Satria Pratama, anak pertama dari dua bersaudara pasangan bapak Joni dan Ibu Lastri. Lahir di keluarga yang sederhana, Satria kecil dididik oleh kedua orang tuanya agar selalu menjadi pribadi yang baik, jujur, dan bertanggung jawab.
Ayah Satria, bapak Joni. Bekerja sebagai pegawai biasa di perusahaan Harpa Jaya sejak Satria masih berusia 2 tahun. Pak Joni adalah seorang pekerja keras, beliau juga sangat rajin beribadah dan juga jujur dan bertanggung jawab pada pekerjaannya. Hal inilah yang membuat pak Joni lambat laun dilirik oleh perusahaan dan dipercaya menjabat sebagai kepala divisi marketing di salah satu cabang di kota A.
Istri pak Joni, ibu Lastri. Adalah seorang ibu rumah tangga. Sebelum suaminya diangkat sebagai kepala divisi. Ibu Lastri seringkali membantu perekonomian keluarga dengan berjualan. Di pagi hari, ibu Lastri berjualan nasi uduk, sedangkan siang harinya berjualan gado-gado.
Sebenernya gaji pak Joni lumayan besar untuk mereka, bisa dibilang cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari. Namun anak kedua mereka, Rian, memiliki penyakit yang diderita sejak kecil. Rian memiliki penyakit jantung bawaan yang mengharuskannya bulak balik ke rumah sakit untuk sekedar check up atau pengobatan rutin. Hal ini lah yang membuat bu Lastri mau tidak mau harus berjualan demi membantu perekonomian keluarga.
Satria sebagai anak pertama yang memiliki badan yang sehat tidak pernah tinggal diam melihat kesusahan orang tuanya. Satri sejak kecil selalu ikut membantu, entah itu menjaga adiknya, atau sekedar membantu mempersiapkan jualan sang ibu. Saat masih duduk di bangku SMP, Satria membawa nasi uduk buatan ibunya ke sekolah. Ia datang lebih pagi untuk menjajakan jualan ibunya yang sudah dibungkus per porsi itu kepada guru dan teman-temannya. Terkadang ia juga menawarkan kepada orang-orang yang ia temui di jalan sepanjang perjalanan ke sekolah.
Satria tak pernah merasa malu harus melakukan itu, ia malah bangga. Terlebih beberapa guru dan teman-teman dekatnya selalu memberinya dukungan, ia menjadi semakin semangat membantu ibunya berjualan. Meski tetap saja ada sebagian teman-teman kelasnya yang mengejek, tapi Satria tak pernah menggubris mereka.
Jarak usia Satria dan Rian adalah 2 tahun. Rian memang tidak sepintar dan sesehat Satria. Tapi dia memiliki paras yang rupawan. Sebagian orang sering membandingkan paras Satria dan Rian. Mereka bilang, Satria hitam manis, sedangkan Rian putih tampan. Kulit hitam Satria didapat karena ia sering membantu ibunya berjualan juga disiang hari. Saat ibunya membuka warung gado-gado dirumah, Satria berkeliling menjual gorengan, makanan ringan, bahkan es teh juga ia jual. Keluar masuk komplek dan kampung, Satria selalu semangat membantu ibunya. Ia tak tega jika harus melihat ibunya bersusah payah sendiri demi menghidupi keluarga mereka.
Rian sendiri meskipun tidak membantu secara langsung, karena memang tidak boleh kelelahan. Namun ia tak pernah meninggalkan ibunya sendiri, saat sudah pulang sekolah Rian memilih menemani ibunya menjaga warung. Sekali-sekali ia akan bermain gitar di depan warung ibunya. Beberapa teman sekampungnya sudah tau akan penyakit yang di derita Rian. Oleh sebab itu mereka tidak ada yang mengajak main Rian ke tempat jauh, mereka hanya menemani Rian menjaga warung ibunya dengan ikutan bernyanyi saat Rian bermain gitar.
Setelah kepindahan mereka ke kota A, ibu Lastri masih tetap berjualan. Hanya saja kali ini Satria tak ikut membantu. Penghasilan pak Joni sudah sangat cukup untuk menghidupi keluarga mereka dan juga untuk pengobatan rutin Rian. Mereka pun tak perlu sibuk mencari kontrakan, karena perusahaan telah menyediakan rumah dinas untuk pak Joni dan keluarga. Ditambah dengan Satria yang mendapat beasiswa full dari sekolah, semakin meringankan beban keluarga.
Satria tak hanya dapat bersekolah gratis di Puspa Tunggal, ia juga mendapatkan buku-buku secara gratis bahkan uang saku pun ia dapat. Puspa tunggal memang tak tanggung-tanggung saat memberi beasiswa kepada para murid yang berprestasi. Setidaknya di angkatan Satria ada sekitar 10 orang yang mendapatkan beasiswa itu. Hal ini bertujuan agar murid yang mendapat beasiswa tetap fokus belajar tanpa memikirkan biaya-biaya lain untuk kepentingan sekolah.
Satria merasa sangat bersyukur mendapat kesempatan untuk bersekolah gratis di Puspa Tunggal. Meski ini ada sekolah swasta, tapi Puspa Tunggal adalah sekolah swasta yang bergengsi. Tempat dimana orang-orang kaya menyekolahkan anaknya, karena sekolah ini dikenal sangat bagus dalam mencetak lulusan-lulusannya. Walaupun begitu tetap saja ada sebagian kecil murid-murid yang bisa dibilang berandalan, mereka merokok, membuli, datang terlambat, tidak mengerjakan tugas.
Puspa Tunggal punya cara sendiri menghukum murid-murid ini, apalagi sebagian dari mereka adalah murid VIP. Murid VIP ini adalah mereka yang orang tuanya ikut menyumbang dengan nominal yang sangat besar untuk sekolah. Sebenarnya tidak ada perlakuan khusus untuk para murid VIP ini. Hanya saja image mereka sebagai penyumbang dana terbesar seperti sudah melekat, sehingga membuat guru-guru dan juga murid lainnya merasa segan.
Selain murid VIP dan juga murid yang mendapat beasiswa, ada murid-murid yang masuk melalui jalur reguler, mereka mendaftar sekolah, membayar uang tahunan dan juga uang bulanan sesuai dengan aturan pembayaran yang dikeluarkan oleh pihak sekolah.
Saat pertama masuk ke sekolah, Satria merasa sangat bersemangat. Ia bahkan datang sangat pagi meski hari itu hujan turun dengan sangat deras. Satria tak sabar ingin belajar di sekolah bergengsi itu.
Satria sebenarnya sudah mendengar gosip buruk tentang sekolah Puspa Tunggal. Murid-murid di sana seringkali membuli para murid yang mendapat beasiswa. Namun hal ini tidak mematahkan semangat Satria, ia akan menunjukkan bahwa ia layak mendapat beasiswa ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Dehan
semangat berkarya kak ❤❤
2022-07-14
1