The Stubborn Liona And The Dominant Julian

The Stubborn Liona And The Dominant Julian

Lulus Wisuda

Kriiing ... jam beker ku berbunyi, aku mulai membuka mata dan menekan tombol off bekerku. Ah ... rupanya sudah pukul 03.40 dini hari.

Beker ini ku setel pukul 03.40 agar aku bergegas untuk mandi dan bersiap pergi ke penata rias, merias wajahku untuk acara wisuda.

Ritual membersihkan diri sudah, beribadah wajib sudah, tinggal bersiap menuju ke MUA (Make Up Artist) langganan mama yang lokasinya hanya beberapa blok dari rumahku.

"Ma ... aku pergi dulu ke tempat Mbak Ayu ya, takut kesiangan!" teriakku terburu-buru.

"Hati-hati!" teriak Mama di dapur.

"Siap, Ma!" Sahutku sambil berlari meninggalkan Mama.

Kunyalakan skuter matic asal Italia yang berwarna hijau tosca kesayanganku tanpa kupanasi terlebih dahulu, aku hanya tancap gas dan langsung meluncur ke tempat Mbak Ayu MUA profesional.

Sampai juga di tempat Mbak Ayu, kutekan tombol yang bertuliskan Bel. Beberapa menit kemudian Asisten Rumah Tangga Mbak Ayu membuka kan pintu gerbangnya.

"Neng Liona? ... silakan masuk, Mbak Ayu nya sudah di ruang Make Up." Tutur Asisten Rumah Tangga (ART) paruh baya itu.

"Iya ... terima kasih." Sahutku.

"Hai ... Liona, cie ... yang mau wisuda ... deg-deg-an kah jadi lulusan terbaik?" Tutur Perempuan muda yang menata rias wajahku.

"Deg-deg-an banget, Mbak! rias sebagus dan se-OK mungkin ya, Mbak!" ucapku sembari mengacungkan jempolku.

"OK, Honey!" jawab Mbak Ayu.

Tak memerlukan waktu yang lama, Mbak Ayu sudah memoles wajahku dengan sangat apik dan terampil, aku sendiri sampai manglingi dengan wajahku. Aku mematut wajahku di cermin, Ya Tuhan! ini aku kan? aku memang tak pernah dandan jadi wajar saja kalau aku kaget melihat wajahku sendiri. Aku harus tampil elegant nanti. "Bismillah ... " gumamku.

"Sudah OK kaan ..." ujar Mbak Ayu melirikku.

"Sudah Mbak, OK banget, pembayarannya sudah ditransfer mama ya, Mbak!" sahutku mendongah ke arah wajahnya.

"Iya Honey, semuanya sudah beres." Jawabnya.

"Aku jalan ya Mbak, jam enam tepat harus sudah ada di aula kampus gladi resik dulu nih hehe." Ucapku tersenyum malu.

"Semoga lancar dan sukses ya ..." ucap Mbak Ayu.

"OK, Thank's." Pungkasku sambil bergegas melangkah ke depan keluar dari ruang make-up.

Kunyalakan kembali skuter kesayanganku, melaju kembali ke rumahku.

"Wow! anak mama pangling ya, Pa!" seru Mama menoleh pada Papa.

"Iya dong ... secara dia itu polos aja, enggak pernah dandan jadi pangling tuh, Ma!" sahut Papa.

"Ah, Mama sama Papa mah bisa aja." Ujarku sedikit GR.

"Ayo kita harus bergegas, takutnya macet, Pa!" Tegas Mama.

"Iya ... ayo." Jawab Papa.

Kami pergi bertiga saja, karena semua kakakku tidak disini, mereka semua sudah menikah. Yang pertama di Batam, yang kedua di Surabaya, dan yang ketiga di Bogor. Tapi mereka semua sudah diberi kabar oleh Mama dan Papa kok, malah ... tadi sebelum berangkat ke tempat make-up, mereka semua video call memberikan selamat padaku.

Aku beruntung memiliki mereka semua yang sayang padaku. Papa menyalakan mobil berwarna putihnya, lalu kami berangkat dan berdoa terlebih dahulu agar lancar bebas hambatan.

Ahh ... tiba juga di aula kampus. Pagi yang cerah nan bersahaja, Mentari bersinar indah seolah mengucapkan "Selamat kamu lulus sarjana Liona" Tuhan ... nikmat mana lagi yang kan kudustakan.

Kulihat sosok laki-laki dengan setelan jaz berwarna abu tua, berambut ikal berkulit putih dan bermata belo. Dia berjalan mendekat ke arah depan aula. Ish! ternyata dia gebetanku.

"Hai, Liona ... selamat ya kamu jadi lulusan terbaik, kamu hebat!" tutur Antony gebetanku.

"Terima kasih kamu juga selamat ya ..." Sahutku melirik Mama dan Papa karena ke-GR-an.

"Siapa ... itu, Li?" tanya Mama.

"Cuma temen, Ma! tepatnya gebetan hihihi." Ungkapku bebisik pada Mama.

Kami semua sudah memasuki ruangan, syukurlah ... sebelumnya aku sudah gladi resik berjalan menuju ke depan bersama Rivan mahasiswa cum laude laki-laki yang tidak sekelas denganku untuk disumpah sebagai sarjana mewakili mahasiswa lainnya, sehingga aku tak begitu nervous.

Prosesi wisuda berlangsung, dan berjalan dengan lancar, aku bahagia lulus dengan predikat cum laude, kami semua mengikuti acara hingga selesai. Sampai kami keluar aula berhamburan saling mencari teman se-frekuensi dan satu circle untuk saling melempar topi wisuda kami ke udara.

Sementara mama dan papa ngobrol asyik dengan orang tua teman-temanku, aku sibuk foto-foto dan berkumpul dengan mereka teman-teman seangkatanku sejenak melepaskan kerinduan karena sebentar lagi kami mungkin akan jarang atau hampir tidak bertemu lagi kecuali sahabat.

Nampak di dekat pintu depan aula, Antony yang sedang bertengkar dengan pacarnya. Aku tidak memedulikan mereka, toh apa urusanku dengannya. Antony memalingkan mukanya lalu netranya memandang ke arahku, sepertinya dia malu dan merasa kalau aku sempat melihatnya bertengkar tadi.

Aku memang naksir padanya, tapi perasaanku ini tidak lantas ingin kuarahkan ke arah yang serius, semua itu hanya perasaan suka saja yang tak mendalam, sehingga melihatnya bertengkar tidak ada pengaruhnya bagiku. Mentalku sudah terlatih untuk itu.

Mely, Dina dan Mila, datang menghampiriku, mengajakku berfoto-foto lagi dengan yang lain. Aku mengikuti ajakannya kami pun larut dalam uforia wisuda.

Sore hari menuju petang telah tiba, senja telah menunjukkan wajah cantiknya, lembayung akan berganti dengan gelapnya malam. Pesta wisuda pun telah usai, kami semua bubar bertebaran, pulang dengan keluarganya masing-masing.

Aku masuk ke dalam mobil, duduk di belakang mama. Kubuka jendela mobil kubuka sampai maksimal, melihat-lihat sekeliling kampus yang sebentar lagi akan kutinggalkan, semua suasana dan cerita tentangnya.

Rasanya aku masih ingin berlama-lama lagi dengan kalian tapi bagaimana lagi, ada pertemuan pasti ada perpisahan, ada awal pasti ada akhir, walaupun ini sebenarnya bukan akhir, melainkan awal yang baru. Selamat menjadi sarjana kalian semua.

"Kalian semua baik-baik ya, jangan lupa berkabar, kalau sudah dapat kerja jangan lupa ajak-ajak ya!" Teriakku di dalam mobil pada teman-temanku yang berada di mobil Mila.

"Siap, Li! Loe juga ya, sukses selalu, bye ..." teriak Dina dan Mila.

Sampai juga aku di rumah ... ahh ... lelahnya ... mama dan papa sibuk menyimpan bunga-bunga dari florist yang dikirimkan seseorang ke rumah, menurut papa sih dari para penggemarku.

"Aduh, Ma! bungsu kita ini rupanya banyak penggemar nih, lihat saja banyak yang kirim bunga ..." tutur Papa melemparkan senyumnya pada Mama.

"Memang, Pa! cuma dianya aja yang cuek, dia sis memang gitu orangnya, Pa! kayaknya dia belum punya pacar deh Pa, dia mana mau pacaran selama kuliah, katanya ganggu!" Tutur Mama menjelaskan.

"Ah ... kalian ini selalu gibahin aku deh, sudah ya ... jangan bahas lagi, anak bungsu kalian ini sudah jadi sarjana dan harus mulai menyusun strategi biar dapat kerjaan yang membidik tepat sasaran, ya kan, Pa!" ujarku sembari mengangkat alis keatas dan kebawah.

"Iya Liona sayang ... Papa doain semoga lekas dapat kerja ya." Sahut Papa mencubit pipiku.

Klik ... klik ... notifikasi dari ponselku.

[Li, Antony titip salam buat loe, kenapa ya kok jadi gue yang seneng, ih] Dina.

[Ah, ngapain juga sih dia, gue keburu gak minat, sama Si Playboy itu] Liona.

[Bener nih! kok bisa?] Dina.

[Bisa ... aja lah, Din! gue keburu Il Fil pas liat dia bentak-bentak ceweknya, masa abis berantem sama ceweknya dia masih sempet lirik-lirik gue. Playboy kampungan!] Liona.

[Begitulah dia, kayak loe gak tahu aja] Dina.

[Memang gue gak tahu, taunya dia tuh cowok cool] Liona.

[Cool, apa kulkas!] Dina.

[Iya! hahahaha ] Liona.

[Serah loe deh] Dina.

[Urus aja tuh Si Arya cowo loe, gak usah ngurusin Si Antony itu, gue udah move on] Liona.

[Cie ... yang mau move on, eh udah move on ...] Dina.

[Udah ya, stop! gue mau rebahan cantik dulu, bye bestie] Liona.

Malam yang dingin, angin nya menusuk meniup pori-pori kulitku, aku yang tak terbiasa membuka jendela kamar, kini sengaja membuka jendela itu lebar-lebar, agar angin menerpa meniup wajahku yang sedang kegerahan.

Aku rebahkan tubuhku di atas ranjang, Mama tiba-tiba masuk ke kamar membawakan jus alpukat home made yang dibuatnya. Hmmm ... jus alpukat buatan mama memang top deh.

Aku nyalakan televisi di kamarku, kutonton drakor yang sedang on going di saluran TV jaring itu. lama-lama bosan juga ... mending aku nyalakan radio saja sambil cari ngantuk.

Pukul 22.00 waktunya dengerin acara Blind Date, acara cari pacar yang nanti dijodohkan gitu sama announcer nya berdasarkan kriteria pilihan pendengar. Enggak tahu kenapa dari sejak SMA aku tuh suka banget dengerin radio ini, sampai mantengin tiap hari. Radio Goodrock ini selalu pas acaranya, seru bikin aku gak pernah bosan dengarnya.

Enggak terasa netraku mulai kelelahan hingga akhirnya tertidur pulas setelah capek seharian di acara wisuda.

-----------

Alarm ayam berkokok bernyanyi dari ponselku, rupanya sudah pukul 02.45 dini hari. Solat malam time ...

Mama mengetuk pintu, "Liona ... ayo solat malam dulu..."

"Iya, Ma!" Sahutku.

Mama, Papa sudah terbiasa bangun di jam- jam ini untuk melaksanakan ritual solat malam, kecuali aku. Mama konsisten solat malam sementara aku? aku jadi malu sendiri dibuatnya. Mama aja yang sudah paruh baya masih rutin dan rajin Tahajud, lah aku? aku mesti termotivasi nih, harus merubah pola tidur.

Aku menghampiri mama dan mengajaknya berbincang.

"Ma, sarjana ekonomi kayak aku cocoknya ngelamar kemana ya?" ucapku sembari tidur di atas paha mama yang sedang duduk di sofa berwarna hitam legam.

"Memangnya, gak ada yang nawarin kerjaan gitu dari kampus? bukankah biasanya lulusan terbaik suka dapat rekomendasi dari kampus kamu?" ujar Mama.

"Belum ada informasinya dari kampus, aku belum baca info di mading, Ma! tapi biasanya pihak perusahaan bakal ngehubungin melalui pihak kampus kalau memang perusahaan itu sudah memilih nama-nama mahasiswa yang direkomendasikan pihak kampus.

"Menurut mama sih kalau ada rekomendasi dari bank, kamu apply aja ke bank." Ucap Mama.

"Kalau ada perusahaan bonafide selain bank gimana, Ma?" Tuturku.

"Intinya apply kerjaan itu kemana aja atuh, yang penting mah kerja tapi jangan asal-asalan juga, harus selektif seperti kamu memilih jodoh." Kata mama sambil tersenyum tipis.

"Ah, Mama! masa disamakan sama cari jodoh ah ada-ada aja nih, Mama." Sahutku tertawa kecil.

"Neng, kenapa sih kamu belum punya pacar? padahal yang antre sama kamu banyak, gak ada yang kamu suka apa gimana? temen-temen kamu semua pada punya pacar lho, malah sebentar lagi ada yang mau tunangan." Ungkap Mama membelai rambutku.

"Mamaku yang cantik dan baik hati, aku enggak mau buang-buang waktu pacaran kalau enggak serius, Ma. Lagian mama kenapa sih bandingin aku sama temen-temen aku. Bukan nya mama sama papa ngelarang pacaran ya. Kenapa tiba-tiba ada pertanyaan itu?" ungkapku menjelaskan panjang lebar.

"Iya juga sih, Mama enggak mau anak mama pacaran, takut hamil ah hahaha, mama cuma penasaran aja sama kamu." Celetuk Mama.

"Mama ... ih! kalau ngomong enggak disaring ah!" tukasku.

"Ma ... emang aku galak ya, terus aku juga judes?" tanyaku mendongah pada Mama.

"Judes juga galak sih, kalau sama cowok!" Sahut Mama.

"Bodo amat ah, Ma. Pusing jadinya, mending aku ke kamar lagi aja dengerin radio," Jawabku.

-----------

Hari ini adalah bulan kedua sejak aku lulus kuliah. Pihak kampus meneleponku memintaku datang untuk apply beberapa loker yang ada di list kampus.

Aku bergegas menuju kampus, setibanya di sana aku berjalan di lorong kampus menuju ruang Tata Usaha (TU) sesuai intruksi dosen yang meneleponku.

"Eh Liona, bagaimana kabarmu?" tanya Dosen Kewirausahaan itu.

"Saya baik Pak, bapak sendiri bagaimana?" sahutku.

"Saya baik Lion ..." jawab Pak Wijaya, begitulah dia selalu memanggilku Lion.

"Oya, ini ada beberapa perusahaan yang bapak rekomendasikan untuk kamu beberapa diantaranya juga ada bank swasta dan bank milik pemerintah." Ungkapnya lagi.

"Terima kasih, Pak. Saya mau coba apply beberapa diantaranya. Saya mau langsung pulang Pak." Ucapku bahagia mendapat loker layaknya mendapat harta karun.

"Iya silakan, mau kamu apply semuanya juga enggak apa-apa, cuma apa kamu kuat, jangan serakah kamu Liona haha!" Canda Pak Wijaya.

"Ya, Bapak ! kebiasaan deh. Mari, Pak! saya pamit." Tukasku mengakhiri pembicaraan Pak Dosen.

Aku berjalan gontai menyusuri lorong kampus yang luas ini, tiba-tiba seseorang menepuk pundakku pelan.

"Liona!" ucapnya.

Aku menoleh ke belakang, ternyata dia Antony.

"Eh, Kamu!" sahutku.

"Dari mana, kok tumben ada di kampus?" tuturnya.

"Aku ditelepon Pak Wijaya, mau rekomendasikan kerjaan buat aku." Ungkapku sedikit malas menjawab.

"Kamu enggak nanya kenapa aku disini? kebiasaan nih kamu suka cuek." Tutur nya Ke-PD-an.

Dalam hati, ngapain juga nanya-nanya, gak penting banget, IlFil gue.

"Emm, iya kenapa loe ada di kampus, cewek loe mana?" ujarku bertanya terpaksa.

"Aku kan memang suka kesini seminggu sekali ngelatih anak-anak MAPALA dan kamu harus tahu aku enggak punya cewek, udah putus!" katanya ketus.

"Ya udah ya, gue pulang dulu ya bye ... " pungkasku buru-buru pergi meninggalkannya.

"Eh Liona, sebentar, tunggu!" teriaknya mengejarku dan meraih tanganku lalu digenggamnya.

"Eh lepas, loe gimana sih!" bentakku.

"Gitu banget sih Li, jangan galak dong aku jadi takut." Sahutnya.

"Ya sudah biarin aja, mending loe takut aja sama gue, biar loe sopan!" bentakku lagi.

Aku pergi meninggalkan si Playboy Kampung itu, dia pun berlalu dengan mobilnya yang terus-menerus klakson gak jelas mengajak ku pulang bareng, amit-amit. Aku takut sama cowok genit kayak gitu.

"Assalamualaikum ..." salamku membuka pintu rumah yang sedikit terbuka.

Tak ada yang menjawab, kulihat Papa sedang tertidur pulas di sofa. Aku tutup pintu, lantas pergi ke kamarku yang berada di lantai atas.

Aku nyalakan AC di kamarku, ah ... adem sekali rasanya, aku buka dokumen, untuk keperluan lamaran pekerjaanku. Lalu seseorang mengetuk pintu.

Tok ... Tok ... Tok

"Neng Liona ... anu, bajunya sudah selesai disetrika semuanya, beres-beres sudah, cuci piring juga. Bi Ani pulang dulu ya, Neng." Ucap wanita yang bekerja setengah hari di rumahku.

"Sebentar Bi Ani, Mama mana?" tanyaku padanya.

"Mama ke Bogor Neng, katanya ponakan Neng Liona dirawat di Rumah Sakit." Jawab nya.

"Dirawat! oh ... ya sudah Bi Ani gak apa-apa, silakan saja kalau mau pulang, sudah dikasih uangnya kan sama Mama? tanyaku.

"Sudah Neng, terim kasih, Bibi Pulang ya," sahut Bi Ani.

Bi Ani bekerja di rumahku sebagai Asisten Rumah Tangga paruh waktu, dia datang setelah subuh lantas pulang setelah ashar, bayarannya pun langsung hari itu juga.

Lumayan ... lah ada Bi Ani, di rumah terbantu. Mama enggak terlalu capek, begitu juga aku yang tidak selalu ada di rumah sejak sibuk kuliah.

"Neng ... Liona! kamu sudah pulang?" teriak Papa dari lantai bawah.

"Sudah, Pa!" sahutku juga berteriak.

"Kita makan di luar yuk, Mama enggak masak, keburu pergi. Sedangkan kamu mana mau masak, mager-an kamu mah."

"Ih Papa mah, suka gitu deh!" sahutku.

Klik ... klik ... notifikasi pesan berbunyi dari ponselku.

[Hai ... Liona, masih ingat sama aku?] Dion.

[Siapa? tiba-tiba bilang ingat saja, namamu aja gak kamu sebutin!] Liona

[Aku Dion]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!