Si Gadis Dingin
Pagi itu hujan turun di kota A, kota tempat Melisa tinggal seorang diri di rumah mewahnya. Rumah yang ia tempati sejak ia lahir. Dulu di rumah itu juga ada kedua orang tuanya. Namun saat Melisa berusia 12 tahun ibunya memilih untuk tinggal bersama pria lain. Dan 1 tahun kemudian ayahnya juga pergi meninggalkannya, hidup bersama dengan wanita yang juga pernah dicintainya sebelum ia menikah dengan ibu Melisa.
Kedua orang tua Melisa memutuskan untuk tidak bercerai, mereka hanya tidak tinggal bersama, sesekali mereka terlihat bersama saat acara makan malam perusahaan ayah Melisa, dan ayahnya juga tak pernah absen untuk hadir di acara-acara amal dari Yayasan yang dikelola ibu Melisa.
Melisa tak pernah mengerti, mengapa kedua orang tuanya tak bercerai saja dan hidup bahagia bersama dengan orang yang mereka cintai? Melisa hanya tau, keduanya menikah karna dijodohkan. Meski begitu keduanya masih berkomunikasi dengan baik, terutama untuk kepentingan Melisa, putri semata wayang mereka.
Meskipun hujan turun sangat deras pagi itu, tak mengurungkan langkah Melisa untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa. Berolahraga, membersihkan rumah, bahkan menyiapkan sarapannya seorang diri. Terlahir di keluarga yang kaya raya, tak membuat Melisa malas untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Sekalipun ia mampu membayar puluhan asisten rumah tangga, namun ia memilih untuk melakukannya seorang diri.
Lebih tepatnya Melisa merasa tak nyaman apabila ada orang asing di rumahnya. Dulu saat orang tuanya masih tinggal bersama, ada beberapa asisten rumah tangga di rumahnya. Namun saat ayahnya memutuskan tak lagi tinggal di rumah itu, Melisa memecat semuanya. Ia tak ingin ada orang yang kasihan padanya karena ditinggal oleh kedua orang tuanya. Sekalipun dari seorang pelayan, ia tak mau melihat tatapan iba yang ditujukan padanya.
Di sekolahpun Melisa selalu bersikap dingin. Ia tak ingin berteman dengan siapapun. Ia tak ingin ada orang yang tau tentang hidupnya yang menyedihkan, ditinggal kedua orang tuanya.
Setelah selesai dengan pekerjaan rumahnya, Melisa memutuskan untuk segera mandi dan bersiap untuk pergi ke Sekolah. Melisa bersekolah di salah satu SMA swasta di Kota A. Sekolah itu adalah sekolah yang didirikan oleh kakeknya, ayah dari ibunya. Dan kini sekolah itu dikelola oleh ibunya.
Yayasan Puspa Tunggal, adalah Yayasan milik keluarga ibunya. Saat ini ibunya adalah direktur utama dari Yayasan tersebut. Tak hanya SMA dimana Melisa belajar di sana, Yayasan Puspa Tunggal juga memiliki sekolah lainnya, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi. Tak hanya berada di kota A, sekolah-sekolah dari Yayasan Puspa Tunggal pun juga memiliki cabang sekolah di kota-kota lain.
Semua orang di sekolah Melisa tau, bahwa Melisa adalah pewaris tunggal Yayasan Puspa Tunggal. Maka dari itu, meski selalu menyendiri Melisa tak pernah ada yang berani mengganggu. Bahkan guru-guru di sekolah pun selalu membantu Melisa saat ada pelajaran yang membuat Melisa mendapat nilai rendah. Ada juga beberapa orang yang berusaha untuk mendekati Melisa demi keuntungan mereka sendiri, namun dengan perangai Melisa yang dingin dan angkuh, tak mudah bagi mereka untuk menjalankan aksi mereka.
Melisa bukanlah murid yang berprestasi, tapi ia juga tidak bodoh. Ia masih bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya, meski dibeberapa pelajaran hanya dapat nilai pas-pasan. Ibu Melisa melarang para guru untuk memberikan hak istimewa pada Melisa. Ibunya ingin Melisa mendapat nilai apa adanya. sehingga tidak timbul kecemburuan dari murid-murid lain, yang mayoritas juga dari kalangan VIP.
Sebenarnya Melisa sangat pintar, hanya saja ia tak begitu peduli dengan pelajaran akademik. Melisa hanya akan fokus pada hal-hal yang dia sukai. Dan hal ini diketahui oleh kedua orang tuanya. Sehingga membuat orang tuanya tak pernah memaksakan untuk berprestasi di bidang akademik. Bagi mereka, asal Melisa senang melakukannya, maka tak masalah bagi mereka.
Di tengah derasnya hujan, Melisa melajukan mobil sport miliknya. Mobil mewah berwarna merah itu ia dapat saat ulang tahunnya yang ke 17 lalu. Ia juga sudah mendapat lisensi mengemudi dari Om Bob, adik dari ayahnya yang merupakan seorang kepala kepolisian di Kota A. Sebelumnya Om Bob sudah mengajari Melisa mengemudi, sejak usia 16 tahun. Om Bob sudah tahu kelihaian keponakannya dalam mengemudi, sehingga saat Melisa tepat berusia 17 tahun Om Bob tanpa ragu menghadiahinya sebuah Lisensi Mengemudi.
Melisa memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah, seorang penjaga sekolah berlari ke arahnya sambil membawa sebuah payung. Setelah sampai di samping kursi kemudi, penjaga sekolah itu mengetuk kaca mobil perlahan.
tok, tok, tok
Melisa membuka kacanya sedikit, dan melirik ke arah penjaga sekolah itu, Pak Dedi namanya. Usianya 55 tahun. Pak Dedi sudah menjadi bagian dari sekolah itu sejak sekolah itu baru dibangun. Pak Dedi jugalah orang yang selalu menjaga Melisa di sekolah.
"ayo non, mau masuk ga? udah bapak bawain payung," ucap pak Dedi.
"siniin aja payungnya, aku masuk nanti aja kalau bel sudah bunyi," jawab Melisa. Ia pun membuka kaca mobil lebih lebar, dan menjulurkan tangannya keluar, meminta payung yang masih dipegang pak Dedi.
"oh, iya non." Pak Dedi menyerahkan payung yang dipegangnya kepada Melisa. "saya duluan ya non," pamit pak Dedi kepada Melisa. Melisa hanya mengangguk dan menutup kembali kaca mobilnya setelah menerima payung dari pak Dedi.
Di dalam mobil Melisa melihat dari kaca spionnya, beberapa teman sekolahnya yang baru datang, ada yang diantar oleh mobil, ada yang juga membawa mobil sendiri seperti dirinya, ada yang diantar oleh orang tuanya dengan menggunakan sepeda motor, ada juga yang membawa sepeda motor sendiri sambil menggunakan jas hujan. Beberapa ada yang berjalan kaki dari arah gerbang masuk sambil memegang payung.
Melisa hanya memandang mereka dengan tatapan kosong. Memperhatikan setiap gerak gerik dari teman-temannya. Satu per satu memasuki gedung sekolah.
Saat bel berbunyi, akhirnya Melisa turun dari mobilnya, berjalan ke arah gedung sekolah menggunakan payung yang tadi diberikan oleh pak Dedi. Sesampainya di depan Gedung, Melisa melipat payungnya dan meletakkan di meja tempat penjaga sekolah yang saat itu sedang kosong.
Melisa tak melihat keberadaan pak Dedi di sana. Mungkin saat ini pak Dedi sedang menutup pintu gerbang sekolah dan menghukum beberapa murid-murid yang datang terlambat. Karena itulah rutinitas pagi yang biasa dilakukan pak Dedi. Apalagi saat ini hujan belum juga reda, banyak sekali murid-murid yang pastinya akan datang terlambat.
Melisa berjalan menyusuri lorong-lorong dan menaiki beberapa anak tangga menuju kelasnya. XI IPA 1, kelas Melisa berada dilantai 3, tepat di samping tangga gedung. Melisa sampai di kelasnya, dan mendapati kelas yang masih sepi. Mungkin karena hujan, banyak dari teman sekelasnya yang belum datang. Beberapa yang sudah datang sedang asik berbincang-bincang di sudut kelas, beberapa lagi tengah sibuk menyalin pekerjaan rumah milik temannya, ada juga yang sibuk memainkan gawai, dan ada juga yang membaca buku.
Melisa duduk di bangku paling belakang, berdekatan dengan beberapa temannya yang sedang asik ngerumpi. Ia sama sekali tak memperdulikan mereka. Teman-temannya pun juga seperti sudah biasa dengan sikap Melisa. Merekapun seolah tak peduli dengan kehadiran Melisa, dan tetap melanjutkan obrolannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
nanda
semangat
2022-11-27
1
Jh Carrol
Hai kak
salam kenal dari Gadisku ternyata miliader
mampir ya kak jika berkenan 🙏
2022-07-06
1
MEMEY
salam kenal kak dari terbayang kenangan mantan dan wanita simpanan
2022-06-22
2