamu Bim?" tanya Azam.
"Kok lewat sini sih?"
"Lah emang kenapa?"
"Kalau lewat sini artinya.. bakalan lewat alas Roban."
"Yang penting kan sampai ke Jepara."
"Duh, agak ngeri sih kalau lewat sini malam-malam begini. Ada jalur tol, kenapa milih jalan ini sih?"
"Jangan kebanyakan mikir kamu! lagian kan gak sendirian. Satu bis loh kita, banyak orang."
"Orang-orang yang kayak gitu maksud kamu?"
Azam lekas diam mendengar ucapan Bima. Azam juga bergidik jika melihat sikap dingin para penumpang yang lain. Sebenarnya, dalam otaknya pun sudah bermunculan banyak dugaan. Hanya saja, ia mencoba kuat, berusaha membohongi diri sendiri kalau semua baik dan normal. Hal aneh terjadi berikutnya. Pak Sopir seolah dapat mendengar percakapan Bima dan Azam sebab tak lama setelahnya, pak sopir berujar:
"Sebentar lagi, kita akan melewati alas Roban. Tidak perlu banyak bertanya, ikuti saja! dari dulu, saya memang selalu melewati jalan ini."
Bima menelan ludahnya kasar. Dia merasa bahwa ucapan pak sopir, sengaja ditujukan padanya. Azam pun merasa demikian.
"Kok bisa dia dengar? kita kan ngobrolnya pelan," bisik Bima sembari menatap Azam.
"Yaudah Bim, jangan dibahas lagi! mending kita tidur, nanti pas bangun, udah sampai di Jepara."
"Iya."
Entah kenapa, Azam dan Bima malah sulit untuk tidur. Keduanya terjaga hingga bis benar-benar memasuki kawasan alas Roban. Bima berusaha tenang seraya menyibukkan diri dengan ponselnya. Hal serupa dilakukan juga oleh Azam hingga tiba-tiba bis mogok. Berulang kali, sopir coba menyalakan mesin namun gagal. Alhasil, penumpang diminta untuk turun sebab, proses perbaikan diperkirakan membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, bisa juga lebih.
"Turun dulu Bim, cari angin!"
"Iya Zam."
Satu persatu penumpang turun dengan memasang wajah dingin yang sama. Bima memperhatikan mereka sekilas lalu menghela napas panjang.
"Di Alas Roban masih banyak warung Bim."
...Deg.....
"Iya ya, setahuku udah gak sebanyak ini sejak adanya tol ke Jepara. Ini kok.. masih.."
Belum selesai Bima bicara, Azam memotongnya.
"Ayo ke warung Bim! mau sebat (bahasa gaul dari merokok) nih, sebatang dua batang, asem banget mulut. Di rumah makan bu Rose tadi gak berani sebat aku, suasananya aneh."
"Iya ayo!"
Mereka berdua masuk ke sebuah warung yang tak jauh dari lokasi bis yang mogok. Sengaja mereka memilih warung tersebut agar tetap bisa melihat jika sewaktu-waktu, bis sudah normal kembali dan siap untuk melanjutkan perjalanan lagi.
"Mau pesan apa Zam?" tanya Bima.
Bukannya menjawab, Azam malah berlari kencang menuju ke semak-semak membuat Bima reflek mengejarnya.
"Ada apa Zam? gila! larimu kenceng amat."
Azam malah tertawa terbahak-bahak.
"Kenapa?" tanya Bima dengan polosnya.
"Kencing, aku mau kencing Bim, ikut?"
"Gila kamu ya! mau kencing saja pakai lari kayak gitu, aku pikir ada apaan."
Azam tertawa.
"Namanya juga kebelet Bim."
"Halah, sengaja ngerjain aku kan?"
Azam tertawa puas usai menjahili temannya.
"Kenapa kencing di sini sih? di bis kan juga ada toilet."
"Males jalan lagi, baru juga kita jalan dari sana ke sini, capek."
"Hemm, yaudah aku tunggu di warung!"
"Iya."
Bima berjalan perlahan ke warung lalu memesan dua porsi mie instan, satu untuknya dan satu lagi untuk Azam. Si penjual hanya mengangguk lalu berjalan masuk ke dalam. Bima lantas mengeluarkan ponselnya seraya mulai membuka beberapa aplikasi di sana. Tak lama kemudian, Azam kembali ke warung tersebut seraya bertanya, apakah Bima sudah memesan sesuatu juga untuknya?
"Aku pesenin mie instan," jawab Bima.
"Bolehlah mie instan, kopi sekalian gak?"
"Enggak, aku belum pesan minum."
"Mana ibuknya?"
"Ke dalam. Eh, sejak kapan kamu bawa bunga?"
"Oh ini, tadi ngambil di sana. Cantik ya mawarnya? warna merahnya pekat banget, hampir seperti hitam."
"Kok kamu petik sih Zam? udah bilang sama yang punya belum?"
"Siapa yang punya? harus gitu izin dulu ke pihak perhutani?"
"Hemm kamu ini, lagian buat apa sih bunganya?"
"Gak tahu, unik aja, suka lihatnya."
"Dasar iseng!"
Azam terkekeh.
"Eh, penjualnya lama amat bikinin mie?"
"Tunggu saja, sabar!"
"Mau pesan kopi aku."
"Bentar lagi juga kelar."
"Yaudah deh, sebat dulu!" ucap Azam seraya mengeluarkan rokoknya dari tasnya.
"Mau Bim?" tanya Bima kemudian.
"Enggak, aku ada."
Azam menyalakan rokoknya, begitu pun dengan Bima. Sepuluh menit, lima belas menit hingga dua puluh lima menit telah berlalu tapi mie instan pesanan mereka, belum juga dihidangkan.
"Lama banget bikin mie instan," keluh Azam yang mulai tidak sabar.
"Sebatang (rokok) udah habis nih, kopi belum pesen," ucap Azam lagi.
"Iya ya, lama banget ini sih. Buk.. buk..!" panggil Bima.
"Mie saya sudah jadi belum?" tanya Bima kemudian.
Sayangnya, tidak ada jawaban.
"Kita samperin Bim!"
"Janganlah! gak sopan banget masuk ke dalam."
"Takutnya ibuknya pingsan di dalam. Jangan mikir gak sopannya dulu!"
"Hemm.. buk..ibuk.. permisi ya, kami masuk!" ucap Bima dengan suara yang lebih dikeraskan lagi.
"Tuh kan gak ada jawaban. Jangan-jangan pingsan beneran ibuknya."
"Yaudah ayo, dilihat!"
Azam mengangguk dan mulai berjalan mengikuti langkah Bima.
"Kami masuk nih buk, maaf ya! ibuk di mana?" tanya Bima yang masih belum mendapat jawaban.
Ternyata, kondisi ruangan di dalam begitu luas. Lebih mirip seperti rumah. Dari balik warung, terdapat kompor tungku dari tanah. Apinya menyala dan di tungkunya, ada panci berisi air yang sedang direbus. Di sebelah tungku, terdapat tumpukan kayu bakar. Ada dipan panjang juga di sisi yang lainnya. Lebih jauh, ada tempat cuci piring. Azam dan Bima bingung sebab tak dapat menemukan si ibu penjual warung di mana pun.
"Pindah warung saja Bim!"
"Sudah terlanjur pesan Zam."
"Lah mana orangnya? setengah jam masih air doang yang dimasak."
"Tunggu sebentar lagi!"
"Kita tinggalin uang saja di depan terus pindah ke warung lain!"
"Gak enak Zam."
"Ah kamu ini, yaudah kita tungguin lagi!"
"Cari apa kalian?"
Azam dan Bima terjingkat mendengar suara perempuan dari balik badan mereka.
"Eh ibuk, kami cariin dari tadi. Mie pesenan kami sudah jadi?"
"Belum, tunggu saja!"
"Iya buk."
"Sekalian sama kopi ya buk!" sahut Azam.
Si ibuk hanya mengangguk lalu berjalan ke kompor tungku guna mendorong masuk kayu bakar. Azam dan Bima saling berpandangan sesaat lalu melangkah kembali ke depan.
...🍂 BERSAMBUNG... 🍂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Diankeren
tedduur x pnjual'y
2024-01-17
1
Diankeren
yah kncing smbrngan Lgi
2024-01-17
1
Coco
Azam tuh yah ampun gak ada takut takutnya yah
2023-05-01
0